Cidro (Antara Cinta Dan Luka)

Cidro (Antara Cinta Dan Luka)

Bab 1

Citra kusumawardani, seorang gadis manis yang setiap harinya selalu sendiri. Entah dia merasa terlalu nyaman sendiri atau dia memang tak pandai bergaul. Padahal dia adalah siswi terpintar di kelasnya. Dia selalu menjadi juara kelas setiap semesternya.

"Eh Citra. Baru datang Cit?" sapa Anne. Dia adalah teman sebangku Citra. Anaknya cantik dan modis. Tak heran jika banyak siswa yang tertarik dengannya.

Citra hanya tersenyum membalas sapaan Anne. Dia terus berjalan menuju bangkunya dan meletakkan tas sekolahnya di bangkunya.

"Istirahat nanti temani aku ke kantin ya Cit." Anne mendekati Citra dan mengajak gadis itu untuk mengobrol.

"Insya Allah. Aku ada janji dengan wali kelas siang nanti. Jadi aku nggak bisa janji buat nemenin kamu ke kantin," jawab Citra.

"Yah Citra. Tapi ya udah deh enggak apa-apa. Aku ngerti kok," tukas Anne. Senyum manis terkembang di bibirnya.

"Kamu udah sarapan?" tanya Anne.

"Alhamdulillah udah," jawab Citra.

"Nih buat kamu." Anne berkata seraya menyerahkan sekotak kue donat pada Citra.

Citra bergeming. Dia hanya menatap kotak bergambar kue bulat itu dengan pandangan heran.

"Ambil aja Citra. Aku nggak ada maksud apa-apa kok. Aku tulus ngasih ini buat kamu. Kita kan teman," ucap Anne saat melihat sorot keraguan dalam mata Citra.

Citra akhirnya mau menerima pemberian Anne. Dia menyimpan kotak kue itu ke dalam laci mejanya.

"Makasih ya." Citra menjawab sambil tersenyum manis pada Anne.

"Kamu itu cantik lho aslinya Cit. Kulit kamu bersih. Wajah kamu mulus. Rambut kamu juga tebal dan bergelombang. Aku suka lihat wajah kamu. Aku juga suka sama rambut kamu," ucap Anne.

"Kamu bisa aja. Aku tuh item. Jelek. Dekil lagi. Kayak gini kok dibilang cantik," sahut Citra.

Anne tersenyum mendengar ucapan Citra. Dia merasa geram saat tahu ada yang merundung Citra tempo hari. Dia tak suka pada aksi perundungan seperti itu. Mereka terlalu memandang fisik. Tanpa melihat kedalam hati orang itu.

"Eh Cit, pulang sekolah ikut ke rumah aku yuk. Aku mau minta diajarin pelajaran kemarin. Soalnya aku nggak ngerti," ajak Anne.

Citra menggeleng pelan. "Maaf Anne. Sepulang sekolah aku harus bantuin orang tua ku di kios," tolak Citra.

"Yaah... ayolah Cit. Aku beneran nggak ngerti nih pelajarannya Pak Hasan." Anne merengek dan memohon agar Citra mau ikut ke rumahnya.

"Maaf Anne. Aku benar-benar nggak bisa. Aku harus bantuin orang tuaku," ucap Citra.

"Kalau gitu aku ikut ke rumah kamu boleh?" tanya Anne.

Citra menatap Anne dengan pandangan ragu. Dia tak yakin Anne akan suka berada di rumah kecilnya.

"Lihat entar deh An. Aku nggak berani janji dulu." Citra berkata sambil mengulas senyum.

"Ya udah deh nggak apa-apa. Tapi kamu mau kan ngajarin aku pelajarannya Pak Hasan?" ujar Anne.

Citra menganggukkan kepalanya. Gadis itu lantas tersenyum manis pada temannya itu.

Obrolan keduanya terhenti kala seorang guru masuk ke dalam kelas dan siap untuk memulai pelajaran.

*****

Siang ini suasana kantin lumayan ramai oleh anak-anak yang ingin makan siang. Tak terkecuali Anne. Si gadis cantik incaran para cowok di sekolah ini.

Dara cantik itu tampak memesan semangkuk bakso lengkap dengan babat dan ususnya. Kemudian dia juga tampak memesan segelas es teh manis sebagai minumannya.

"Tolong dianterin ke meja lima ya Mang?" pinta Anne.

"Siap Neng. Tunggu ya Neng," jawab si Mamang penjual bakso.

Anne tersenyum manis kepada lelaki itu. Setelah mengucapkan terimakasih, Anne segera duduk di bangku kantin. Dia duduk sendirian di sana. Matanya menatap ke arah taman bunga yang bersebelahan dengan lapangan basket. Dari sana ia bisa melihat dengan jelas sesuatu yang membuatnya merasa geram dan emosi. Matanya terus menyorot tajam ke arah lapangan basket. Tempat di mana seorang gadis cupu sedang menerima bullying dari sekelompok siswi.

"Elu yang nulis surat cinta ini ya?" tanya seorang siswi berambut pirang. Dia menggoyang-goyangkan sebuah kertas merah jambu di hadapan gadis cupu itu.

Gadis itu berusaha merebutnya. Namun gadis berambut pirang itu terus menjauhkan kertas itu dari jangkauan gadis cupu itu.

"Balikin Sha. Itu punya aku." Gadis cupu itu mencoba meraih kertas itu.

"Balikin? Enak aja. Sekarang kertas ini ada di tangan gue. Jadi ini sekarang jadi milik gue," ucap gadis berambut pirang itu.

Dia kemudian membuka kertas itu dan membaca isinya dengan keras. Sesekali tawa mengejek terdengar dari mulut gadis bernama Sasha itu.

Citra terus berusaha merebut kembali kertas itu hingga tanpa sengaja dia mendorong Sasha hingga terjatuh.

"Eh kurang ajar bener lo. Berani-beraninya lo ngedorong temen gue," bentak salah satu teman Sasha.

"Dia yang duluan bikin aku kesal," jawab Citra.

"Heh!" bentak salah seorang teman Sasha.

"Elo berani sama kita?" bentuknya lagi.

"Elo tuh harusnya ngaca. Cewek jelek kayak elo nggak pantas ngedeketin Dirga," ejeknya.

"Elo harusnya sadar diri. Elo tuh siapa?"

"Jangan ketinggian kalau mimpi. Entar kalau jatuh sakit rasanya," sahut yang lain.

Citra tertunduk malu. Dia tak menyangka jika akan dipermalukan seperti ini oleh Sasha dan gengnya.

"Cewek jelek kayak elo pantasnya sama tikus got. Bukan sama cowok populer yang jadi incaran cewek satu sekolahan." Sasha yang sudah bangkit dari jatuhnya segera menyerang Citra dengan kata-katanya yang menusuk hati.

Citra semakin tertunduk. Dia tak berani mengangkat wajahnya. Dia merasa sangat malu dan sakit hati saat ini. Apalagi di depan kelas cowok yang di surati olehnya berdiri menatapnya.

"Heh! Kalian kalau berani jangan main keroyokan dong. Sini satu lawan satu," bentak seseorang dari arah berlawanan.

Mereka semua menoleh ke sumber suara. Citra membelalakkan matanya. Dia tak percaya Anne dan Shintya datang ke arah mereka.

"Yuk cabut," ajak Sasha pada kedua temannya.

"Kenapa cabut Sha? Elo takut sama Anne?" tanya Maria.

"Iya Sha. Kenapa cabut?" Karin ikut-ikutan bertanya pada Sasha.

Sasha berdecak kesal. Dia bukannya takut. Tapi dia malas berhubungan dengan Anne. Dia malas berurusan dengan cewek yang berpengaruh di sekolah ini.

"Kalau lo mau di sini ya udah. Gue mau pergi," kata Sasha. Kemudian gadis itu pergi meninggalkan kedua temannya yang masih berdiri di tempat yang sama.

"Sha tungguin dong!" seru Maria dan Karin hampir bersamaan.

Sasha tak memperdulikan seruan teman-temannya. Dia terus berjalan meninggalkan lapangan menuju kelas mereka.

"Kamu nggak apa-apa Cit?" Shintya bertanya dengan kening berkerut sempurna.

Citra menggeleng pelan. Dia masih menundukkan kepalanya. Dia masih merasa malu karena ulah Sasha dan gengnya tadi.

"Kenapa mereka bisa sejahat itu sih sama aku? Aku salah apa sama mereka sih?" tanya Citra di sela isak tangisnya.

Shintya merangkul pundak temannya itu. Dia mengelus lembut punggung Citra. Memberikan ketenangan dan kenyamanan untuk Citra.

"Emang kamu habis ngapain sih? Kok mereka ngeroyok kamu?" Kali ini Anne yang bertanya.

Citra tak lantas menjawab pertanyaan Anne. Dia tetap menunduk sembari menyeka air mata yang jatuh tak tertahankan ini.

"Aku cuman nulis ini An." Citra berkata sambil menyerahkan kertas merah muda yang tadi di rebut oleh Sasha.

Anne menerima kertas itu dan mulai membukanya. Awalnya dia tak mengerti arti puisi yang di tulis Citra di kertas itu. Tapi lama kelamaan Anne mulai paham artinya. Dia mulai menyadari jika Citra sedang jatuh cinta pada seseorang.

"Kamu lagi jatuh cinta ya Cit?" tanya Anne setelah ia selesai membaca puisi cinta itu.

Wajah Citra bersemu merah. Seulas senyum tersungging di wajahnya. Sejurus kemudian dia menganggukkan kepalanya perlahan.

Anne dan Shintya kompak tersenyum melihat perubahan Citra.

"Tapi aku malu An. Aku malu. Soalnya cowok yang aku taksir itu idola cewek-cewek. Sedangkan aku... aku hanya itik buruk rupa yang mengharapkan pangeran menjadi kekasihku," ucap Citra putus asa.

"Kok ngomongnya gitu? Kamu itu cantik Cit. Kecantikan kamu terpancar dari dalam sini." Shintya berujar sembari menunjuk ke arah dada Citra.

"Iya Cit. Kamu itu cantik dari dalam. Dan nggak semua orang bisa lihat kecantikan kamu yang sesungguhnya." Anne menimpali ucapan temannya itu.

Citra hanya menundukkan kepalanya saja mendengar ucapan kedua temannya. Dia tak tahu kedua temannya hanya ingin menghiburnya saja atau memang mereka mengatakan itu tulus dari dalam hati mereka.

*****

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Namun Citra masih saja berada di koridor sekolah. Matanya menatap ke arah lapangan basket. Di sana sekelompok siswa sedang melakukan latihan. Matanya terus menatap ke arah salah seorang dari para pemain basket itu.

Dialah Dirgantara atau yang lebih akrab dipanggil Dirga. Seorang pemain basket andalan sekaligus kapten tim basket sekolah itu. Nama yang selalu Citra sebut dalam doanya. Nama yang selalu ada di dalam relung batinnya. Merajai seluruh hatinya dan membuatnya selalu bersemangat setiap harinya.

Citra tersenyum saat melihat sang pujaan hati berhasil merebut bola dan mengecoh lawannya. Tanpa dia sangka, pemuda yang selalu membuat tidurnya tak nyenyak tersenyum padanya. Pemuda itu tampak melambaikan tangannya pada Citra.

Citra tampak salah tingkah saat pemuda itu berjalan mendekat ke arahnya. Dia tampak gugup dan menahan debaran jantungnya yang mulai tak beraturan. Namun semua itu sirna seketika saat....

"Hai Sayang," sapa Dirga pada seorang gadis yang berdiri di belakang Citra.

Citra menoleh dan mendapati Sasha tengah berdiri di belakangnya.

Sasha menyunggingkan senyum mengejek saat melihat raut wajah Citra yang begitu merah menahan rasa malu.

"Sayang," rengek Sasha pada Dirga. Dia sengaja bermanja-manja di depan Citra. Seolah ingin menunjukkan bahwa dia adalah cewek yang pantas mendampingi Dirga.

"Kamu tahu nggak sih kalau ada cewek di sekolah ini yang lagi naksir berat sama kamu?" ujar Sasha. Matanya melirik ke arah Citra yang menatap mereka.

"Suka sama aku? Siapa?" Dirga bertanya kepada Sasha dengan dahi terlipat.

Sasha melepaskan genggaman tangannya dari lengan pemuda itu. Dia kemudian berjalan ke arah Citra dan memegang pundak gadis itu.

"Cewek culun ini lho yang suka sama kamu Sayang. Dia bahkan sampai ngirimin kamu surat. Untung aja ketahuan sama aku," ucap Sasha.

Dirga mengerutkan keningnya. Dia menatap gadis di depannya itu dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Dia ini lho yang nekat ngirim puisi cinta untuk kamu. Untung aja ketahuan sama aku," ucap Sasha lagi.

Dirga tertawa mengejek saat mendengar cerita dari mulut Sasha.

"Cewek kayak gini? Cewek dekil, kumal, item kayak gini yang suka sama aku?" ejek Dirga.

Dirga mendecih setelah mengatakan kalimat bernada ejekan itu pada Citra.

"Ngaca dulu dong. Siapa lu? Cewek yang mendekati gue itu minimal harus cantik. Putih dan bersih. Bukan kayak m****t begini," sentaknya.

Citra hanya mampu menundukkan kepalanya. Dia tak berani mengangkat wajahnya barang sebentar saja.

Sasha tersenyum mengejek saat mendengar kekasihnya itu menghina Citra di depan seluruh anggota basket.

Tanpa terasa air mata Citra menetes tak tertahankan. Hatinya terasa perih mendengar kalimat bernada mengejek itu keluar dari mulut pemuda yang selama ini menjadi raja dalam hatinya.

"Heh! cewek m****t. Mending lo beli kaca deh. Biar tahu seberapa jeleknya muka lu. Biar lu sadar diri sebelum mendekati cowok," hinanya lagi.

Dirga hendak melancarkan kalimat hinaannya saat salah seorang rekan setimnya mencoba menyela perkataannya.

"Udah Dir. Kasihan dia. Dia udah malu banget itu. Jangan sampai dia nggak mau sekolah karena ketahuan suka sama elu?" ujar Azwan, rekan setim Dirga.

Dirga tersenyum mengejek. "Biarin aja dia malu. Sekalian dia keluar dari sekolah ini. Biar mata gue nggak sakit karena lihat dia yang sok manis dan senyum-senyum sendiri," ejeknya lagi.

"Dirga," panggil Azwan.

"Udah dong. Jangan keterlaluan. Udah cukup lo ngehina dia. Kasihan tahu nggak," kata Azwan.

"Iya Dir. Lo nggak kasihan apa sama dia?" sahut temannya yang lain.

"Iya Dir. Kasihan tahu nggak. Udah wajahnya hancur masa sih lo mau menghancurkan mentalnya juga," sambung yang lain.

Citra tak kuat lagi menahan ejekan demi ejekan yang mereka keluarkan. Dia akhirnya berlari sekuat tenaga menuju pintu gerbang sekolah.

Suara tawa membahana saat melihat Citra berlari pergi dari hadapan mereka semua.

"Yah topeng m****t nya kabur," sahut salah seorang teman Dirga.

"Padahal mau ikutan nonton," timpal yang lain.

Semua anak cowok itu tertawa terbahak-bahak. Kecuali Azwan. Ya! Azwan tak ikut tertawa bersama mereka. Dia justru merasa kasihan pada Citra.

"Tuh cewek pasti malu banget deh. Keterlaluan si Dirga. Dia pasti menyesal nanti udah menghina cewek itu," gumam Azwan dalam hati.

Azwan bertekad untuk meminta maaf pada Citra esok hari. Dia tak sampai hati melihat Citra dipermalukan sedemikian rupa oleh Dirga. Dia tak tega melihat Citra yang tampak sangat malu dan terhina karena ulah Dirga.

Terpopuler

Comments

Gogot Puji

Gogot Puji

Keren banget ceritanya. Kerasa sampe hati tahu nggak pas citra di bully. jadi ikutan gemes

2023-05-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!