Bab 20

Citra baru saja keluar dari kelasnya. Dia berjalan pelan. menuju pintu gerbang sekolah.

"Citra!" seru seseorang.

Citra menoleh ke belakang dan mendapati seorang pemuda berkacamata tengah berjalan cepat ke arahnya.

"Buku kamu ketinggalan." Pemuda berkacamata itu berkata sambil menyerahkan sebuah buku catatan pada Citra.

Citra segera membuka tasnya untuk mengecek. Dan benar saja buku catatannya tidak ada di dalam tas.

"Makasih Pak Tian," ucap Citra tulus.

Pemuda yang disapa Pak Tian itu tersenyum. "Sama-sama. Lain kali lebih teliti lagi ya," ucap pemuda tampan itu.

"Iya Pak. Sekali lagi makasih ya Pak," ucap Citra.

"Iya. Ya sudah kalau gitu saya permisi dulu," ucap Tian sebelum berlalu.

Citra tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian dia menyimpan bukunya ke dalam tas sekolahnya. Setelah itu dia melanjutkan lagi langkahnya menuju pintu gerbang sekolah.

"Saingan lo berat Ga," ucap Anne yang berdiri di samping Arga. Keduanya tak sengaja melihat Citra tengah mengobrol dengan Tian, salah satu guru muda yang menjadi incaran para siswi di sini.

Arga menoleh ke sampingnya. Senyum miring terukir di wajahnya. "Pak Tian bukan saingan gue," kata Arga.

"Bukan saingan gimana? Jelas banget lagi kalau Pak Tian ngasih perhatian lebih sama Citra," sahut Anne.

Arga tersenyum. "Itu bukan perhatian. Dia cuman ngasih bukunya Citra yang ketinggalan di kelas. Dan Pak Tian juga pernah ngelakuin itu sama cewek lain," jelas Arga.

"Tapi tetap aja Ga. Tatapan mata Pak Tian nggak bisa bohong. Pak Tian suka sama Citra." Anne tetap mempertahankan argumennya. Gadis itu tetap mempertahankan apa yang menjadi asumsinya.

"Ngasih perhatian belum tentu suka kan? Lagian Pak Tian bukan tipe Citra." Arga berkata sambil tersenyum miring.

Anne mencebikkan bibirnya. "Sok tahu lo Ga," ucapnya.

Arga tak menghiraukan perkataan Anne.Pemuda itu melangkah meninggalkan Anne dengan sejuta perasaan yang sulit diungkapkan.

"Lucu juga tuh cowok. Setia lagi. Sayangnya cintanya bukan buat gue," gumam Anne. Kemudian dia menghela napas panjang.

Anne melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah. Hari ini dia pulang sekolah seorang diri. Karena tak ada yang bisa menjemputnya hari ini. Gadis itu terus melangkah hingga ke depan gerbang sekolah.

"Lho Citra masih di sini?" tegur Anne. Senyum manis terkembang di wajah cantiknya.

Citra menoleh dan membalas senyuman Anne. "Belum. Masih nunggu angkot," jawab Citra.

Anne manggut-manggut mendengar jawaban Citra. "Em... mau bareng nggak?" tawarnya.

"Enggak deh makasih. Aku masih harus ke toko buku dulu," tolak Citra.

"Enggak apa-apa. Aku juga mau ke toko buku," desak Anne.

Citra tampak terdiam dan berpikir sejenak. Sejurus kemudian kepalanya mengangguk setuju.

"Oke deh." Citra menjawab sambil tersenyum ke arah Anne.

Anne membalas senyuman Citra dengan senyuman pula.

Tanpa mereka berdua sadari. Sepasang mata mengawasi mereka dengan senyuman. Wajah lelaki itu tampak menyiratkan kekagumannya pada sosok Citra yang tengah tersenyum.

"Manis banget kalau senyum," ucapnya dalam hati.

"Seandainya ada kesempatan untuk bisa dekat dengan dia... pasti aku akan memanfaatkan waktu itu sebaik mungkin," ucapnya lagi.

Mata pemuda itu tak lepas dari sosok gadis pujaannya. Hingga gadis itu masuk ke dalam taksi bersama dengan temannya.

"Semoga besok aku punya kesempatan mendekati dia." Pemuda itu menyunggingkan senyuman penuh harap.

*****

Menjelang magrib, Anne sampai di rumahnya. Tentu saja dia mendapat ceramah panjang dari sang ayah.

"Huh! Bisanya cuman marah-marah saja. Enggak pernah mau dengerin penjelasan anaknya dulu," gerutunya.

"Coba deh sekali-kali dengerin penjelasan anaknya dulu. Jangan asal semprot aja. Kalau kayak gini mending aku minggat aja deh dari rumah," gerutunya berlanjut hingga dia menanggalkan pakaiannya dan mandi.

Selesai mandi Anne segera turun ke bawah untuk makan malam. Selama acara makan malam, Anne sama sekali tak membuka mulutnya. Gadis itu masih terlihat kesal karena ulah sang ayah.

Sesekali dia menjawab pendek pertanyaan dari mamanya. Tapi saat giliran sang ayah yang bertanya, dia pura-pura tak mendengarnya.

Acara makan malam itu akhirnya selesai juga. Anne segera kembali ke kamarnya di lantai atas. Dia membuka pintu kamarnya dan masuk ke dalam. Kemudian dia duduk menghadap ke jendela.

"Hah! Seandainya aja Papa gue kayak papanya Citra. Pasti gue senang banget. Udah orangnya baik, nggak suka marah-marah. Hah!" Anne bergumam seorang diri di dalam kamarnya.

Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka seseorang. Anne yang tengah melamun tampak terkejut. Dia menoleh dan mendapati sang ayah tengah tersenyum padanya.

"Kalau mau masuk ketuk pintu dulu. Enggak sopan banget sih," ketus Anne.

Pak Bayu tersenyum mendengar ucapan ketus sang anak. Lelaki jangkung itu kemudian duduk di sebelah sang anak.

"Maaf. Tapi boleh kan kalau Papa ngobrol sama kamu?" ujar pria itu.

Anne tak menghiraukan perkataan sang ayah. Gadis itu masih memandang keluar jendela. Dia masih kesal karena sang ayah memarahinya tadi.

Pak Bayu menghela napas panjang sebelum melanjutkan perkataannya.

"Papa minta maaf kalau tadi udah marah-marah sama kamu," ucapnya.

"Papa kayak gitu karena khawatir sama kamu. Papa nggak mau kamu keluyuran nggak jelas," lanjutnya.

Anne masih tak menghiraukan ucapan sang ayah. Dia masih saja menatap keluar jendela dengan perasaan dongkol.

"Sayang, lihat Papa." Pak Bayu meraih pundak Anne. Berharap sang anak mau menoleh ke arahnya.

"Papa tahu Papa salah. Makanya Papa minta maaf sama kamu. Papa janji lain kali pasti dengerin penjelasan kamu dulu." Pak Bayu berusaha mendapatkan maaf dari sang anak.

"Anne," panggil Pak Bayu.

"Papa akui Papa salah. Tolong maafkan kesalahan Papa biar malam ini bisa tidur dengan nyenyak," bujuk Pak Bayu.

Anne tak bisa menahan geli mendengar ucapan sang ayah. Tapi dirinya masih merasa kesal karena ucapan ayahnya tadi sore.

"Janji-janji doang tapi nggak pernah ditepati. Cuman omong doang mah bayi juga bisa." Akhirnya keluar juga suara dari mulut Anne.

Pak Bayu menghela napas panjang sekali lagi. Pria itu tahu akan sangat susah membujuk anak gadisnya ini. Karena itu pria itu harus punya jurus jitu agar Anne mau memaafkan kesalahannya.

"Papa harus gimana sekarang? Papa harus apa supaya kamu mau maafin Papa?" tanya pria itu.

Anne menoleh ke arah sang ayah dan menatap kedua mata sang ayah dengan lekat.

"Papa harus gimana sekarang?" tanya pria itu lagi.

Anne masih terdiam dan menatap mata ayahnya dengan sorot tajam.

"Aku cuman mau satu hal. Dan Papa harus sanggup mewujudkannya," jawab Anne.

"Apa itu Sayang? Apapun yang kamu mau Papa pasti akan mengabulkannya."

Anne tersenyum sinis mendengar ucapan sang ayah. "Besok aku mau Papa seharian nemenin Anne. Mulai dari ngantar Anne sekolah. Jemput Anne dan nemenin Anne sama Citra jalan-jalan," punya gadis cantik itu.

Pak Bayu mengerutkan keningnya. "Citra? Citra siapa?" tanya pria itu.

"Dia sahabat Anne. Dia cewek paling pintar di sekolah. Dia juga yang pernah jadi pacarnya Azwan. Tapi dengan b****hnya Azwan ninggalin dia. Dan sekarang Azwan ngebenci cewek itu dengan alasan yang nggak jelas." Anne menceritakan semuanya pada sang ayah dengan berapi-api. Tak ada lagi yang ia tutup-tutupi lagi.

Pak Bayu manggut-manggut mendengar cerita Anne. "Oke. Besok Papa akan seharian di rumah. Papa akan temenin kamu kemanapun kamu mau," ucap Pak Bayu.

Mata Anne berbinar mendengar ucapan sang ayah. "Beneran Pa? Papa mau nemenin Anne sama Citra main besok?" tanyanya meyakinkan.

Pak Bayu menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Iya. Pokoknya besok Papa akan nemenin kamu seharian. Papa nggak akan ke kantor besok. Semua meeting akan Papa re-schedule," jawab Pak Bayu.

Anne tersenyum senang mendengar jawaban sang ayah. Setelah mengucapkan selamat malam, Pak Bayu kembali ke kamarnya.

"Citra?" ulangnya dalam hati.

"Nama itu kayak nggak asing buat aku. Nama yang selalu diucapkan oleh dia semasa hidupnya dulu," ucapnya dalam hati.

"Dia selalu ingin memberikan nama itu jika punya anak. Tapi Tuhan nggak pernah mengabulkan doa-doa kami berdua. Tuhan nggak pernah memberikan anugrah itu pada kami," ucapnya lagi.

Pak Bayu terus melamunkan semua percakapannya dengan sang anak gadis. Dalam hatinya, pria itu terus mengulang dan menyebut nama Citra. Seolah ada ikatan tanpa wujud yang saat mengucapkan nama itu.

"Siapa dia? Apa mungkin dia....?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!