Menikahi Suami Sahabatku

Menikahi Suami Sahabatku

Kenapa Harus Dia ?

“Milea, aku hamil !”

Milea tersentak mendengar pengakuan Dina saat mereka sedang duduk di kantin sekolah selesai ujian akhir kelas 12.

“Serius ?” mata Milea membola. “Apa Arkan sudah tahu soal ini ?”

“Belum dan jangan kasih tahu dulu. Please,” Dina mengatupkan kedua jemarinya, memohon pada Milea.

“Kenapa ? Bukannya elo bisa minta tolong sama dia untuk mengejar laki-laki yang sudah menghamili elo ? Dia teman elo dari kecil, jadi pasti nggak akan keberatan nolongin elo.”

“Nggak usah, jangan sekarang. Dia lagi bahagia banget sama elo, jadi biar dia fokus sama hubungannya sama elo aja.”

Milea menghela nafas melihat sikap keras kepala Dina. Kalau sudah begini, Milea yang sudah hafal dengan karakter Dina menganggap tidak ada gunanya memaksa.

***

“Milea, gue akan menikah dengan pria yang bersedia bertanggungjawab atas kehamilan gue ini. Elo harus datang sebagai sahabat terbaik gue.”

Milea langsung memeluk Dina, ikut bahagia setelah 3 bulan lalu Dina memberi kabar kehamilannya.

Untung saja semua kegiatan sekolah sudah berakhir, ditutup dengan acara perpisahan yang baru berlangsung semalam, karena perut Dina mulai terlihat membesar. Menurut pengakuan Dina, kehamilannya sudah masuk usia 5 bulan.

“Din, gue bisa minta tolong ?” Milea menyela di antara celoteh kebahagiaan Dina soal kehamilannya.

“Kenapa ?”

“Udah 3 minggu ini Arkan menghindar dari gue, pesan gue nggak pernah dibaca apalagi dibalas. Semalam gue ajak ngomong, Arkan juga menghindar. Gue nggak berani datang ke rumahnya. Elo tahu sendiri gimana sikap orangtuanya terutama maminya sama cewek yang dekat sama Arkan kecuali elo, kan ? Semoga aja setelah elo nikah, orangtua Arkan bisa terbuka dan menerima kalau elo bukan jodohnya Arkan.”

“Terus elo maunya gimana ?”

“Tolong tanyain Arkan kenapa dia mendiamkan gue begini ? Pas gladiresik sebelum perpisahan, gue sempat lihat beberapa lebam di mukanya. Jangankan menjawab pertanyaan gue, dideketin aja dia kagak mau.”

“Mungkin dia lagi fokus sama urusan kuliahnya. Kan nggak jadi berangkat ke Amerika. Arkan kuliah di Jakarta.”

“Beneran ?” mata Milea membola. “Arkan nggak bilang apa-apa sama gue,” Milea terlihat kesal.

“Sabar aja sih, mungkin dia lagi pusing.”

“Tolong minta dia balas wa gue atau telepon. Kalau memang mau putus nggak apa-apa asal semuanya jelas, jangan digantung begini.”

Dina hanya mengangguk-angguk sambil menikmati makanan dan minuman porsi keduanya.

Hingga seminggu berlalu, Milea sudah berada di kamar Dina, memperhatikan sahabatnya yang sedang dirias oleh MUA.

Hari ini Dina akan mengikat janji suci dengan pria yang bertanggungjawab atas kehamilannya. Siapa namanya dan seperti apa wajahnya, Dina tdak pernah mau memberitahu Milea.

Hari ini wajah bahagia Dina membuat wajah cantiknya makin bersinar.

Meski Milea masih gelisah karena Arkan tak juga memberi kabar atau kepastian padanya, Milea tetap menunjukkan kebahagiaan atas pernikahan sahabatnya.

Milea bertekad akan mencegat Arkan yang pasti akan datang ke pernikahan Dina.

“Cantik,” puji Milea tulus saat Dina sudah selesai berdandan.

“Sepertinya anakmu perempuan dan akan menjadi putri yang cantik seperti mamanya,” ujar Milea sambil mengusap perut Dina yang mulai membuncit.

“Dan akan baik seperti mami angkatnya,” Dina tertawa sambil merangkul bahu Milea.

Keduanya turun ke bawah. Acara pengukuhan pernikahan Dina akan dilangsungkan di halaman rumah keluarganya yang megah dan luas.

Dina dan Arkan memang berasal dari keluarga kaya raya dan kedua orangtua mereka sudah berteman lama. Gagal menjodohkan kedua anak sulung mereka, Dina dan Arkan mendapat giliran untuk menjadi pengikat kedua keluarga itu. Keduanya dijaga ketat agar tidak memiliki kekasih karena mereka sudah dijodohkan.

Milea merapikan gaun pengantin Dina yang memiliki buntut sepanjang 1 meter hingga belum sempat melihat siapa calon suami Dina yang ternyata baru saja tiba dan berdiri di depan menanti Dina yang akan menghampiri bersama papanya.

Milea menyerahkan bunga tangan yang baru saja dibawakan oleh wedding organizer dan sekarang ia bisa berdiri memandang calon suami Dina.

Mata Milea langsung membelalak dan mulutnya sedikit terbuka. Jantungnya berdebar tidak menentu dan perlahan tubuhnya bergetar menahan rasa terkejut yang tidak diharapkannya.

Di depan sana, Arkan berdiri mengenakan tuxedo, bersiap menanti Dina, calon pengantinnya.

Milea mengepalkan kedua tangannya untuk menahan gemuruh yang ingin meledak dalam hatinya.

Terjawab sudah kenapa Arkan menghindarinya selama 3 minggu terakhir dan kenapa wajah Arkan sempat lebam di beberapa bagian.

Tapi kenapa harus Arkan ? Kenapa kekasih Milea yang menjadi calon suami Dina ? Apa kedekatan mereka sejak kecil membuat keduanya khilaf dan melakukan perbuatan terlarang hingga Dina hamil.

Berkali-kali Milea menarik nafas panjang untuk menahan rasa sakit, kecewa, marah sekaligus sedih yang rasanya ingin dia muntahkan dengan serentetan pertanyaan dan makian.

Rasanya Milea ingin berlari dari tugasnya sebagai bride”s maid. Kenapa Dina tega melakukan ini semua padanya ? Kenapa Dina tidak bicara terus terang kalau Arkan adalah pria yang akan bertanggungjawab atas janin yang dikandung Dina ? Bagaimana mungkin Dina masih bisa tersenyum dan memintanya sebagai mami angkat anaknya dengan Arkan ?

Dina adalah sahabat baiknya sejak SMP. Meski secara ekonomi keduanya berbeda namun sikap Dina tidak pernah meremehkan Milea. Hingga akhirnya di saat mereka kelas 10, Dina memperkenalkan Milea pada Arkan, teman kecilnya yang baru saja pindah rumah menjadi tetangga Dina.

Menjelang akhir kelas 10, Dina juga yang menjodohkan Arkan dengan Milea sampai akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih.

Arkan dan Dina pernah bercerita kalau mereka menolak perjodohan yang sudah ditentukan oleh para orangtua hanya karena persahabatan yang sudah lama terjalin.

Awalnya kedua orangtua Arkan dan Dina ingin menjodohkan Dino, kakak Dina dan Arumi, kakak Arkan. Usaha perjodohan itu gagal dan akhirnya dilimpahkan pada Arkan dan Dina.

“Dengan ini saya nyatakan kalian sebagai suami dan istri. Silakan mempelai pria mencium mempelai wanita.”

Suara pemuka agama yang akhirnya menyatakan pernikahan Arkan dan Dina sah menciptakan rasa sakit yang luar biasa di hati Milea.

Milea menghela nafas saat Dina menoleh padanya sambil tersenyum bahagia sementara sejak tadi Arkan benar-benar tidak melirik sedikit pun.

”Kenapa kalian lakukan ini padaku ?” lirih Milea saat berhasil mendekat dengan segenap keberanian yang berhasil dihimpunnya.

“Maaf Milea, semua terjadi di luar keinginan kami. Maaf Milea,” Dina meraih jemari Milea dan menggenggamnya.

Arkan hanya diam saja dan membuang muka ke lain arah, enggan membalas tatapan Milea yang menuntut penjelasan dari mulut kekasihnya itu.

“Kenapa nggak elo omongin dulu sebelum gue tahu dengan cara begini, Din ? Kalau memang sudah terjadi, gue juga nggak akan menahan Arkan. Setidaknya kalian bisa bicara baik-baik sama gue. Rasanya lebih sakit melihatnya dengan jalan seperti ini, Din.”

Suara Milea terdengar datar dan tanpa bergetar sedikitpun padahal ia sedang berusaha keras untuk tidak menangis.

“Gue dan Arkan percaya kalau elo akan mendaparkan pria yang lebih baik lagi.”

Milea menghela nafas, tidak menyangka kalau sahabatnya ini bisa bicara begitu santai dan tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Dina benar-benar tidak menunjukkan rasa bersalah yang tulus saat mengucapkan kata maaf. Wajahnya malah memancarkan rasa bahagia yang menbuat hati Milea merasa bertambah sakit.

“Semoga kalian bahagia,” Milea melepaskan gelang bunganya dan meletakkan di atas telapak tangan Dina.

Milea bergegas meninggalkan pesta karena hatinya sudah tidak sanggup menerima kenyataan kalau sahabat baiknya menikahi kekasihnya tanpa rasa bersalah.

“Kamu nggak apa-apa ?” Dino, kakak Dina menahan lengan Milea saat keduanya berpapasan di teras depan. Dino bisa melihat sudut mata Milea yang basah hingga spontan ia menahan gadis itu.

Dino mengenal Milea sebagai sahabat baik adiknya karena Milea sering datang ke rumah keluarga mereka terutama menjelang ulangan umum atau ujian. Milea, anak cerdas itu sering membantu Dina belajar.

“Saya mau pamit pulang dulu, Kak. Maaf,” Milea berusaha tersenyum dan melepaskan tangan Dino.

Pria itu mengerutkan dahinya, menatap Milea keluar gerbang rumahnya dengan hati penuh tanda tanya.

Milea terus berjalan, menyusuri trotoar menuju jalan utama ke tempat biasa ia memesan taksi online saat pulang dari rumah Dina.

Bagaimana bisa perempuan yang mengaku sahabatnya itu masih bisa tersenyum dan berwajah bahagia setelah menyakiti hati Milea begitu dalam ?

Dan Arkan, lelaki yang berstatus kekasihnya itu tidak berniat memberikan penjelasan apapun soal perbuatannya pada Dina. Kalau saja Arkan mengajaknya bicara jauh sebelum pernikahan ini, mungkin hati Milea akan lebih baik meskipun sakit.

Terpopuler

Comments

Devi Nurdianti

Devi Nurdianti

br bc

2024-10-28

0

moerni🍉🍉

moerni🍉🍉

hadirrrr

2023-05-20

1

sri Sumarniah

sri Sumarniah

hadir kk....bgus ceritanya

2023-04-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!