Hari ini adalah hari di mana hasil lomba cipta puisi di umumkan. Sejak pagi, Azwan sudah sibuk dan deg-degan menunggu hasil lomba keluar. Berulang kali dia mengecek sosial media penyelenggara lomba untuk melihat apakah hasil lomba sudah keluar atau belum.
"Duh kenapa jadi gue yang deg-degan ya," gumamnya.
"Kenapa lo Wan?" tanya Arga yang melihat tingkah aneh sahabat baiknya itu.
Azwan menoleh ke arah sang sahabat dan memaksakan senyumnya.
"Lo kenapa sih? Enggak lagi berantem sama Citra kan?" tanya Arga lagi.
Azwan menatap Arga sambil mengerutkan keningnya. "Enggak lah Ga. Gue lagi nunggu pengumuman nih," jawab Azwan.
"Pengumuman? Pengumuman apa?" tanya Arga heran.
"Pengumuman pemenang lomba cipta puisi. Kan puisi Citra gue ikutin lomba," jawab Azwan.
Arga membulatkan bibirnya. "Gue yakin Citra pasti menang Wan. Dia kan jago banget bikin puisi," ucap Arga.
"Kalau mimpi jangan ketinggian. Kalau jatuh sakit entar," sahut Dirga yang mendengar percakapan Azwan dan Arga.
Arga melirik sekilas ke arah Dirga. Dia berusaha menahan geram mendengar ucapan Dirga.
"Iya Ga. Gue juga yakin kok kalau Citra bakalan menang. Soalnya puisi yang dia buat tuh beda dari yang lain." Azwan menjawab ucapan Arga tadi.
Arga tersenyum mendengar jawaban Azwan. Sedangkan Dirga tampan tersenyum mengejek.
"Kalau gue sih nggak yakin dia menang. Kalaupun menang pasti deh dia nyogok panitianya," sahut Dirga lagi.
"Betul banget itu. Pasti deh tuh cewek rela tidur sama penyelenggaranya biar bisa menang," timpal Wisnu.
"Yup. Pasti deh tuh cewek n***e dulu biar bisa masuk nominasi dan menang," timpal Arya.
Ketiga cowok itu lantas tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Azwan dan Arga tampak mengepalkan kedua tangannya. Keduanya terlihat sangat geram mendengar ketiga mantan rekan setimnya.
Arga tampak bangkit dari tempat duduknya. Matanya menyorot tajam ke arah ketiga mantan rekam setimnya itu.
"Apa Lo?" Dirga berkata seraya bangkit dari kursinya. Dia membalas tatapan Arga dengan tak kalah tajamnya.
"Ga," panggil Azwan. Dia mencoba memperingatkan sahabatnya itu melalui tatapan mata. Dia tak ingin sahabatnya bertindak gegabah.
"Enggak usah sok jadi pahlawan kesiangan deh kalian berdua," sindir Dirga.
"Apa sih untungnya buat kalian ngebelain cewek s****n itu?" tanya Dirga dengan nada mengejek.
Arga semakin mengeratkan kepalan tangannya. Darahnya mendidih mendengar ucapan Dirga barusan.
"Atau kalian udah di kasih jatah ya. Makanya kalian ngebelain tuh cewek sampai segitunya?" sindir Dirga lagi.
Arga maju hendak menyerang Dirga. Tapi pundaknya dicekal oleh Azwan. Dia menggelengkan kepalanya agar Arga menghentikan aksinya.
"Apa? Lo mau apa? Mau pukul gue?" tantang Dirga.
"Nih pukul. Pukul aja." Dirga berkata sambil menepuk pipinya. Kemudian dia tertawa keras bersama dengan teman-temannya yang lain.
"Kalau kalian masih mau sekolah di sini. Jangan macam-macam sama gue." Dirga mengancam kedua mantan rekannya itu.
"Kalau kalian berani macam-macam, bukan cuman kalian yang menerima akibatnya. Gue pastikan cewek s****n itu juga akan menerima akibatnya," lanjutnya.
Setelah mengatakan ancamannya, Dirga dan para pengikutnya segera keluar dari dalam kelas. Mereka berjalan dengan angkuhnya. Seolah merekalah yang berkuasa di sekolah ini.
"Kenapa sih Wan? Kenapa Lo nggak biarin gue hajar tuh anak?" tanya Arga dengan geram.
"Gue nggak mau terjadi keributan." Azwan berkata sambil berusaha menenangkan sahabatnya itu.
"Elo nggak sakit hati apa denger Dirga menghina Citra kayak gitu?" tanya Arga. Dadanya naik turun menandakan emosinya juga sedang naik.
Azwan menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Arga.
"Sakit hati. Sakit hati banget malah," jawab Azwan.
"Terus kenapa Lo diam aja? Kenapa lo nggak menghajar mereka yang menghina cewek Lo?" geram Arga.
Lagi-lagi Azwan menghela napas panjang. "Gue nggak mau Citra nanggung akibatnya kalau gue bertindak gegabah. Karena sebenarnya Dirga menginginkan itu."
"Dia pengin gue atau elo emosi. Kalau gue atau elo emosi. Pasti bakalan ngelakuin sesuatu yang anarkis. Dan itu bakalan dia jadiin senjata untuk jatuhin kita," jelas Azwan.
Arga terdiam mendengar penjelasan Azwan. Dia tak berpikir sepanjang itu tadi. Yang ada di otaknya hanya sakit hati dan rasa tak terima mendengar Citra dihina seperti itu tadi.
"Sorry Wan. Gue tadi kebawa emosi. Gue panas saat denger Dirga menghina Citra kayak gitu," ucap Arga.
Azwan tersenyum mendengar ucapan sahabatnya itu. Dia tahu Arga sangat menyayangi Citra. Dia juga tahu Arga sempat mengungkapkan perasaannya pada Citra. Tapi Citra menolaknya. Citra lebih memilihnya sebagai kekasih daripada Arga.
"Mau ke mana Lo?" Arga bertanya saat melihat Azwan berjalan menuju pintu kelas.
"Mau ke kelasnya Citra. Gue ada kejutan buat dia." Azwan menjawab sambil menunjukkan sesuatu yang ada di layar HP-nya pada Arga.
Mata Arga membelalak tak percaya. Mulutnya sedikit terbuka saking tak percayanya.
"Ini beneran kan Wan?" tanya Citra saat Azwan menunjukkan sesuatu di layar ponselnya.
"Beneran dong Sayang. Masa aku bohong sih sama kamu," jawab Azwan.
Wajah Citra semakin bersemu merah saat mendengar Azwan memanggilnya dengan sebutan 'sayang'.
"Nanti hadiahnya akan di kirim ke rumah kamu." Azwan melanjutkan lagi perkataannya.
"Emang ada hadiahnya ya?" tanya Citra dengan polosnya.
Azwan tertawa mendengar pertanyaan Citra. "Kamu gemesin banget sih Sayang?" Azwan mencubit pipi Citra dengan gemas.
"Yang namanya lomba pasti ada hadiahnya dong." Azwan menjelaskan pada kekasihnya itu dengan tatapan penuh cinta.
Citra tersenyum malu-malu mendengar ucapan Azwan barusan. Jantungnya berdegup kencang saat Azwan kembali memanggilnya 'sayang'.
Di kejauhan, Arga melihat kebersamaan Citra dan Azwan dengan perasaan tak menentu. Pemuda itu tampan berusaha mengikhlaskan belahan jiwanya bahagia bersama yang lain.
"Aku harus bisa ikhlas. Aku harus bisa merelakan Citra bahagia dengan pilihannya." Arga bergumam dalam hati sembari terus menatap Citra yang tertawa bahagia bersama sahabat baiknya.
*****
Sore ini hujan kembali mengguyur kota apel ini. Udara yang biasanya dingin bertambah dingin karena cuaca mendung dan hujan.
Citra baru saja akan keluar dari tempat lesnya. Hari ini dia membawa payung. Jadi dia tak perlu bingung untuk pulang dalam cuaca hujan seperti ini.
"Citra," panggil seseorang.
Citra menoleh dan mendapati Bagas tengah berjalan cepat ke arahnya. Ingin sekali Citra berlalu pergi dari sana.
"Mau pulang ya?" tanya Bagas basa basi.
Citra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Kemudian dia melanjutkan langkahnya.
"Mau pulang bareng?" tawar Bagas.
Citra menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Bagas yang berharap dirinya mau pulang bersama.
"Makasih Pak. Saya pulang sendiri aja," tolak Citra halus.
"Jangan. Kamu pulang bareng sama saya aja ya. Hujan-hujan gini pasti susah dapat angkotnya," kata Bagas. Dia berusaha membujuk Citra agar mau pulang bersama dengannya.
"Enggak usah Pak. Saya sudah biasa pulang sendirian," tolak Citra lagi.
"Kenapa? Kamu takut pacar kamu cemburu kalau kamu pulang bareng sama saya?" tanya Bagas.
Citra menggeleng. Kemudian dia kembali melanjutkan langkah kakinya tanpa menjawab pertanyaan Bagas.
"Citra," panggil Bagas lagi.
Citra tak menghiraukan panggilan tentor-nya itu. Dia terus berjalan menjauh dari halaman tempat bimbel itu.
"Citra. Tunggu." Bagas memanggil Citra sembari mempercepat langkah kakinya. Pria itu berusaha mengejar langkah Citra yang semakin menjauh dari sana.
"Kamu kenapa sih selalu menolak ajakan saya? Padahal saya tulus dan ikhlas mau mengantarkan kamu pulang," ujar Bagas.
Citra diam tak menjawab ataupun menyahuti perkataan Bagas barusan. Dalam hati dia berharap ada yang datang dan membawanya pergi dari sini. Jujur saja, dirinya merasa risih juga karena Bagas selalu mengganggunya.
"Kenapa Citra? Apa saya terlalu menakutkan untuk kamu?" tanyanya lagi.
Citra menundukkan kepalanya. Dia tak berani menatap wajah pria yang berdiri di depannya kini.
"Citra." Bagas meraih lengan jemari Citra dan menggenggamnya erat. Seolah dirinya tak mau kehilangan gadis itu.
"Maaf Pak. Tolong lepaskan. Saya... saya risih Pak," ucap Citra. Dia berusaha melepaskan genggaman tangan Bagas.
"Jangan memaksa kalau dia nggak mau," seru sebuah suara.
Bagas menoleh ke arah suara yang telah mengganggu momen romantisnya dengan Citra.
"Jangan memaksakan kehendak kalau dia nggak mau," ulangnya lagi.
Bagas melepaskan genggaman tangannya. Pria itu mendengus kesal dan menatap tajam ke arah orang yang telah mengganggunya.
"Ganggu aja sih," sentak Bagas.
Orang itu tersenyum miring mendengar sentakan Bagas. "Kamu nggak pernah berubah ya? Masih aja suka ganggu murid perempuan di sini," ucap orang itu yang tak lain adalah Faisal, kakak ipar Arga
Bagas berdecak kesal mendengar ucapan Faisal barusan.
"Dulu Vania yang sering kamu ganggu. Dia sampai nggak mau berangkat les cuman gara-gara takut ketemu sama kamu."
"Sekarang kamu mau mengulang lagi kejadian dulu? Kamu mau bikin anak orang trauma sama tempat les?" lanjut Faisal.
"Banyak b***t Lo." Bagas berkata sambil melayangkan tinjunya ke arah wajah Faisal.
Citra memekik tertahan saat Faisal terhuyung ke belakang karena mendapat pukulan dari Bagas.
Faisal mengusap ujung bibirnya yang sedikit berdarah karena pukulan Bagas. Dia tersenyum sinis saat melihat darah segar mengalir dari sudut bibirnya yang robek.
Bagas kembali melayangkan serangannya. Namun kali ini Faisal mampu menangkisnya. Dia beringsut mundur saat Bagas melayangkan tinjunya ke arah wajahnya.
"Jangan menghindar Lo. B*****t!" Teriak Bagas sembari melayangkan tinjunya.
Citra yang melihat itu hanya bisa terdiam kaki di tempat. Seluruh tubuhnya terasa beku melihat adegan seperti di film action itu.
Bagas terus menyerang Faisal. Dia tak mau berhenti menyerang hingga sebuah teriakan menghentikan aksinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Gogot Puji
ya ampun Dirga. gemes deh sama Dirga. pengin aku tampol aja rasanya.
2023-05-03
1