Bab 12

Nanda menatap wajah Wiwit dengan tatapan penuh harap. Dia berharap gadis cantik itu mau menerima pernyataan cintanya.

"Mas Nanda serius?" tanya Wiwit ragu-ragu.

Nanda menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Aku nggak pernah main-main Wit. Aku serius sama kamu. Kalau perlu malam ini juga aku bilang sama orang tua kamu kalau aku mau jadi suami kamu," ucap Nanda dengan yakin.

Wiwit semakin bingung di buatnya. Gadis itu semakin tak tahu harus menjawab apa pertanyaan pemuda di depannya itu.

"Mas Nanda tahu kan aku dari keluarga yang bagaimana?" ujar Wiwit.

"Aku nggak peduli itu Wit. Yang aku pedulikan adalah jawaban kamu. Aku nggak peduli latar belakang keluarga kamu. Karena aku tulus sayang sama kamu. Aku nggak pernah memandang bagaimana keluarga kamu," jawab Nanda.

"Mas Nanda mungkin bisa menerima aku. Tapi bagaimana dengan keluarga Mas Nanda? Bagaimana dengan orang tua Mas Nanda?" tanya Wiwit.

"Ayah dan Bunda pasti setuju Wit. Mereka nggak akan nolak kehadiran kamu. Aku yakin itu."

"Bagaimana dengan keluarga besar Mas Nanda? Apa kata mereka jika Mas Nanda dekat dengan orang biasa seperti aku." Wiwit masih saja ragu untuk menerima pernyataan cinta Nanda.

"Wit, yang akan menikah itu aku. Bukan Ayah atau Bunda ku. Apalagi keluarga besar ku," ucap Nanda. Pemuda itu masih meyakinkan Wiwit untuk mau menerima pernyataan cintanya.

"Iya. Tapi kita nggak boleh egois kan. Kita juga harus pikirkan bagaimana pendapat keluarga besar masing-masing. Terutama keluarga besar Mas Nanda. Karena saat dua orang menikah. Dia tak hanya menikah dengan pasangannya saja. Tapi juga menikahkan dua keluarga," sahut Wiwit.

Nanda terdiam mendengar ucapan Wiwit barusan. Dia tak bisa berkata apa-apa lagi saat Wiwit berkata demikian. Dalam hati dia membenarkan ucapan Wiwit. Tapi dia juga tak bisa membohongi hatinya. Dia tulus menyayangi dan mencintai gadis itu.

"Maaf Mas. Aku nggak bisa terima cinta Mas Nanda." Wiwit berkata tegas. Matanya menatap lurus ke arah Nanda.

Nanda sedikit terkejut mendengar jawaban Wiwit yang menolaknya barusan.

"Kenapa Wit?" tanya Nanda mencari alasan dibalik penolakan Wiwit.

"Maaf aku nggak bisa terima cinta Mas Nanda. Soalnya... soalnya ada hati yang harus aku jaga. Dan aku udah janji untuk setia sama dia," jawab Wiwit.

Nanda mengerutkan keningnya. Dia tak percaya dengan jawaban yang diberikan oleh Wiwit. Dia tak percaya jika Wiwit telah mempunyai seorang kekasih hati. Karena selama ini Wiwit tak pernah sekalipun terlihat menggandeng seorang pria.

"Kamu nggak lagi bohongin aku kan Wit? Kamu nggak lagi cari-cari alasan aja kan?" ujar Nanda tak percaya.

Wiwit menggelengkan kepalanya dengan yakin. "Aku nggak bohong Mas."

Nanda terdiam mendengar suara tegas dari Wiwit. Dia tak bisa lagi memaksa Wiwit untuk menerima cintanya.

"Maaf kalau aku ganggu waktu kamu. Dan makasih sudah mau dengerin omongan aku," ucap Nanda sebelum berpamitan.

"Hayo lho ngelamun aja," tegur Faisal.

Nanda terkejut mendengar teguran abang iparnya itu. Membuat pemuda itu kembali ke alam sadarnya. "Mas Faisal ngagetin aja deh."

Faisal tersenyum mendengar gerutuan sang adik. Kemudian pria itu mengambil tempat duduk di samping sang adik ipar.

"Lagi ngelamun apa sih?" tanya Faisal.

Nanda menghela napas panjang. "Enggak ngelamun apa-apa kok Mas. Cuman...."

"Nda, jangan sesali yang sudah terjadi. Ambil hikmahnya dan jadikan semua itu sebagai pelajaran untuk diri sendiri," potong Faisal.

"Iya Mas. Aku nggak nyesel kok. Cuman tadi nggak sengaja ketemu sama Wiwit. Bayangan masa lalu tiba-tiba aja datang."

"Aku udah coba menepis bayangan itu Mas. Tapi semakin aku berusaha, bayangan itu semakin jelas nyata," ucap Nanda.

"Mas ngerti perasaan kamu. Mas ngerti banget yang kamu rasain sekarang. Ikhlas memang berat. Tapi hadiahnya luar biasa." Faisal memberikan nasihatnya kepada sang adik ipar.

"Iya Mas. Aku masih harus belajar ikhlas lagi. Aku harus belajar untuk bisa melepaskan dia bahagia bersama dengan orang lain."

Faisal tersenyum mendengar ucapan sang adik. Dia menepuk pelan bahu sang adik.

"Mas Nanda di sini ternyata," ucap seorang gadis cantik yang datang dari dalam rumah. Gadis berhijab itu tersenyum ramah pada Nanda.

"Eh Naima. Kok tiba-tiba ada di sini?" tanya Nanda kaget. Namun pemuda itu tak bisa menyembunyikan wajah meronanya.

Gadis bernama Naima itu tersenyum mendengar pertanyaan dari sang calon suami.

"Naima udah dari tadi di sini. Nemenin Bunda masak terus nemenin Mbak Vania kontrol kandungan," jawab Naima. Senyum manis tak lupa terpatri di wajah cantiknya.

"Kok nggak ada yang ngasih tahu sih kalau ada bidadari ku di sini?" ujar Nanda.

Wajah Naima bersemu merah mendengar perkataan Nanda barusan. Hatinya berbunga-bunga mendengar pujian yang terlontar dari mulut sang calon suami.

"Kami gemesin banget sih kalau lagi malu-malu gini," ucap Nanda. Tangannya ingin mencubit kedua pipi Naima yang bersemu merah itu.

Wajah Naima semakin memerah mendengar ucapan Nanda barusan. Dia menundukkan kepalanya dalam-dalam untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Ayo masuk. Udara malam nggak bagus untuk kesehatan," ajak Faisal.

Kedua muda mudi itu menganggukkan kepalanya masing-masing. Kemudian mereka mengikuti langkah Faisal masuk ke dalam rumah.

*****

Hari ini Citra sudah mulai masuk ke sekolah. Sejak pagi dia sudah terlihat sibuk menyiapkan keperluannya untuk sekolah.

"Kamu yakin mau masuk sekolah Dek?" tanya Wiwit.

"Iya Mbak. Aku udah ketinggalan pelajaran banyak. Jadi aku harus masuk sekarang," jawab Citra.

"Kamu udah baikan?" tanya Wiwit lagi. Wajahnya masih menyiratkan keraguan.

"Alhamdulillah udah Mbak. Aku udah ngerasa sehat." Senyum terkembang saat Citra menjawab pertanyaan Wiwit.

"Yakin Dek?" Kali ini Tegar yang bertanya pada Citra.

"Iya Mas. Aku udah sehat kok," jawab Citra.

"Mas antar jemput kamu mulai hari ini," ucap Tegar.

Citra sedikit terkejut mendengar ucapan Tegar. Bukan dia tak suka diantar jemput oleh kakaknya itu. Tapi dia tak mau merepotkan orang lain.

"Enggak usah Mas. Aku bisa berangkat sendiri," tolak Citra.

"Enggak. Mulai hari ini Mas akan agar jemput kamu. Mas nggak mau kejadian kemarin terulang lagi," tegas Tegar.

"Iya Dek. Lebih baik kamu diantar jemput sama Mas Tegar aja." Wiwit ikut menimpali ucapan sang kakak.

Citra tak bisa membantah lagi. Gadis itu hanya bisa mengangguk pasrah saat mendengar ucapan kakak-kakaknya itu.

"Ya udah Mas Tegar mau siap-siap dulu ya," ucapnya akhirnya.

"Oh iya Wit. Ada Rayhan tuh di depan," kata Tegar memberitahu.

Wiwit tersenyum mendengar perkataan sang kakak. Gadis itu lantas beranjak dari kamar Citra. Dia segera melangkahkan kakinya menuju ruang tamu rumahnya.

Sementara itu, Azwan tampak sedang bersiap untuk berangkat sekolah. Pemuda tampan itu tampak sedang memakai sepatunya di teras depan rumahnya.

"Wan," panggil Bu Mirna.

"Iya Ma. Ada apa?" tanya Azwan tanpa menghentikan aktivitasnya.

Perempuan paruh baya itu tersenyum mendengar suara sang anak. Perempuan yang masih terlihat cantik itu lantas mengambil tempat duduk di seberang sang anak.

"Mama mau ngomong sama kamu, boleh?" ujar Bu Mirna.

Kening Azwan berkerut mendengar ucapan ibunya itu. Tak biasanya sang ibu menyempatkan waktu untuk berbicara seperti ini.

"Mau nanya apa Ma?" tanya Azwan.

Bu Mirna menghela napas panjang sebelum melontarkan tanya pada sang anak.

"Mama dengar dari Anne, katanya kamu udah punya pacar. Apa itu benar?" tanya Bu Mirna. Wajah cantiknya tampak serius menanyakan hal itu pada anaknya.

Kali ini Azwan yang menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan sang ibu.

"Mama nggak bermaksud untuk ikut campur urusan kamu. Mama cuman pengin kamu jujur aja sama Mama," imbuh Bu Mirna.

Azwan masih terdiam mendengar ucapan sang ibu. Dia masih enggan untuk bercerita satu sekadar mengakui apa yang sedang ia rasakan saat ini.

"Enggak apa-apa kalau kamu nggak mau ngasih tahu sekarang. Tapi Mama harap, kamu bisa jaga diri. Jangan sampai kamu merusak nama baik keluarga terutama nama baik kamu sendiri," ucap Bu Mirna akhirnya.

Azwan hanya menganggukkan kepalanya mendengar ucapan sang ibu. Mulutnya masih tertutup rapat.

"Ya sudah. Buruan berangkat. Kamu masih harus jemput Citra kan?" ujar Bu Mirna. Senyum manis tersungging di wajah perempuan itu.

"Mama tahu Citra?" tanya Azwan tak percaya.

Bu Mirna menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Mama udah tahu siapa Citra. Dan Mama rasa dia cocok buat kamu. Dia gadis baik dan Mama dengar dia juara lomba ya kemarin?" ujar Bu Mirna.

"Iya Ma. Puisi yang Citra buat, Azwan daftarin lomba. Dan...." Azwan menyahuti perkataan sang ibu dengan senyuman lebar.

"Dan menang kan?" ujar Bu Mirna lagi.

"Mama kok tahu sih?" sahut Azwan kaget.

Bu Mirna tersenyum penuh arti. Wanita itu tak mau membunuh rasa cinta sang anak pada gadis pilihannya. Wanita itu justru memberikan lampu hijau untuk sang anak melanjutkan kisah itu. Selama sang anak bisa menjaga diri dan keluarganya, tak masalah bagi Bu Mirna.

Terpopuler

Comments

Gogot Puji

Gogot Puji

jawaban Wiwit keren deh

2023-05-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!