Bab 2

. Pagi yang cerah, Arisa menyalakan mobilnya yang di belikan Tio di hari ulang tahunnya di tahun yang lalu. Sebagai janji ayahnya yang akan mengizinkan Arisa mengemudi setelah ia berusia 17 tahun.

Sudah tak heran jika ada siswa membawa mobilnya ke sekolah. Pasalnya sekolah yang Arisa pilih ini sebagian siswanya memang dari keluarga berada. Salah satunya Reski yang merupakan teman Rama, Rafael dan Gibran yang sempat mengatakan perasaannya pada Arisa namun Arisa tolak. Arisa kini duduk di bangku kelas 12 semester 2. Persiapannya untuk ujian akhir bisa ia gunakan sebagai alasan agar bisa bersama Rama setiap waktu. Seperti biasa, Rama menunggunya di depan koridor perpustakaan yang kebetulan terletak di bagian depan sekolah.

"Hei. Kau Rama kan? Orang sepertimu tak mungkin benar-benar menjadi pacar Arisa. Aku yakin pasti ada rencana tersembunyi." Seorang siswa laki-laki dari kelas sebelah sedikit mendorong bahu Rama dengan tatapan merendahkan.

"Hei Rafael. Kau jangan bicara begitu. Nanti dia sakit hati." Timpal yang lainnya lalu tertawa mengejek pada Rama yang tak sedikitpun membalas makian mereka.

"Kau masuk kesini jalur prestasi kan? Harusnya kau sadar diri. Gibran saja yang jelas-jelas menjadi pewaris sah keluarganya di tolak mentah-mentah oleh Arisa. Lalu kau? Punya apa kau?" Rafael kembali menyudutkan Rama di antara teman-temannya yang menghalangi agar Rama tidak kabur.

"Aih.... kalian akrab dengan pacarku?" Seketika semua mata tertuju pada pemilik suara yang terdengar dari belakang Rafael.

"Hei sayang. Yang pantas menjadi pacarmu itu aku. Kita sama-sama anak pengusaha. Dan dia? Apa yang kau lihat dari dia?" Rafael menunjuk Rama dengan tatapan mengarah pada Arisa yang mengedikan bahu dengan santai. Arisa berjalan menghampiri mereka lalu meraih lengan Rama seakan menegaskan bahwa dirinya hanyalah milik Rama.

"Kau tak tahu? Rama ini sangat kaya. Kau belum pernah ke rumahnya kan? Pasti kau iri." Arisa balas mengejek Rafael yang terheran di buatnya.

"Semua angkatan kita sudah tahu siapa Rama. Dia anak orang miskin yang masuk ke sekolah ini dengan beasiswa dan rumah mereka tidak layak huni." Terdengar nada kesal mulai di lontarkan Rafael pada Arisa yang berbalik memojokkan dirinya.

"Lantas bagaimana rumah layak huni menurutmu tuan muda Permana?"

"Ohh jelas seperti rumah kita. Yang mewah, besar, dan serba ada."

"Lalu apa kau menemukan kebahagiaan disana?" Pertanyaan Arisa ini berhasil membuat Rafael terdiam dan mendadak gugup. Ia masih tak paham dengan maksud Arisa yang terasa begitu memojokkannya.

"Biar aku perjelas. Rafael! Aku Arisa Putri tidak bangga menjadi anak orang kaya yang kau sebut-sebut itu. Aku lebih suka jika hidup seperti Rama dengan keluarga yang kaya akan kasih sayang. Aku yakin! Bukan hanya aku yang merasa kesepian meski di rumah serba ada dan hanya tinggal meminta. Tapi kau juga kan? Sebenarnya kau kesepian karena ayahmu sibuk bekerja dan ibumu sibuk menumpahkan kasih sayangnya pada adikmu." Melihat Rafael yang tak lagi bersuara, Arisa menarik lengan Rama menjauh dari hadapan para berandalan sekolah yang mengaku sebagai anak orang kaya.

Rama melirik Arisa yang terus berjalan dengan wajah datar dan dingin seperti awal mereka kenal. Rama tahu Arisa tengah marah yang entah pada siapa. Terlihat dari kelopak matanya yang mulai berembun lalu perlahan terjatuh diantara pipi chubby nya.

"Aris." Lirih Rama membuat Arisa terhenti lalu mengusap air matanya.

"Maaf. Aku menangis lagi di depanmu."

"Tak apa. Kalau ada masalah, cerita saja. Aku akan mendengarkan semua masalahmu."

"Terima kasih. Tapi nanti pulang sekolah aku ingin ke taman kota."

"Baiklah... kita pergi kemanapun tuan putri mau." Rama terkekeh seraya merangkul pundak Arisa dan kembali berjalan menuju kelas.

Naufal dan Reski menghampiri Rama dan mengungkit awal mula Rama dan Arisa dekat. Rama yang terlupa hanya mengelak sehingga Reski mengingatkan kembali pada mantan pacarnya yang tiba-tiba Rama putuskan dulu.

*flashback*

"Kita putus ya!" Meski sempat ragu, namun kata itu akhirnya terucap dengan sedikit rasa sesal. Namun, ia tak begitu menyesali keputusannya untuk memutuskan pacar yang hanya bertahan selama 7 bulan dengan tanpa ada perasaan apapun. Terkesan jahat, namun itulah yang Rama rasakan. 'Plak' tak lama setelah ia mengatakan itu, suara tamparan di samping kelas terdengar begitu nyaring.

"Uuuhhhh sakit itu." Ucap Reski dengan santai bersandar di tembok menonton pertunjukan yang begitu menarik baginya.

"Pasti." Timpal Naufal yang sama-sama bersikap santai. Setelah Dira pergi, Reski dan Naufal menghampiri Rama yang masih terdiam di tempatnya.

"Seperti sakit tapi tak berdarah, seperti di tikam tapi tak mati. Apa begini rasanya putus cinta?" Reski dan Naufal saling pandang mendapati pertanyaan Rama yang bahkan mereka saja tak bisa menjawab. Disini pelakunya jelas adalah Rama. Ia dengan wajah tanpa berdosanya mengungkapkan kata yang sangat menghancurkan hati wanita yang mencintainya.

"Sudah mau habis waktu istirahatnya. Ayo ke kelas!" Ajak Naufal yang mendahului kedua temannya. "Oh iya. Sekarang pelajaran pak Harun kan?" Lanjutnya dengan memutar tubuhnya dan memilih jalan mundur.

"Yahhh kau mau bolos kan?" Ejek Reski yang sudah mengetahui rencana licik Naufal jika jadwal pelajaran pak Harun.

"Eh... kali ini tidak ya..." Naufal mengelak dan masih berjalan mundur dengan santai, sehingga ketika di ujung lorong, 'bugh' ia terjatuh bersama siswa lain yang ia tabrak dengan punggungnya. Melihat temannya kecelakaan, Reski dan Rama bergegas menghampiri dan membantunya untuk sekedar berdiri.

Saat ketiganya tahu siapa yang mereka hadapi, pandangan mereka menunduk seketika lalu ketiganya serentak meminta maaf.

Tanpa bicara, Arisa tak menanggapi ketiga siswa di depannya ini. Saat Arisa hendak berlalu, dengan cepat Rama meraih lengan Arisa dan keduanya sempat berpandangan beberapa saat. Reski dan Naufal merasa tertegun akan keberanian Rama menyentuh putri seorang pengusaha kaya yang di kenal tak punya teman karena sikap dinginnya.

"Sikutmu terluka. Aku antar ke UKS." Ujar Rama kemudian menarik Arisa menuju UKS.

*flashback end*

Setelah mengingat cerita awal mula ia dekat dengan Arisa, Rama tertawa lalu melirik pada pacarnya di bangku lain.

"Benar. Dulu dia tak pernah tersenyum sama sekali. Huhhh jangankan tersenyum, melirik orang saja dia tak pernah. Tatapannya terus menunduk. Dia seperti tak ingin ada yang mengganggunya." Tutur Rama dengan sedikit mengeluh.

"Tapi kau berhasil membuatnya berubah kan? Lihat dia. Sekarang sudah bisa mengobrol dengan teman-teman yang lain." Reski ikut menatap ke arah Aris ayang kini tengah tertawa kecil di sela obrolannya dengan siswi lain.

-bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!