Bab 16

Citra tertunduk saat mendengar apa yang dikatakan oleh Pak Hamzah dan Bu Aminah. Dia tak percaya dengan apa yang menyapu gendang telinganya.

"Bapak sama Ibu bercanda kan?" ujar Citra memastikan pendengarannya.

"Enggak Sayang. Ini semua buat kamu." Bu Aminah berkata sembari membelai lembut rambut anaknya itu.

"Iya Nak. Hanya ini yang bisa kami berikan untuk kamu. Maaf belum bisa memberikan yang terbaik untuk kamu," sahut Pak Hamzah.

Mata Citra berkaca-kaca mendengar ucapan kedua orang tuanya. Dia tak pernah meminta sesuatu kalau itu memberatkan kedua orang tuanya. Dia lebih suka berusaha sendiri untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Citra memeluk erat sang ibu sambil mengucapkan rasa terimakasihnya. Gadis itu. bangga bisa menjadi bagian dari keluarga ini. Keluarga yang begitu hangat dan selalu memperlakukan anak-anaknya dengan baik dan adil.

"Citra sayang banget sama Bapak dan Ibu. Maaf kalau Citra masih belum bisa jadi kebanggaan Bapak dan Ibu," ucapnya di sela isak tangisnya.

Bu Aminah melepaskan pelukannya. Wanita itu mengusap air mata yang masih menetes di pipi anak gadisnya itu.

"Selamat ulang tahun ya Nak. Semoga apa yang menjadi cita-cita dan harapan kamu dikabulkan oleh Allah," ucap Bu Aminah.

"Selamat ulang tahun ya anak Bapak. Bapak nggak bisa ngasih apa-apa selain doa terbaik untuk kamu." Kali ini Pak Hamzah yang berkata pada sang anak.

"Semoga hadiah kecil dari Bapak sama Ibu bermanfaat buat kamu." Pak Hamzah melanjutkan perkataannya sembari menatap mata sang anak dengan lekat.

"Semoga kamu lebih semangat lagi ya nulisnya." Bu Aminah menambahkan.

Citra mengangguk. "Makasih Bapak, Ibu. Citra sayang kalian berdua."

Wiwit dan Tegar muncul dari dalam dengan membawa sebuah black forest kesukaan Citra. Di atasnya tertancap lilin berbentuk angka 16. Tegar tak mau kalah. Pemuda itu tampak membawa sebuah bungkusan kecil di tangannya.

"Selamat ulang tahun ya Dek." Wiwit mengucapkan selamat setelah meletakkan kue itu di meja.

"Selamat ulang tahun peri kecil Mas," ucap Tegar manis.

Citra menatap kedua kakaknya bergantian. Kemudian dia tersenyum manis pada keduanya. Tak lupa Citra mengucapkan terimakasih kepada kakak-kakaknya.

"Ini kado dari Mbak untuk kamu." Wiwit menyerahkan sebuah amplop yang sejak tadi disimpannya di saku bajunya.

Citra menerima amplop itu dan segera membukanya. Matanya berbinar saat mengetahui isi dari amplop itu yang ternyata adalah voucher belanja di toko buku.

"Makasih Mbak," ucap Wiwit.

"Dan ini dari Mas Tegar. Jangan dilihat bentuknya ya. Tapi tolong lihat kasih sayangnya." Tegar berkata sembari menyerahkan sebuah kotak pada Citra.

"Apa ini Mas?" Citra menerima bungkusan itu dengan kedua tangannya.

"Buka aja."

Citra merobek kertas yang membungkus kotak itu. Matanya berbinar senang saat melihat apa isi dari kotak itu.

Sebuah smartphone kekuatan terbaru menjadi kado dari Tegar untuk sang adik tercinta.

"Ini... ini buat Citra Mas?" Citra bertanya dengan senyum merekah.

Tegar mengangguk. "Iya. Mas sengaja beliin kamu ini supaya kamu lebih mudah untuk jelajah dunia maya."

"Tapi ingat. Jangan keasikan main sosmed sampai lupa belajar ya," imbuh Tegar.

"Kalau kamu sampai lupa belajar, ponselnya Ibu sita," tegas Bu Aminah.

Citra menatap sang ibu seraya menganggukkan kepalanya.

"Sekarang tiup lilinnya dulu dong. Habis itu kita makan bareng-bareng kuenya," ucap Wiwit.

Semuanya mengangguk setuju. Citra tampak memejamkan matanya memohon sebuah doa pada sang Pencipta. Tak lupa ia ucapkan rasa syukur pada sang Pencipta.

*****

Hari ini Citra dan kawan-kawannya libur karena anak-anak kelas 12 sedang menghadapi ujian akhir. Citra memanfaatkan hari liburnya dengan mengikuti kelas menulis yang diselenggarakan oleh seorang novelis terkenal indonesia.

Sejak pagi Citra sudah menghadap laptopnya yang terhubung internet di rumahnya. Wajahnya tampak serius mengikuti kelas itu sampai-sampai tak sadar jika ada seseorang yang tengah memperhatikannya.

"Serius banget sih," tegur Arga yang tiba-tiba sudah ada di sebelahnya.

Citra terlonjak kaget mendengar teguran dari Arga. Dia mengelus dadanya yang berdetak cepat. Lebih cepat dari cahaya kilat.

"Kamu Ga. Bikin kaget aja deh," kata Citra.

Arga tertawa melihat ekspresi kaget yang ditunjukkan oleh Citra.

"Habisnya kamu serius banget sih. Lagi ngapain sih?"

Citra menatap Arga kemudian matanya beralih menatap laptopnya. Di sana Citra sedang menulis sebuah sinopsis untuk tugas dari kelas menulisnya.

"Ooh... lagi ada kelas to. Sorry Cit aku nggak tahu," ucap Arga.

Citra tersenyum. "Enggak apa-apa Ga. Aku nggak marah kok," sahut Citra.

"Tumben main ke sini?" tanya Citra.

"Lagi kepengin aja. Soalnya aku lagi kangen sama kamu." Arga berkata sambil tersenyum manja.

Citra tersipu malu melihat senyuman manja yang ditunjukkan oleh Arga.

Hening menyelimuti keduanya. Tak ada yang bersuara selain jarum jam yang berputar.

Citra kembali menulis sinopsisnya. Sedangkan Arga tampak memperhatikan ke sekeliling ruangan itu.

"Sepi banget. Pada ke mana?"

"Bapak sama Ibu ke kios. Mas Tegar ada tugas jaga di stadion. Mbak Wiwit kerja." Citra menjelaskan kegiatan semua orang di rumahnya dengan rinci.

Arga manggut-manggut mendengar penjelasan dari Citra.

"Eh iya sampai lupa," ucap Arga.

"Ini ada titipan dari Bunda buat kamu." Arga menyerahkan sebuah paper bag besar pada Citra.

"Apa nih?" Citra bertanya dengan dahi berkerut heran.

"Buka aja. Kata Bunda itu hadiah ulang tahun buat kamu," ucap Arga lagi.

Citra tersenyum. "Makasih ya. Tolong sampaikan ke Bunda kamu, makasih banget."

"Iya sama-sama," sahut Arga.

Citra meletakkan paper bag pemberian Arga di samping tempat duduknya. Dia kemudian kembali fokus pada tugasnya.

"Dan ini hadiah dari aku." Arga menyodorkan sebuah kotak kecil pada Citra.

Citra yang kembali fokus pada pekerjaannya menjadi terkejut.

"Apa lagi ini?" tanya Citra.

Arga tersenyum seraya membuka kotak itu. Ternyata sebuah cincin perak tersimpan rapi dalam kotak itu.

"Maksudnya apa nih?" tanya Citra lagi. Dia sama sekali tak mengerti dengan maksud Arga memberinya cincin perak itu.

Arga meraih tangan Citra dan memasangkan cincin itu di jari manis gadis itu.

"Aku nggak bermaksud apa-apa kok. Tapi aku berharap. Dengan cincin ini aku masih punya kesempatan untuk menjadi seseorang yang spesial untuk kamu," ucap Arga.

Citra menatap mata Arga. Mata itu memancarkan ketulusan dan juga kesungguhan. Citra terpesona saat melihat sinar itu dalam sorot mata Arga. Tapi dia kembali teringat dengan sorot mata Azwan.

Ah! Kenapa harus mengingat dia? Arga jelas berbeda dengan Azwan. Arga seribu kali lebih baik dari lelaki pecundang itu.

"Aku tulus sayang sama kamu. Aku masih berharap kamu mau jadi wanita ku," ungkap Arga.

Citra tak bisa berkata-kata saat mendengar ungkapan cinta Arga. Matanya masih saja menatap Arga tanpa berkedip.

"Izinkan aku mencintai kamu setulus hati aku. Izinkan aku menyayangi kamu segenap jiwa raga ku," ucap Arga lagi.

Citra semakin tak bisa berkata-kata mendengar ucapan penuh cinta dari Arga. Dia tak bisa membuka mulutnya untuk berbicara. Lidahnya terasa kelu saat mendengar ungkapan cinta Arga.

Keduanya masih saling menatap. Tangan Arga juga masih menggenggam erat tangan Citra. Pemuda itu tak ingin melepaskan genggaman tangannya barang sedetik saja.

Di luar rumah, sepasang mata menatap penuh kebencian kepada mereka berdua. Ada sorot tak ikhlas dan tak rela melihat kedua anak manusia itu merasakan kebahagiaan.

Mata pemuda itu terus menyorot tajam ke arah Citra dan Arga. Kedua tangannya terkepal kuat. Urat-urat di sekitar kepalanya bersembulan. Menandakan emosinya yang membuncah hingga ke ubun-ubun.

"Jangan berduaan aja. Nanti yang ke tiga setan."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!