Citra terbaring lemah di atas bed di sebuah kamar rumah sakit. Di tangan kanannya terancam jarum infus. Mata gadis manis itu terpejam. Wajahnya pucat dan tubuhnya sangat lemah.
Bu Aminah mengelus lembut tangan anak gadisnya. Wanita itu tampak sangat khawatir dengan keadaan sang anak.
"Cepat sehat ya Nak. Ibu selalu doain yang terbaik untuk kamu," ucap wanita itu.
"Assalamu'alaikum," ucap seseorang.
Bu Aminah menoleh seraya menjawab salam. Senyum tipis terkembang di wajahnya.
"Ibu makan dulu ya. Kan tadi belum sempat sarapan," ucap Wiwit. Dia meletakkan sebungkus nasi di atas meja yang ada di dekat ranjang Citra.
Bu Aminah menggeleng. Wanita itu tak berminat untuk makan. Bahkan untuk bernapas pun dirinya tak berminat.
"Makan ya Bu. Biar aku yang jagain Citra. Jangan sampai Ibu ikutan sakit juga," bujuk Wiwit.
Bu Aminah menghela napas panjang. Sesak rasanya di dadanya. Matanya melihat ke arah Citra yang terbaring lemah di sana.
"Ibu nggak lapar Wit." Bu Aminah berkata dengan nada lirih.
"Bu." Wiwit mendekat ke arah sang ibu. Gadis itu memegang pundak sang ibu.
"Makan ya. Aku suapi ya," ucap Wiwit.
"Kalau Ibu nggak makan nanti sakit lho," ucap Wiwit lagi.
Bu Aminah menghela napas panjang. Wanita itu menatap wajah pucat Citra dengan lekat.
"Bu," panggil Wiwit.
"Ibu makan dulu ya. Biar aku yang jagain Citra. Kalau Ibu nggak makan. Nanti Ibu sakit lho," bujuk Wiwit.
Setelah sebelumnya bersikeras tak mau makan, akhirnya Bu Aminah mau makan juga. Wanita itu memaksa menelan nasi.
Sementara itu di sekolah, Azwan tampak tak konsentrasi belajar. Pikirannya melayang ke mana-mana. Dia memikirkan kondisi Citra yang saat ini tengah terbaring lemah di rumah sakit.
"Keadaan Citra sekarang gimana ya Anne?" tanya Shintya. Saat ini mereka berdua tengah berasa di taman sekolah. Menikmati waktu istirahat dengan mengagumi bunga-bunga yang tumbuh di sana.
"Gue nggak tahu Shin. Nanti pulang sekolah gue mau jenguk dia ke rumah sakit," jawab Anne.
"Gue ikut ya. Gue juga mau jenguk dia." Shintya berkata sambil menatap penuh harap ke arah Anne.
Anne menatap sahabatnya itu dan tersenyum. "Iya. Entar kita bareng sama Azwan dan Arga ke sananya," jawab Anne.
Shintya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Gadis itu tampak sangat senang saat Anne memperbolehkan dirinya ikut menjenguk Citra.
Di lain tempat, Azwan dan Arga tampak saling duduk berhadapan. Di depan mereka ada gelas minuman yang sudah tinggal setengahnya.
"Pulang sekolah gue mau ke rumah sakit," ucap Azwan.
Arga menghentikan kegiatannya menyeruput minumannya. Dia menatap sang sahabat dengan pandangan heran.
"Ngapain ke rumah sakit?" tanya Arga.
"Citra masuk rumah sakit." Azwan menjawab sembari menghela napas panjang.
Arga terkejut mendengar berita yang dibawa oleh Azwan. Wajahnya berubah khawatir saat mendengar kabar itu.
"Sekarang keadaannya gimana?" tanya Arga panik.
Azwan menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Arga.
"Gue belum tahu. Tapi kata Anne sih dia pingsan," jawab Azwan.
"Pulang sekolah gue mau langsung ke rumah sakit," ucapnya.
"Gue ikut. Gue juga mau jenguk dia. Gue pengin tahu keadaannya dia," sahut Arga.
"Hahahaha...." Suara tawa menyela obrolan mereka berdua. Kedua pemuda itu lantas menoleh ke sumber suara.
"Kalian ngapain sampai heboh gitu sih?" ujar Sasha.
"Cewek kayak gitu aja kalian khawatirkan. Mending cantik. Nah ini, udah macam p*****r," ejek Sasha.
Dada Arga naik turun mendengar ucapan bernada mengejek dari Sasha. Emosinya serasa di ubun-ubun mendengar gadis pujaannya di hina begitu oleh orang lain.
"Eh gue kasih tahu nih ya. Tuh cewek paling juga kena penyakit kelamin karena sering ngasih jatah buat om-om," ejek Sasha lagi.
Kedua tangan Arga terkepal kuat. Dia tak terima Sasha menghina Citra begitu. Sedangkan Azwan wajahnya memerah karena menahan amarah.
"Betul banget tuh. Palingan tuh cewek kena penyakit menjijikkan. Eh tapi mana ada sih cowok yang mau tidur sama dia. Kecuali... gratisan," ejek Maria.
Suara tawa menggema ke seluruh kantin. Ketiga gadis pembuat onar itu tampak senang melihat wajah Arga dan Azwan yang merah padam menahan emosi. Mereka tahu kedua pemuda itu tak akan pernah berani melakukan tindakan anarkis.
PLAK!!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Sasha. Kedua teman Sasha tampak terkejut saat sebuah tangan mulus menampar wajah Sasha dengan kerasnya.
"Sebelum menghina orang mending kalian ngaca dulu," sentak Anne.
Sasha memegangi pipinya yang perih karena tamparan Anne barusan. Dia menatap Anne dengan pandangan penuh kebencian yang mendalam.
"Lo kalau nggak suka sama Citra ya udah. Jangan ajak yang lain untuk membenci Citra." Kali ini Shintya yang berbicara pada ketiga gadis itu.
"Apa hak lo ngatur-ngatur kami?" sentak Karin.
"Iya apa hak lo ngatur-ngatur kami? Mau kamu ajak orang buat menceburkan diri ke kali juga itu bukan urusan lo," timpal Maria.
"Ya jadi urusan gue lah. Karena yang kalian benci itu sahabat kami," ucap Shintya dengan lantang.
Maria tersenyum miring mendengar ucapan Shintya. "Munafik banget sih lo Shin," ujarnya.
"Apa maksud Lo?" Shintya bertanya dengan memasang wajah garang.
"Iya. Elo tuh munafik banget jadi orang. Dulu aja lo bilang benci banget sama Citra dan Anne. Tapi sekarang... Lo malah jadi b**u mereka berdua," serang Karin.
Shintya memelototkan matanya ke arah Karin dan Maria. Dia tak suka ada yang membicarakan masa lalunya di depan orang lain.
"Percuma aja kalian ngomong sama dia. Dia nggak akan dengerin omongan kalian. Mending kita pergi dari sini." Sasha berkata sambil beranjak pergi dari kantin. Tapi sebelum pergi, Sasha masih sempat membisikkan sesuatu di telinga Shintya. Kemudian tatapannya beralih kepada Anne yang berdiri tak jauh dari Shintya. Tatapan matanya menyiratkan kebencian yang dalam pada gadis cantik itu.
Sama halnya dengan Sasha. Karin dan Maria menatap Anne dan Shintya dengan tatapan penuh kebencian. Setelah itu mereka bertiga segera berlalu dari hadapan Anne dan Shintya.
Azwan dan Arga hanya bisa terdiam menyaksikan kemarahan Anne pada trio bully itu. Mereka berdua tak ada yang berani mendekat ke arah mereka.
"Rese banget sih jadi orang," gerutu Anne setelah geng Sasha berlalu pergi dari sana.
"Iya. Rese banget." Shintya ikut menimpali gerutuan Anne.
Anne sedikit melirik ke arah Shintya. Kini dirinya menjadi sedikit waspada pada gadis manis itu setelah mendengar ucapan Karin tadi.
"Pulang sekolah kita mau jenguk Citra. Kalian berdua pada mau ikut nggak?" tanya Arga pada kedua gadis yang duduk di depannya.
Anne dan Shintya menganggukkan kepalanya berbarengan. Arga yang melihat itu menyunggingkan senyumnya.
"Ya udah. Entar kita kumpul di parkiran setelah sekolah bubar," ucap Arga.
"Lo boncengan sama gue aja Anne," ucap Azwan.
"Tumben? Biasa juga ogah lo bonceng gue," ujar Anne. Matanya melirik ke arah sang kakak.
Azwan berdecak kesal mendengar perkataan saudara kembarnya itu.
"Lo takut Citra cemburu kalau lo boncengan sama Shintya?" ujar Anne lagi.
"Apa-apaan sih lo? Ya enggak lah. Citra bukan tipe cewek pencemburu," sahut Azwan.
Anne tersenyum miring mendengar perkataan Azwan barusan.
"Udah. Udah. Kok malah berantem sih kalian berdua," kata Arga menengahi. Sedangkan Shintya hanya menyunggingkan senyum misteriusnya.
"Kesempatan gue terbuka lebar dong," pikir Shintya.
*****
Hari telah berganti senja. Matahari sudah berada di ufuk barat menyiratkan warna jingga yang begitu cantik.
Seorang pemuda dengan badan tegap tampak sedang berdiri di sebuah tebing di tepi pantai. Suara deburan ombak tak membuatnya merasa terganggu. Dia tetap berdiri menantang laut.
Seorang wanita tampak berjalan menghampiri pemuda itu. Dia berdiri di samping sang pemuda yang sedang menantang laut itu.
"Mau sampai kapan kamu kayak gini terus?" ujarnya pada sang pemuda.
"Mau sampai kapan kamu terus menyembunyikan perasaan kamu sama dia?" ujarnya lagi.
Pemuda itu tampak menghela napas panjang. Matanya masih menatap laut lepas. Kedua tangannya yang semula terlipat di dada, kini ia masukkan ke dalam daku celananya.
"Aku nggak tahu." Pemuda itu menyahuti perkataan wanita itu tanpa menoleh ke sampingnya.
"Aku nggak tahu sampai kapan aku terus menyembunyikan perasaanku yang sebenarnya."
"Mungkin juga aku nggak akan pernah ungkapin perasaan aku ke dia," ucap pemuda itu putus asa.
Wanita itu tampak menarik napas dan menghembuskannya perlahan.
"Kenapa? Apa kamu nggak mau dia tahu kalau kamu sayang sama dia?" tanya wanita itu.
Kini giliran di pemuda yang menghela napas panjang. Sejurus kemudian dia menggelengkan kepalanya.
"Aku nggak mau merusak kebahagiaannya. Aku nggak mau merusak suasana hatinya saat ini."
"Melihat dia tersenyum saja aku sudah senang. Walaupun dia tersenyum bukan karena aku," ucapnya.
Wanita itu tampak miris mendengar ucapan sang pemuda. Dia menatap paras tampan yang sejak dulu selalu mengisi ruang hatinya itu.
"Seandainya kamu tahu perasaanku. Seandainya kamu tahu kalau ada seseorang yang tulus mencintai kamu." Wanita itu berkata dalam hati dengan mata yang memandang ke arah pemuda tampan itu.
"Seandainya ada yang tulus sayang sama kamu, apa kamu akan menerima dia dalam hidup kamu?" tanya wanita itu.
"Maksud kamu?" Pemuda itu melemparkan tanya pada sang wanita.
Wanita itu menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari sang pemuda.
"Kalau seandainya ada orang yang tulus sayang sama kamu. Apa kamu mau menerima dia dalam hidup kamu?" Wanita itu mengulangi pertanyaannya yang belum sempat terjawab.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Gogot Puji
siapa lagi ini Thor?
2023-05-08
0