...Bermain Bersama...
Jam 7.32 waktu pagi hari.
Putri Astrid terbangun dari tidur yang nyenyaknya yang selama ini ia impikan. Sesudah mengangkat setengah badannya di tempat tidur dengan matanya masih terbuka setengah, hingga rambut masih acak-acak. Tangan Putri Astrid memegang Kevin di sampingnya, tanpa terasa ada aneh sama Kevin.
Alhasil Putri Astrid menoleh ke Kevin melihat dia tengah tertidur pulas.
"Perasaan ini anakku, tidak sih? Kok badannya sudah besar seperti anak 3 - 4 tahun?" gerutu Putri Astrid melihat tubuh Kevin.
Anehnya lagi Putri Astrid terheran sama Kevin.
"Ini lagi, kenapa ada tas kecil buatan aku. terpakai di tubuhnya saat tidur. E-ehh… Kevin ini malam bermain tidak sih?" gerutu Putri Astrid kembali terheran-heran.
Karena terherannya ini, Putri Astrid mengambil tas kecil di badan Kevin yang masih terpasang samanya di timpa tidurnya. Pelan-pelan Putri Astrid mengambil dengan mengangkat Kevin, setelah berhasil mengambilnya. Putri Astrid bangun dari tempat tidur, menyimpannya di gantungan baju Kevin. Akan tetapi Putri Astrid, tidak pernah penasaran akan isinya, sebab dalam pikirannya isi dalam tas kecil ini isi segala mainan Kevin. Padahal di dalamnya isi harta karun berharga punya Kevin.
Putri Astrid berjalan kemari ke tempat tidur untuk melihat Kevin secara teliti lagi, sambil berpikir perubahan yang dialami Kevin.
"Hmm … Pertumbuhan anak nih, kok cepat yah. Padahal baru 5 bulan setengah umurnya…" Pikir Putri Astrid melihat Kevin dari segala badannya.
"Apa ini pengaruh sihir angin, dengan dia jago makan serta ngemil cemilan buatku yah?" pikirnya kembali.
Puas memikirkan keanehan pada Kevin membuat Putri Astrid capek sendiri memikirkan banyak hal sampai akhirnya dia geram.
"Arghhh … b*doh amatlah, biarkan sajalah nama juga pertumbuhan bayi," geram Putri Astrid memikirkan keanehan ini.
Saking geramnya, Putri Astrid memutuskan untuk mandi saja untuk meredam kepalanya yang panas pada pagi hari. Gara-gara pagi hari sudah disambut dengan keanehan, sehingga banyak yang dipikirkannya.
Kevin merasa tertidur tidak peduli sama bunyi apapun, karena dia masih kelelahan.
Jam 9.12 waktu pagi hari.
Jam segini kebanyakan pelayan di Istana Cahaya sudah berkemas di segala ruangan yang telah ditentukan oleh Putra Arsenio, sehingga pekerjaan mereka sudah tertata rapi dan tidak berkalut lagi sama pelayan yang membuat keresahan dan pertikaian.
Tidak dengan Putri Astrid sang Putri di Istana Cahaya sini sudah membersihkan kamar terlebih dahulu dengan sihir daunnya, dari celah kecil sampai besar ia bersihkan dengan sihir daunnya. Selesai dari mandinya, memang sudah kebiasaan Putri Astrid membersihkan kamarnya secara mandiri tanpa menyuruh pelayan lain apalagi Pelayan Ruby.
Tidak luput juga, Putri Astrid berdandan di muka agar menjaga muka alaminya tetap segar serta menambah suasana menjadi lebih ceria dan tenang. Namun, dia terpikir lagi dengan Kevin yang belum mandi dan tertidur pulas di tempat tidur. Akhirnya dia harus menghampirinya.
Ketika Putri Astrid menuju tempat tidur sampailah ia di sana. Lucunya, Putri Astrid harus melihat tidur Kevin terlentang di tempat tidur dengan meliur di bantalnya. Putri Astrid melihat kecerobohan anaknya kemudian membangun.
"Hei Kevin, bangun… bangun nih sudah jam 9 nih!" suruh Putri Astrid membangunkan Kevin.
Aku awalnya tertidur pulas tengah bermimpi tidak sengaja mengeluarkan suaraku.
"Ihhh… nanti ibu. Aku nak lanjut tidur." Resahku terganggu tidur.
Putri Astrid awalnya tidak sadar anaknya sudah berbicara malah menyahut suaranya.
"Bangun, tidak. Kalau tidak… Oh Kevin mah kena ini yah!" sahut Putri Astrid agak geram sama Kevin.
Hingga Putri Astrid langsung menjewer telingaku dengan menarikku untuk bangun.
"Adu– aduh.. Duh, Sakit… Ibu!!" ringisku kesakitan kena jewerku.
"Bangun tidak, lihat jam nih sudah jam 9. Kau masih belum mandi. Ihhhh bau jigong lagi tubuhmu!" marah Ibuku sambil menutup hidung tidak mampu mencium bau badanku.
Tetapi, jewerannya masih lengket di telingaku. Aku pun terbangun dengan kedua tanganku menarik tangan Ibuku.
"Iya, iya. Kevin bangun dan mandi… eh!" sahutku.
Namun, aku tidak sadar. Aku keceplosan berbicara pada Ibuku, padahal aku ingin menyembunyikan bahwa aku sudah berbicara akibat kesakitan tadi. Aku malah lupa mengendalikan emosiku.
"Hah, kenapa lalu diam tadi kau berbicarakan… eh… tunggu dulu?!" heran Ibuku lalu melihat diriku.
Ibuku mencurigai diriku dengan memberikan tatapan tajam padaku, dengan hawa-hawa menyuruh aku berbicara seperti tadi. Aku melihat Ibuku menatap seperti menutup mata sampai membuang mukaku.
"Tadi, Ibu dengar Kevin sudah bisa berbicarakan. Cobalah berkata pada Ibu!" suruh Ibuku yang menekan aku kuat dengan aura intimidasinya.
Aku tahu Ibuku mempertanyakan tentang ini, lalu aku menggelengkan kepalaku. Tahunya Ibuku menambah tekanan jeweran di telingaku. Sontak aku nak teriak sakit dan terus menarik tangan Ibuku.
"Kevin, ibu minta kau berbicara seperti tadi tuh. Ibu nak dengar kok, kalau tidak telingamu. Ibu sobek nih." Pekik Ibu yang sudah tidak sabaran menahan marahnya.
Aku tidak bisa apa-apa mengalihkan dengan tangisan kencangku.
"Arghhhh… uwah… uwah… " tangisanku yang pura-pura.
Ibuku melihat aku menangis karena terkena jeweran kuatnya, kemudian melepaskan jeweran itu dengan terkejutnya.
"Kevin, maafkan Ibumu menjewermu terlalu kuat. Aduduh… maafkan ibu terbawa suasana." Kejut Ibuku yang cemas aku menangis.
Dan aku di gendongnya ke pangkuan dada Ibuku dan aku berhasil mengalihkannya. Namun, Zack bersuara di waktu yang tidak tepat dan b*dohnya aku malah menjawabnya.
"Haruskah berdalih seperti itu, hahaha," ketawa Zack dalam cincinku tertawa lihat aku berdalih mengalihkan perhatian Ibuku.
"Minimal harus pandai main suasana Zack," sahutku yang sambil menunjukkan kehebatan.
Putri Astrid mendengar aku berbicara aku lagi, kemudian melihat lagi ke hadapanku.
"Kevin, jujur pada Ibu. Kau sudah bisa berbicarakan!" tekan Ibuku dengan tatapan matanya.
Aku pun lupa malah menjawab Zack, akhirnya aku pasrah dan jujur mengatakan ini semua pada Ibuku.
"Hmmm, iya Kevin sudah berbicara ibu…" Kekehku yang agak ketakutan melihat tatapan Ibuku.
Ibuku terdiam sebentar, melihat secara nyata anaknya bisa berbicara dengan cepat. Padahal di umur segini masa-masa bayi mengalami fase berbicara perkataan saja. Tidak bagiku yang sudah lancar berbicara dengan jelas.
"Coba katakan 'Ibu'," suruh Ibuku.
Aku pun mengikuti suruhannya.
"Ibu?"
Ibuku terkagum-kagum sama diriku dan dia menyuruhku sekali lagi.
"Coba kamu bilang, 'Ayahku bernama Arsenio Lucien',"
"Ayahku bernama Arsenio Lucien," ikut mengulang perkataan Ibuku.
Dan tiba-tiba Ibuku memanggil Ayahku dengan keras-keras.
"ARSENIO KEMARILAH!!" teriak Ibuku dengan suara kerasnya.
Suara teriakkan Ibuku ini, membuat aku menutup telinga karena tidak tahan mendengar suara keras ini.
Sebentar di teriak tadi, ayah dari anak ini datang ke kamar Ibuku.
"Ada apa Astrid? Kenapa kau berteriak padaku?" tanya Arsenio yang tergesa-gesa karena habis berlari.
Putri Astrid kemudian membalikkan kepalanya ke belakang. Arsenio masuk menghampiri Putri Astrid karena melihat wajahnya yang agak sedih bercampur bahagia.
"Kenapa Astrid? Jelaskan padaku dengan serius." Tegas Arsenio memegang bahu istrinya.
Putri Astrid pun memberitahu Arsenio.
"Anak kedua kita sudah berbicara sekarang," terang Putri Astrid dengan menatapi Arsenio.
Arsenio mendengar terangan dari istrinya masih belum percaya.
"Hah? Umurnya baru 5 bukan sudah bisa berbicara?" ujar Arsenio yang masih belum percaya.
Putri Astrid merasa jengkel sama suaminya tidak percaya sama perkataan lalu membuktikan dengan menyuruh anaknya untuk berbicara.
"Kevin, coba bungkam Ayahmu itu dengan segudang kata nyata untuk Ayahmu ini." Suruh Ibuku yang agak jengkel sama Ayahku.
Suruhan Ibuku ini membuat aku tidak bisa menolak, karena aku takut dijewer lagi. Sehingga aku mengingat novel sebelumnya aku baca tentang sifat Ayahku.
"Ayah orangnya sibukkan,"
"Sudah itu, malas mengajak ibu dan aku keluar jalan-jalan,"
"Sukanya menyendiri, jarang melihatku,"
"Dan terakhirnya orang super dingin seperti Kutub Alzer," sebutkan terakhir mengenai sifat Ayahku.
Lalu Ibuku dengan senang memelukku.
"Sayang, Kevin. Perkataan semua benar mengenai sifat Ayahmu," senang Ibuku memelukku.
Ayahku berasa di belakang terdiam karena merasa tertampar dengan realita dari anaknya berbicara seperti itu.
"Gimana percayakan kau sekarang Arsenio. Daripada kamu terdiam kau bersama Kevin dulu. Aku mau masak makanannya, dadah." ucap Ibuku memindahkan aku ke Ayahku dan meninggal aku berdua dengan Ayahku di kamar.
Klik…
Situasi pun menjadi canggung karena baru ini aku di gendong oleh Ayahku. Karena pertama kali aku baca novel bahwa Ayah dari kedua anak ini sangat dingin dan hanya sepatah kata saja kalau berbicara.
Tapi tiba-tiba, suasana pun berubah jadi ceria.
"Wah, anak Ayah ini sudah bisa berbicara dulu dari kakaknya hebat," ujar Ayahku senyum menggendongku ke atas langit.
Aku bingung dengan reaksi ini berbeda dengan yang ada di novel sebelumnya. Aku pun berusaha untuk berbicara dengan Ayah, agar ke depannya komunikasi kami tetap lancar dan tidak tertumpu.
"Ayah, Kevin ingin mandi. Kata ibu tubuhku bau jigong," Kataku ingin mandi.
Ayahku mengetahui langsung mencium pipiku dan bau tubuhku.
"Sini Ayahmu giliran yang akan memandikanmu, habis mandi Ayah akan mengajakmu pergi kamar Ayah," ucap Ayahku tersebut.
Dan aku diletakkan ke tempat tidur Ibuku yang belum dikemas tadi. Ayahku mengambil segala handuk dan pakaianku.
Kemudian Art muncul memberikan notifikasinya.
...[Selamat pagi Tuan Mike.]...
...[(◍•ᴗ•◍)]...
'Pagi juga, tumben kau Art memberiku salam pagi seperti ini?' tanya bingung melihat Art.
...[Hari ini cukup menyenangkan bagi Art. Karena Art akan update data ke versi 2.0. Maka sebelum itu Art meminta persetujuan dari pengguna Art ini.]...
...[(゚▽^*)☆]...
'Berarti Art tidak akan timbulah?' tanyaku kembali.
...[Iya, selama update. Waktu Art tidak akan di tentukan sampai proses program ini selesai Art akan timbul tanpa pemberitahuan.]...
Aku terpikirkan sama Art pun memutuskan mempersetujukan ini karena demi kebaikan Art dan juga aku sebagai pengguna.
'Iyalah Art. Aku setuju dengan kau sekarang. Jadi updatelah dirimu ke versi 2.0 aku akan setia menunggumu.' jelasku.
Art pun senang mendengar penjelasan aku kemudian Art berkata.
...[Terima kasih Tuan Mike, Art akan Update sistem data ini jadi tunggu dalam waktu lama.]...
...[ヾ(^-^)ノ]...
...[Eh Art, lupa. Titip salam sama Zack yah. Bentar lagi aku akan menemumu hehe.]...
...[(。>‿‿<。 )]...
Dan tiba-tiba mengeluarkan katanya.
'Pergi kau sana! Jangan ketemu dengan aku dasar makhluk tidak dikenal!" marah Zack yang namanya terpanggil oleh Art.
Dalam pikiranku semuanya sempatnya Art mengingat Zack yang berada dalam cincin sihirku di tangan. Akhirnya Art pun senyap untuk update data baru, semoga saja update data ini berjalan lancar agar bisa berkomunikasi denganku.
Walaupun Art ini agak cukup buat diriku kesal, resek dan jahilnya kau sudah berbicara padaku.
'Eh, tunggu mana hadiah penyelesaian misi ini!" pikir lupa menariknya hadiah penyelesaian ini.
Aku ingin berbicara lagi Ayahku sudah datang menuju diriku.
"Kevin, ayo Ayah mandikan kamu sambil bermain kapal yang ibumu bilang pada Ayah." Ajak Ayahku menyodorkan tangan.
"Iya Ayah," terimaku pada ajakan Ayah.
Hingga Ayahku menggendongku keluar dari kamar ibuku ini pergi ke sebuah tempat pemandian Ayahku yang besar.
Ayahku juga tidak lupa dia membawa baju gantiku habis mandi nanti.
Ketika lagi jalan Ayah berbicara padaku tentang kejadian kamarku yang meledak pada bulan lalu.
"Kevin, Ayah ingin bertanya kejadian meledak kamarmu itu berasal dari apa sebenarnya? Ayah penasaran sama sumber ledakan itu?" tanya Ayahku bertanya tentang ledakan yang terjadi di kamarku.
Aku pun menjelaskan semuanya.
"Itu Ayah, awal mulai dari mainan kotak mainan labirin inikan. Semacam teka-teki gitu, nah Kevin bermainlah teka-teki itu dengan memasukkan bola ke tengah labirin kotak karena ada rintangan jadi Kevin berusaha melewatinya," jelasku.
Ayahku mendengar ini dengan serius.
"Terus gimana lagi Kevin?"
"Jadi, ketika Kevin sudah menyelesaikan semua teka-tekinya. Kevin mendapatkan sebuah sihir Ayah!" sambungku.
Sontak Ayahku terkejut mendengarkan aku mendapatkan sebuah sihir.
"Apaan sihir apaan? Coba beritahu Ayahmu ini!" pinta Ayahku penasaran sihir yang aku dapat.
Lalu aku jelaskan sihir yang aku dapatkan.
"Itu Ayah, sihir elemen angin. Dari situ Kevin mendapatkan dari kotak mainan labirin, dan tiba-tiba kotak mainan labirin itu ke atas langit Kevin. Yah," jelasku kembali dengan sedetailnya aku mengingat kejadian ledakan. Walaupun aku buatnya singkat asal Ayahku dapat menyimpulkannya.
"Dan meledak Yah. Duarrrr suara ledakan itu pecah, untungnya Ibu melindungi Kevin dan Pelayan Ruby dengan sihir daunnya," tambahku terhadap penjelasan terakhir.
Ayahku dengan gemas melihat tingkah yang menjelaskan ini ketawa.
"Gimana Kevin suara ledakan tadi?" tanya Ayah dengan menyembunyikan ketawa kecilnya di bibirnya.
"Duarr Ayah, besar ledakannya!" jawabku.
Seketika Ayahku tidak tahan menahan ketawa karena melihat tingkahku menjelaskan bunyi ledakan itu.
"Hahahaha, Kevin. Kevin."
"Kedepannya, Ayah akan menguji sihir anginmu yah," beritahu Ayahku sambil tertawanya.
Aku merasa tidak sabar apa yang Ayah uji, maka aku mempersiapkan kekuatanku dan sebisa mungkin aku menyembunyikan hawa Cincin Spirit Roh Naga Angin.
"Iya yah," jawabku kepada Ayah dengan singkat.
Dan tidak terasa, Ayahku sudah membawa aku berjalan begitu panjang menuju tempat pemandian. Aku rasa tempat ini sangat jauhlah, untuk menuju sana cuma aku berbicara terus jadi terasa menuju kesana.
Ketika sudah sampai Ayahku membuka pintu. Masuklah kami ke dalamnya dan tempatnya begitu megah dan arsitektur yang sangat memanjakan mata membuatku ingin langsung mandi di air tempat pemandian ini.
"Gimana Kevin, apa kau suka tempat pemandian Ayahmu ini?" tanya Ayahku sambil menunjukkan tempat ini.
"Iya yah, aku suka. Apa aku bisa berenang di sana?" pintaku.
Dan Ayahku mengizinkan aku untuk berenang di pemandian itu.
"Silahkan Kevin," ucap Ayahku menerima permintaan itu.
Lalu aku diturunkan dari gendongan Ayahku dan berlari ke pemandian air panas, dengan cepat aku membuka baju, celana hingga pakaian dalam. Langsung melompat ke dalam pemandian tersebut.
Begitu dengan Ayahku juga yang ikut mandi, langsung melepaskan baju dan langsung sama-sama melompat ke pemandian air panas. Keseruan pertama kalinya aku bermain dengan Ayah orang lain secara nyata.
Karena dulu aku tidak pernah melihat sosok Ayah seperti apa, tapi hari ini aku cukup senang untuk bermain air bersama Ayah. Untuk waktu yang lama ini.
"Hahaha, kau kalah Kevin." Ketawa Ayah menyipratkan air panas ke badanku.
Aku hanya bisa berlindung di dengan kedua tangannya dan membalasnya.
"Ah, Ayah curang," keluhku.
"Mana ada Ayah curang, tanganmu kurang besar siramkan Ayah!" balas dari Ayahku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Life is just an illusion🥲
menemu apa kok agak beda yah ini sama yang lama wkkwkw
2023-08-17
0
Life is just an illusion🥲
bodoamat wkkwke
2023-08-17
0