Citra berjalan menuju ruang kelasnya dengan langkah gontai. Tas punggung lusuh yang selalu menemaninya ke sekolah tergantung di pundaknya.
"Hai," sapa seorang pemuda pada Citra.
Pemuda itu tersenyum manis ke arah Citra. Sedangkan Citra hanya menautkan kedua alisnya.
Citra menghentikan langkahnya. Dia menatap wajah pemuda di depannya itu.
"Baru datang ya?" tanya pemuda itu tanpa memperhatikan ekspresi wajah Citra yang heran dan kebingungan.
"Kenapa?" Pemuda itu bertanya lagi saat melihat Citra menatapnya dengan lekat.
Citra hanya menggelengkan kepalanya tanpa bersuara.
"Kenalin, aku Azwan. Teman setim Dirga." Azwan memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangannya kepada Citra.
Citra menatap tangan pemuda itu dan beralih menatap wajah pemuda tampan itu.
"Citra." Gadis itu menjawab pendek ucapan Azwan.
Azwan mengangguk dan tersenyum. "Kamu baru datang ya?" Azwan mengulangi pertanyaannya tadi.
Citra hanya menganggukkan kepalanya. Dia kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas.
"Hei tunggu," kata Azwan. Dia mengejar langkah Citra yang semakin menjauh.
Citra menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan menatap sekilas pada Azwan. Kemudian tanpa menjawab, dia melanjutkan langkahnya kembali.
"Citra, tunggu," kata Azwan lagi.
Kali ini gadis itu berhenti dan menatap wajah pemuda tampan itu dengan lekat.
Azwan tersenyum melihat saat Citra menatap ke arahnya.
"Aku minta maaf soal kemarin," ucap Azwan.
Citra mengernyitkan keningnya. Dia merasa heran dengan ucapan pemuda itu. Citra merasa Azwan tak pernah berbuat salah padanya. Jangankan berbuat salah, kenal saja enggak. Begitu pikir Citra.
"Soal apa?" Akhirnya keluar juga suara dari mulut Citra.
"Soal kemarin. Yang kamu dipermalukan oleh Dirga dan teman-temanku yang lain," lirih Azwan.
Citra terdiam mendengar ungkapan permintaan Azwan. Sedetik kemudian, gadis itu menghela napas panjang.
"Enggak apa-apa. Enggak masalah buat aku. Udah biasa aku digituin sama mereka," jawab Citra.
Azwan menatap Citra dengan heran. Dia merasa aneh saja saat gadis itu mengatakan tak apa-apa dan sudah terbiasa mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dari orang-orang di sekitarnya.
"Kamu yakin?" tanya Azwan. Dia bukannya tak percaya pada pendengarannya. Tapi dia hanya ingin meyakinkan saja apa yang didengarnya adalah benar.
Citra tersenyum mendengar pertanyaan Azwan.
"Aku udah biasa dapat bullying dan body shaming kayak gitu. Jadi aku udah ngerasa biasa aja," ucap Citra.
Padahal tanpa seorang pun tahu. Citra sering kali menangis dalam kesendiriannya. Dia merasa putus asa dan merasa kecil hati. Dia merasa tak percaya diri saat harus berbaur dengan lingkungannya. Hal itu membuatnya semakin tenggelam dalam kesendiriannya.
"Kamu beneran nggak apa-apa Citra?" Azwan bertanya untuk memastikan lagi. Dia tak ingin gadis lugu seperti Citra mengalami trauma dan merasa direndahkan.
"Beneran. Buktinya aku masih bisa berdiri dan masih bisa bernapas kan?" ujarnya.
Azwan menarik napas lega. Dia tak merasa takut atau merasa bersalah lagi pada gadis itu. Walaupun dia tak yakin dengan semua ucapan Citra. Tapi dia merasa lega karena Citra terlihat baik-baik saja.
"Aku minta maaf atas nama teman-temanku dan Dirga. Aku merasa bersalah karena mereka merendahkan kamu dan mempermalukan kamu di depan umum seperti kemarin," ungkap Azwan.
Citra menarik napas dan menghembuskan perlahan. Kemudian dia tersenyum tipis.
"Enggak apa-apa. Aku udah maafin kalian. Dan anggap aja kejadian kemarin nggak pernah terjadi," jawab Citra.
"Wow enak banget ya kalau ngomong," sahut seseorang.
Kedua muda mudi itu menoleh ke asal suara. Mereka sedikit terkejut saat melihat siapa yang datang.
"Enak banget lo ngomong kayak gitu? Lo pikir bisa seenaknya aja ngelupain hal memalukan kemarin," kata orang itu.
"Lo udah bikin gue malu di depan teman-teman gue. Elo udah mencoreng reputasi gue," ucapnya lagi.
Matanya menyorot tajam ke arah Citra. Gadis itu hanya bisa menundukkan kepalanya. Dia tak berani menatap orang itu.
"Lo juga Wan. Ngapain sih lo pakai minta maaf segala. Lo suka sama cewek udik dan j***k ini?" ujarnya. Tangannya menunjuk tepat ke arah Citra.
"Dia punya nama Dir. Namanya Citra. Dan asal lo tahu aja. Dia dengan lapang dada mau maafin semua perbuatan lo ke dia," balas Azwan.
Pemuda itu tak suka jika ada ketidak adilan yang terjadi di depan matanya. Dia tak peduli jika harus berdebat dengan orang yang melakukan tindakan tidak adil seperti sekarang ini.
Dirga tersenyum miring saat mendengar ucapan Azwan. Dalam otaknya tersusun rencana yang akan ia gunakan untuk menjatuhkan Azwan.
"Lo udah bosan ya berada di tim basket?" tanya Dirga.
"Maksud Lo?" Azwan balik bertanya karena tak mengerti arah pembicaraan Dirga.
"Elo udah bosan main basket di tim sekolah? Lo mau dikeluarin dari tim karena masalah cewek udik ini?" ujar Dirga.
"Maksud lo apa sih Dir? Kenapa lo bawa-bawa tim basket sih?" tanya Azwan. Dia mencoba tetap tenang dan sabar. Dia tak ingin terpancing emosi hanya karena ucapan Dirga yang terdengar memprovokasi.
"Elo mau dikeluarin dari tim karena ngebelain cewek ini? Cewek j***k yang nggak jelas asal usulnya. Cewek yang bapaknya cuman kuli bangunan dan ibunya p*****r," ejek Dirga.
Citra mendongakkan kepalanya saat mendengar kedua orang tuanya di hina oleh Dirga. Dia menatap nyalang ke arah pemuda yang sempat menjadi penyemangat hidupnya itu.
"Kenapa? Lo nggak terima gue ngomong barusan?" tanya Dirga.
Tanpa berkata apapun. Citra maju selangkah ke hadapan Dirga. Dan tanpa banyak bicara tangannya melayang menampar keras pipi Dirga.
"Kamu boleh hina aku sesuka kamu. Kamu boleh ngatain aku apapun yang kamu mau. Aku nggak peduli. Tapi jangan pernah menghina orang tuaku. Terutama ibuku," tegas Citra.
Azwan yang melihat kejadian itu hanya bisa melongo tak percaya. Dia tak menyangka jika gadis selembut Citra bisa mengeluarkan amarah yang luar biasa.
Dirga mengelus pipinya yang panas karena tamparan Citra. Dia menatap Citra dengan penuh kebencian. Dia merasa tak terima diperlakukan demikian oleh orang yang dianggapnya lemah dan tak berdaya.
"Lo akan bayar perlakuan lo ke gue hari ini. Gue akan bikin perhitungan sama Lo," ancam Dirga.
Citra tersenyum miring mendengar ancaman Dirga. Dia sama sekali tak menampakkan raut ketakutan di wajahnya.
"Tenang aja Cit. Enggak usah takut. Ada aku yang akan belain dan bantuin kamu. Ya nggak Wan?" sahut Arga, teman setim Dirga.
Dirga melotot tajam ke arah Arga dan Azwan. "Kalian berdua apa-apaan sih? Kalian udah bosan ya ada di tim basket sekolah?" tanya Dirga dengan marah.
"Udah dari dulu gue pengin keluar dari tim. Udah dari lama gue ngerasa kalau lo berubah semenjak menjabat ketua basket," ucap Arga.
Dirga menatap tajam ke arah tekan setimnya itu. Sedari awal Dirga memang tak pernah suka dengan kedua rekannya itu. Dia merasa teman-temannya selalu membandingkan dirinya dengan Azwan ataupun Arga.
"Kalian berdua akan menyesal karena udah belain cewek s****n ini," ucapnya.
Arga hendak maju untuk menghajar Dirga. Tapi Azwan dengan cepat mencegahnya.
"Mulai hari ini kalian bukan anggota tim basket lagi. Kalian gue keluarin dari tim," ucap Dirga dengan nada marah.
Azwan dan Arga kompak tersenyum mendengar kalimat yang terucap dari bibir Dirga. Mereka tak perlu repot-repot lagi untuk mencari alasan agar bisa keluar dari tim. Karena tanpa di duga Dirga mengeluarkan mereka dari tim saat ini juga.
*****
Siang ini Citra menghabiskan waktu istirahatnya di perpustakaan sekolah. Dia tak pergi ke kantin walau Anne dan Shintya mengajaknya.
"Makasih deh. Aku mau ke perpus aja. Ada yang mau aku kerjakan di sana," tolak Citra saat kedua sahabatnya mengajaknya ke kantin.
"Ya udah deh kalau kamu nggak mau. Tapi beneran kan kamu nggak sakit?" tanya Anne memastikan.
"Bukan karena kejadian kemarin kan Cit?" Kali ini Shintya yang bertanya pada Citra.
Citra menggelengkan kepalanya. Dia memang tak bercerita banyak pada kedua sahabatnya itu. Dia tak ingin membuat kedua sahabatnya itu merasa terbebani dengan masalahnya.
Sekarang Citra berada di perpustakaan. Di depannya telah ada beberapa buku dan sebuah buku catatan juga pena. Dia tampak sibuk menulis sesuatu di buku catatan miliknya.
"Hai sendirian aja?" tegur Azwan. Senyum manis terkembang di wajahnya yang tampan dan rupawan.
Citra hanya tersenyum membalas teguran Azwan. Kemudian dia melanjutkan kembali aktivitasnya.
"Lagi nulis apa sih? Boleh aku lihat?" ucap Azwan.
Citra menghentikan aksi menulisnya. Dia menatap Azwan dengan pandangan ragu dan tak percaya.
"Kalau nggak boleh enggak apa-apa sih?" ujar Azwan lagi.
Tanpa banyak bicara, Citra menyodorkan bulu catatan miliknya kepada Azwan. Azwan menerima buku itu dengan senang hati.
Azwan membaca apa yang ditulis oleh Citra di bukunya. Sebuah senyum tipis tersungging di wajahnya.
"Kamu suka nulis puisi ya Cit?" tanya Azwan setelah dia selesai membaca tulisan Citra.
Citra tersenyum malu-malu saat mendengar pertanyaan Azwan.
"Iseng aja kok. Itu juga karena aku nggak sengaja bikin pas ada tugas bahasa Indonesia kemarin," jawab Citra.
Azwan manggut-manggut mendengar jawaban Citra. Sebuah ide brilian muncul begitu saja di kepalanya.
"Eh Citra. Mau ikutan lomba nggak?" ujar Azwan.
"Lomba apaan?" tanya Citra.
"Lomba cipta puisi. Aku yakin puisi kamu pasti keluar sebagai juaranya," jawab Azwan.
Citra tampak ragu. Dia merasa kurang percaya diri untuk mengikuti lomba semacam itu. Karena menurutnya, puisi nyatanya masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak yang harus diperbaiki lagi.
"Aku malu Wan. Aku nggak PD kalau ikut-ikutan lomba kayak gitu," ucap Citra ragu-ragu.
"Kenapa nggak PD? Puisi kamu bagus lho. Aku aja baper baca puisi kamu. Eh tapi puisi kamu itu buat siapa sih? Bukan buat aku kan?" Azwan nyerocos saja seperti kereta api listrik.
Citra hanya tersenyum mendengar ucapan Azwan. Dalam hati, dia ingin jujur pada Azwan. Tapi dia takut jika teringat perlakuan Dirga padanya kemarin.
"Cit," panggil Azwan.
"Kamu mau kan ikutan lomba cipta puisi?" Azwan berharap jika Citra mau menerima tawarannya. Dengan begitu dia bisa lebih dekat lagi dengan gadis yang menurutnya sangat unik ini.
"Gimana ya Wan? Aku nggak PD aja gitu ikutan lomba. Aku malu Wan. Soalnya...."
"Udah deh. Aku yakin kok puisi kamu berhasil menang. Soalnya puisi kamu itu bagus dan keren. Pilihan kata-katanya juga bagus banget," ucap Azwan. Dia mencoba memberikan semangat dan memompa rasa percaya diri gadis itu.
"Gimana Cit? Kamu mau kan ikutan lomba itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Kalimat Fiktif
semangatt
2024-11-21
1
Gogot Puji
Azwan dan Arga keren banget deh. Tapi aku nggak suka sama Dirga. Bisa nggak kalau dirganya di bikin mati aja
2023-05-01
1