"Diminum dulu Wan." Citra menyodorkan segelas minuman kepada Azwan yang kini tengah duduk di depannya.
"Makasih Cit." Azwan berkata sambil tersenyum manis pada gadis itu.
Azwan mengangkat gelas itu dan menyeruput sedikit air yang ada di dalam gelas itu.
"Tadi acaranya seru ya?" tanya Citra tanpa mengalihkan pandangannya.
Azwan tampak terkejut mendengar pertanyaan Citra yang spontan itu.
"Maafin aku. Aku harusnya jemput kamu tadi." Azwan berkata tanpa menjawab pertanyaan Citra.
Citra tersenyum tipis mendengar perkataan Azwan. Matanya menatap lurus ke arah kakinya yang berselimut sandal jepit itu.
"Maafin aku. Harusnya aku lebih mementingkan kamu daripada acara kumpul-kumpul kayak tadi," ucap Azwan lagi.
Citra menghela napas panjang. Dia tak segera menjawab ataupun menyahuti ucapan Azwan.
"Kalau kamu mau marah sama aku. Aku Terima Cit."
Citra masih tak menjawab perkataan Azwan. Dia masih tetap diam tanpa ada yang dia lakukan.
"Citra," panggil Azwan. Tangannya meraih jemari Citra dan menggenggamnya dengan erat.
"Aku minta maaf sama kamu. Karena aku, kamu hampir jadi korban. Karena aku, kamu jadi trauma dan merasa ketakutan," ucap Azwan. Matanya menatap Citra dengan lekat.
Citra menghela napas panjang. Dia melepaskan tangannya dari genggaman tangan Azwan.
"Kamu marah sama aku?" tanya Azwan saat melihat ekspresi wajah sang kekasih yang tak seperti biasanya.
"Aku minta maaf Cit. Aku mengaku salah sama kamu. Harusnya tadi aku jemput kamu pulang les. Tapi aku malah pergi kumpul-kumpul bareng teman-teman aku."
Citra menatap Azwan dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Aku nggak marah kok sama kamu. Aku cuma ngerasa kecewa aja sama...."
"Aku minta maaf Sayang. Aku tahu, aku salah. Aku minta maaf sama kamu," potong Azwan.
"Kamu nggak perlu minta maaf Wan. Kamu nggak salah. Kamu kan juga butuh bersosialisasi sama orang lain. Kamu nggak harus terus sama aku selama 24 jam kan?" ujar Citra.
Azwan tertegun mendengar ucapan Citra. Dia semakin merasa bersalah karena terlalu mementingkan teman-temannya.
"Kamu nggak usah merasa bersalah. Aku nggak menyalahkan kamu kok. Aku cuman merasa kecewa sama diri aku sendiri. Kenapa aku nggak bisa tegas sama orang lain," ucapnya.
Azwan menatap sang kekasih dengan tatapan penuh rasa bersalah. Dia merasa sangat bersalah setelah mendengar penjelasan Arga tadi.
"Aku minta maaf. Aku nggak becus jagain kamu," sesal Azwan.
Citra mengangkat wajahnya dan menatap ke arah Azwan.
"Aku nggak apa-apa Wan. Tadi emang sempat shock. Tapi sekarang aku udah baik-baik aja. Aku udah nggak apa-apa," jawab Citra. Dia berusaha meyakinkan kekasihnya itu.
"Kamu jangan salahkan diri kamu sendiri terus ya. Aku sama sekali nggak marah sama kamu."
"Kamu juga butuh teman kan. Kamu juga butuh bersosialisasi sama orang lain. Aku nggak mau batasi pergaulan kamu. Aku nggak mau jadi cewek egois yang hanya mementingkan diri aku sendiri." Citra berkata sambil menepuk pelan bahu Azwan.
Azwan tertegun mendengar perkataan Citra. Nada bicaranya terdengar ringan dan tanpa beban.
"Aku nggak mau kamu jadi jauh dengan teman-teman kamu. Aku nggak mau kamu jadi nggak punya teman gara-gara aku." Citra melanjutkan perkataannya sambil menatap langit malam yang gelap tak berbintang.
"Dari kejadian tadi aku belajar. Belajar untuk lebih berhati-hati lagi sama orang lain."
Azwan semakin tertegun mendengar ucapan Citra. Betapa dewasanya gadis itu. Dia sama sekali tak mempermasalahkan perihal Azwan yang tak menjemputnya sore tadi. Dia justru mendukung Azwan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Berbeda dengan kebanyakan cewek yang menuntut cowoknya selalu ada untuk mereka.
Citra memang unik. Dia tak memiliki rasa marah walaupun dia tersakiti. Dia tak memiliki rasa dendam walaupun teraniaya. Berapa beruntungnya Azwan memiliki kekasih seperti Citra.
*****
Matahari pagi bersinar dengan terangnya. Sinarnya yang tajam namun lembut itu berhasil menerobos masuk ke dalam rumah melalui celah lubang angin.
"Wit tolong kamu bangunin adek kamu. Kok belum bangun juga," titah Bu Aminah pada siang anak.
"Iya Bu," jawab Wiwit. Gadis itu lantas beranjak menuju kamar sang adik.
Langkah Wiwit berhenti tepat di depan kamar Citra. Gadis itu mengetuk pintu kamar Citra yang masih tertutup rapat.
Sekali, dua kali dia mencoba mengetuk dan memanggil sang adik. Namun tak ada jawaban dari dalam. Dia mencoba sekali lagi. Tapi tetap saja Citra tak menyahut panggilannya.
"Mas Tegar! Mas," teriak Wiwit.
Tegar yang baru saja tiba di ruang makan, tampak terkejut mendengar teriakan Wiwit. Begitu juga dengan Bu Aminah dan Pak Hamzah. Kedua orang tua itu ikut terkejut mendengar teriakan anaknya.
"Ada apa Dek?" tanya Tegar saat dia sudah berada di depan kamar Citra.
"Citra nggak menjawab pas aku panggil-panggil. Pintunya juga ke kunci. Aku takut dia kenapa-kenapa Mas," jelas Wiwit.
Mendengar itu, Tegar mencoba membuka pintu kamar Citra. Namun usahanya gagal karena pintu itu terkunci dari dalam.
"Dobrak aja Gar pintunya," kata Pak Hamzah.
Tegar menganggukkan kepalanya. Kemudian pemuda berbadan tegap itu mendobrak pintu kamar adiknya itu. Sekali, dua kali pintu itu tak mau terbuka. Tegar mendobrak sekali lagi dan akhirnya pintu itu terbuka.
Mereka berempat segera masuk ke dalam kamar Citra. Wiwit dan Bu Aminah segera menghampiri tempat tidur anaknya.
"Citra," panggil Bu Aminah.
Citra tak menyahut panggilan ibunya. Matanya tetap tertutup. Sedangkan wajahnya tampak sangat pucat.
"Citra! Bangun Nak," kata Bu Aminah. Wanita itu menggoyang-goyangkan tubuh sang anak.
"Citra. Bangun Dek," kata Wiwit.
Tapi Citra tetap tak merespon panggilan dan perkataan sang kakak dan ibunya.
"Badan Citra panas banget Bu." Tegar berkata sambil memegang kening Citra.
"Kita bawa ke rumah sakit aja Bu," kata Pak Hamzah.
Semuanya mengangguk setuju. Tegar segera mengangkat tubuh sang adik dalam gendongan. Wiwit segera memesan taksi online.
Sementara itu, Azwan tampak sedang bersiap untuk berangkat ke sekolah. Pemuda itu tampak memasang sepatunya.
"Wan," panggil Anne.
Azwan menoleh sekilas ke arah kembarannya itu. Kemudian dia kembali fokus pada tali sepatunya lagi.
"Elo jemput Citra kan?" tanya Anne pada Azwan.
Azwan hanya menganggukkan kepalanya tanpa menoleh ke arah Anne.
"Gue boleh nitip nggak?" tanya Anne lagi.
"Nitip apa?"
Anne menyunggingkan senyum tipis mendengar suara Azwan.
"Nitip beliin donat. Sekalian beliin juga buat Citra ya," jawab Anne.
Azwan berdecak kesal mendengar jawaban sang adik. Dia malas sekali kalau harus mampir-mampir dulu.
"Kenapa nggak beli sendiri aja sih?"
Kali ini Anne yang berdecak kesal. "Cuman nitip dikit aja lho. Kan buat Citra juga nanti kuenya." Anne berkata sambil menatap Azwan penuh harap.
"Iya iya. Entar gue beliin," jawab Azwan.
Anne tersenyum lebar mendengar jawaban Azwan. "Makasih ya Wan."
Azwan melirik sekilas ke arah Anne. Dia kemudian kembali pada sepatunya. Tak lama kemudian pemuda itu bangkit dari duduknya dan segera melangkah menuju motor besarnya.
"Jangan lupa ya," kata Anne mengingatkan.
Azwan tak merespon perkataan Anne. Dia segera melajukan kendaraannya menuju pintu gerbang rumahnya.
Azwan melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Dia tak lagi ngebut seperti semalam. Pagi ini dia lebih santai karena Citra tak menyalahkan dirinya.
Motor terus melaju membelah jalanan. Saat melewati toko bunga, Azwan menepikan kendaraannya. Dia segera turun dari motornya.
"Cari bunga apa Mas?" tanya sang pegawai toko itu.
"Saya cari bunga mawar Mbak." Azwan menjawab sambil melihat-lihat bunga yang ada di toko itu.
"Ada Mas. Mau mawar merah apa putih?" tanya pegawai itu lagi.
"Mawar merah Mbak. Tapi di bikin kayak buket gitu bisa kan?" ujar Azwan.
"Bisa Mas." Pegawai itu menjawab sembari tersenyum manis.
"Silahkan tulis ucapannya dulu Mas," kata pegawai itu. Dia menyodorkan sebuah kertas dan bolpoin ke arah Azwan.
Azwan menerima kedua benda itu dan segera menulis puisi pendek untuk sang kekasih.
"Udah Mbak." Azwan menyerahkan bolpoin dan kartu ucapan itu kepada pegawai toko bunga.
"Buat pacarnya ya Mas?" Pegawai itu bertanya saat tanpa sengaja membaca puisi cinta yang ditulis Azwan di kertas ucapan.
Azwan hanya tersenyum mendengar pertanyaan pegawai toko itu.
"Mudah-mudahan aja Citra suka sama kejutannya," ucap Azwan dalam hati.
Setelah selesai, Azwan segera keluar dari toko bunga itu. Sekarang dia menuju toko donat. Dia akan membeli donat pesanan Anne.
Azwan keluar dari toko donat dengan membawa kantong berisi donat pesanan sang adik.
"Sekarang tinggal jemput tuan putri," ucapnya dalam hati.
Senyum terkembang sempurna di wajahnya. Dia bisa membayangkan pipi Citra yang merona saat melihat kejutan yang dibawanya. Dia juga bisa membayangkan senyum manis yang terkembang di wajah sang kekasih.
Azwan melajukan motornya menuju rumah Citra. Wajah tampan itu tak hentinya menyunggingkan senyuman manisnya.
Azwan tiba di depan rumah Citra tepat saat ponsel yang disimpannya dalam saku celananya bergetar.
"Iya halo Anne. Ada apa?" tanya Azwan begitu dia mengangkat telpon itu.
"APA?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Gogot Puji
Ya ampun citra kenapa?
2023-05-08
0