7 Purnama
. "Maaf! Rama adalah pacarku sekarang." Arisa mengucap dengan lantang seraya meraih lengan Rama didepan seluruh teman sekelasnya. Keadaan yang semula bising kini berubah hening ketika pengakuan tersebut di lontarkan dari mulut Arisa langsung. Melihat situasi sudah membaik, Rama membawa Arisa ke halaman yang berada di samping sekolah. Ditatapnya dengan dalam manik cokelat milik Arisa yang sayu dan teduh namun menyimpan sebuah keceriaan di baliknya.
"Maaf Rama. Tapi aku tidak mau tersenyum lagi. Semakin aku tersenyum menuruti keinginanmu, semakin banyak siswa laki-laki yang menggangguku. Aku tak suka dan aku juga tak menyukai mereka."
"Tidak Aris. Bukan itu maksudku? Apa maksudmu mengatakan bahwa aku adalah pacarmu"
"Aku tak tahu." Dengan wajah datar dan sulit di tebak Arisa menjawab seraya memalingkan wajahnya. Tatapannya semakin sayu namun tetap saja Rama tak tahu apa isi hati Arisa.
"Jangan memberi harapan jika hanya untuk menenangkan keadaan. Aku tak ingin berharap lebih padamu Aris. Mendengar pengakuanmu ini bagaimana aku tak jatuh terlalu dalam? Aihhhh bisa-bisanya orang sepertiku menyukai seorang putri sepertimu." Rama menjauh dengan perasaan yang tak karuan. Meski Rama terlihat frustasi, Arisa masih terdiam membeku menatap Rama dengan dalam.
"Katakan!" Lirih Arisa yang tidak terdengar sedikitpun. "Katakan Rama!" Sekali lagi Arisa sedikit berteriak sehingga Rama menoleh ke arahnya. Perlahan Rama kembali mendekat, lalu meraih bahu Arisa dan menatapnya kian mendalam.
"Aris. Aku....." Rama menggantungkan kalimatnya, ia terlihat ragu mengutarakan apa yang sedang ada di dalam hatinya.
"Aku mencintaimu. Tapi aku tak ingin meninggalkanmu karena penyakitku Aris. Aku ingin terus bersamamu. Ahhh sangat ingin. Tapi kanker hatiku sudah stadium 4."
"Rama..." lirih Arisa menatap Rama dengan penuh harap.
"Aris. Aku memang mencintaimu, dan aku sangat berharap kau menjadi pendampingku. Bukan hanya sekarang, tapi sampai nanti." Akhirnya Rama mengutarakan perasaannya meski sebenarnya di balik kalimat itu ada arti lain. Rama tak bisa menemani Arisa lebih lama. Dokter yang menanganinya sudah berkata bahwa umurnya tidak sampai satu tahun lagi. Bisa saja dalam waktu dekat Rama juga akan mati.
"Kalau begitu, berjanjilah padaku Rama. Berjanji untuk selalu ada untukku. Kau sudah tahu keadaanku dan keluargaku. Aku ingin kau bersamaku sampai nanti salah satu diantara kita ada yang mati."
"Aku ada satu permintaan untukmu." Ucap Rama seraya menghela nafas dalam sesaat sebelum ia melanjutkan ungkapannya. "Temani aku di sisa hidupku." Lanjutnya menyimpulkan senyum di bibir Arisa.
"Ya Tuhan... berikan aku waktu setidaknya sampai 7 purnama. Itu lebih dari cukup untukku dan aku akan sangat senang menghabiskan waktuku bersamanya." Batin Rama mulai tak bisa mengontrol detak jantungnya.
"Ah aku berjanji." Mendengar jawaban Arisa tersebut Rama meraih dadanya yang berdenyut. Arisa meraih Rama yang mendadak terbatuk dan terus menutupi bagian mulutnya.
"Sial." Batin Rama yang berlari meninggalkan Arisa menuju toilet. Arisa yang sudah terlanjur khawatir pun menyusul Rama dan menunggunya diluar.
. Arisa Fandhiya Putri adalah seorang anak dari keluarga berada dan memiliki paras cantik yang mungkin bisa memikat hati setiap laki-laki. Pada awalnya, Arisa sangatlah tertutup dan bahkan nyaris tak punya teman. Hal itu disebabkan oleh kurangnya kasih sayang dari keluarga. Sampai ia dipertemukan dengan Rama yang bisa merubah sikap dinginnya menjadi lebih hangat. Meski satu sekolah, Arisa dan Rama tak pernah berinteraksi sedikitpun.
Keduanya saling mengenal dan mulai dekat ketika mereka masih berada di kelas 11. Karena berbeda kelas dan Arisa yang jarang keluar kelas membuat keduanya nyaris tak pernah bertemu sama sekali.
. Rama keluar dari toilet dengan mengusap wajahnya yang sudah ia basuh dengan air. Rama terlihat terkejut mendapati Arisa masih menunggunya meski ia lama di dalam toilet.
"Rama. Ada darah." Lirih Arisa dengan mata sedikit membulat meraih pipi Rama yang terhenyak dan secepatnya mengusap bercak darah tersebut dengan tangannya.
"Ah... emm tadi.... tadi aku mimisan. Mungkin darahnya ke pipi. Hehe." Tatapan Arisa semakin tajam, ia merasa tak percaya dengan jawaban Rama tersebut.
"Kau tidak menyembunyikan sesuatu dariku kan?" Tanya Arisa dengan wajah semakin dekat pada Rama yang memalingkan wajahnya karena gugup.
"Ehehe Aris. Wajahmu terlalu dekat. Nanti orang lain bisa salah faham." Mendengar teguran Rama ini, Arisa berbalik dan melangkah lebih dulu sehingga Rama bisa menghela nafas lega.
"Hei Rama." Panggil Arisa dengan tiba-tiba dan terhenti sedikit jauh dari Rama. Rama sendiri hanya mendongak menunggu apa yang ingin Arisa katakan selanjutnya.
"Kau menganggap ku sebagai pacar atau tidak?"
"Eh?" Rama hanya menanggapi demikian, ia memiringkan wajahnya dan terheran sendiri mengapa Arisa harus bertanya. Bukankah mereka sudah saling mengutarakan perasaan satu sama lain?
"Tentu saja." Rama menjawab seraya menyusul Arisa di depannya.
"Nanti malam mau lihat purnama tidak?" Tanya Rama kembali memulai obrolan mereka seraya berjalan berdampingan.
"Boleh. Di rumahku ya!"
"Yaahhh aku malu pada ayahmu."
"Ya siapa suruh kau menumpahkan teh di depan ayahku?"
"Aku gugup Aris. Tubuhku gemetaran." Sontak Arisa tertawa kecil mengingat kejadian tempo hari saat Rama berkunjung ke rumahnya dan di sambut langsung oleh Yugito. Rama gemetar hebat mendapati berbagai pertanyaan yang di lontarkan Yugito padanya. Bagaimana tidak menginterogasi, Yugito merasa penasaran siapa Rama dan mengapa ia selalu datang ke rumahnya untuk menemui putrinya.
. Malamnya, sesuai rencana Rama datang menemui Arisa kembali ke rumahnya untuk melihat purnama bersama. Arisa turun dan menghampiri Rama yang menunggu di gazebo taman. Keduanya beralasan untuk belajar bersama agar orang tua mereka tidak berpikir yang aneh-aneh. Rama memandangi purnama dengan begitu dalam sampai Arisa sendiri merasa terheran mengapa Rama terlihat seperti tengah bersedih.
"Purnama pertama ya?" Arisa menyipit mencoba menebak maksud dari ucapan Rama. Rama yang menyadari suaranya tadi terdengar oleh Arisa pun tersadar dan menoleh pada gadis pujaannya.
"Maksudku purnama pertama kita sebagai sepasang kekasih. Alias pacaran. Hehe." Arisa mengangguk dengan wajah sedikit memerah. Benar! Iya kini punya seorang yang bisa menjadi alasan untuknya bertahan hidup di lingkungan keluarga yang tak pernah ia dapatkan kasih sayangnya.
"Rama. Janji ya. Jangan meninggalkanku apapun alasannya." Sontak Rama menoleh pada Arisa dengan perasaan yang berkecamuk. Bagaimana ia bisa berjanji, sedangkan waktunya untuk hidup saja tak tahu sampai kapan. Ia berharap bisa lebih lama dengan pacar yang sebetulnya sangat ia sayangi jauh sebelum mereka berpacaran.
"Benar! Tuhan. terima kasih atas 7 purnama kemarin sebelum dia benar-benar menjadi bagian dari kebahagiaanku. Kebetulan yang sangat berkesan." Batinnya menyimpan rasa bahagia.
-bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments