NovelToon NovelToon

Menikahi Suami Sahabatku

Kenapa Harus Dia ?

“Milea, aku hamil !”

Milea tersentak mendengar pengakuan Dina saat mereka sedang duduk di kantin sekolah selesai ujian akhir kelas 12.

“Serius ?” mata Milea membola. “Apa Arkan sudah tahu soal ini ?”

“Belum dan jangan kasih tahu dulu. Please,” Dina mengatupkan kedua jemarinya, memohon pada Milea.

“Kenapa ? Bukannya elo bisa minta tolong sama dia untuk mengejar laki-laki yang sudah menghamili elo ? Dia teman elo dari kecil, jadi pasti nggak akan keberatan nolongin elo.”

“Nggak usah, jangan sekarang. Dia lagi bahagia banget sama elo, jadi biar dia fokus sama hubungannya sama elo aja.”

Milea menghela nafas melihat sikap keras kepala Dina. Kalau sudah begini, Milea yang sudah hafal dengan karakter Dina menganggap tidak ada gunanya memaksa.

***

“Milea, gue akan menikah dengan pria yang bersedia bertanggungjawab atas kehamilan gue ini. Elo harus datang sebagai sahabat terbaik gue.”

Milea langsung memeluk Dina, ikut bahagia setelah 3 bulan lalu Dina memberi kabar kehamilannya.

Untung saja semua kegiatan sekolah sudah berakhir, ditutup dengan acara perpisahan yang baru berlangsung semalam, karena perut Dina mulai terlihat membesar. Menurut pengakuan Dina, kehamilannya sudah masuk usia 5 bulan.

“Din, gue bisa minta tolong ?” Milea menyela di antara celoteh kebahagiaan Dina soal kehamilannya.

“Kenapa ?”

“Udah 3 minggu ini Arkan menghindar dari gue, pesan gue nggak pernah dibaca apalagi dibalas. Semalam gue ajak ngomong, Arkan juga menghindar. Gue nggak berani datang ke rumahnya. Elo tahu sendiri gimana sikap orangtuanya terutama maminya sama cewek yang dekat sama Arkan kecuali elo, kan ? Semoga aja setelah elo nikah, orangtua Arkan bisa terbuka dan menerima kalau elo bukan jodohnya Arkan.”

“Terus elo maunya gimana ?”

“Tolong tanyain Arkan kenapa dia mendiamkan gue begini ? Pas gladiresik sebelum perpisahan, gue sempat lihat beberapa lebam di mukanya. Jangankan menjawab pertanyaan gue, dideketin aja dia kagak mau.”

“Mungkin dia lagi fokus sama urusan kuliahnya. Kan nggak jadi berangkat ke Amerika. Arkan kuliah di Jakarta.”

“Beneran ?” mata Milea membola. “Arkan nggak bilang apa-apa sama gue,” Milea terlihat kesal.

“Sabar aja sih, mungkin dia lagi pusing.”

“Tolong minta dia balas wa gue atau telepon. Kalau memang mau putus nggak apa-apa asal semuanya jelas, jangan digantung begini.”

Dina hanya mengangguk-angguk sambil menikmati makanan dan minuman porsi keduanya.

Hingga seminggu berlalu, Milea sudah berada di kamar Dina, memperhatikan sahabatnya yang sedang dirias oleh MUA.

Hari ini Dina akan mengikat janji suci dengan pria yang bertanggungjawab atas kehamilannya. Siapa namanya dan seperti apa wajahnya, Dina tdak pernah mau memberitahu Milea.

Hari ini wajah bahagia Dina membuat wajah cantiknya makin bersinar.

Meski Milea masih gelisah karena Arkan tak juga memberi kabar atau kepastian padanya, Milea tetap menunjukkan kebahagiaan atas pernikahan sahabatnya.

Milea bertekad akan mencegat Arkan yang pasti akan datang ke pernikahan Dina.

“Cantik,” puji Milea tulus saat Dina sudah selesai berdandan.

“Sepertinya anakmu perempuan dan akan menjadi putri yang cantik seperti mamanya,” ujar Milea sambil mengusap perut Dina yang mulai membuncit.

“Dan akan baik seperti mami angkatnya,” Dina tertawa sambil merangkul bahu Milea.

Keduanya turun ke bawah. Acara pengukuhan pernikahan Dina akan dilangsungkan di halaman rumah keluarganya yang megah dan luas.

Dina dan Arkan memang berasal dari keluarga kaya raya dan kedua orangtua mereka sudah berteman lama. Gagal menjodohkan kedua anak sulung mereka, Dina dan Arkan mendapat giliran untuk menjadi pengikat kedua keluarga itu. Keduanya dijaga ketat agar tidak memiliki kekasih karena mereka sudah dijodohkan.

Milea merapikan gaun pengantin Dina yang memiliki buntut sepanjang 1 meter hingga belum sempat melihat siapa calon suami Dina yang ternyata baru saja tiba dan berdiri di depan menanti Dina yang akan menghampiri bersama papanya.

Milea menyerahkan bunga tangan yang baru saja dibawakan oleh wedding organizer dan sekarang ia bisa berdiri memandang calon suami Dina.

Mata Milea langsung membelalak dan mulutnya sedikit terbuka. Jantungnya berdebar tidak menentu dan perlahan tubuhnya bergetar menahan rasa terkejut yang tidak diharapkannya.

Di depan sana, Arkan berdiri mengenakan tuxedo, bersiap menanti Dina, calon pengantinnya.

Milea mengepalkan kedua tangannya untuk menahan gemuruh yang ingin meledak dalam hatinya.

Terjawab sudah kenapa Arkan menghindarinya selama 3 minggu terakhir dan kenapa wajah Arkan sempat lebam di beberapa bagian.

Tapi kenapa harus Arkan ? Kenapa kekasih Milea yang menjadi calon suami Dina ? Apa kedekatan mereka sejak kecil membuat keduanya khilaf dan melakukan perbuatan terlarang hingga Dina hamil.

Berkali-kali Milea menarik nafas panjang untuk menahan rasa sakit, kecewa, marah sekaligus sedih yang rasanya ingin dia muntahkan dengan serentetan pertanyaan dan makian.

Rasanya Milea ingin berlari dari tugasnya sebagai bride”s maid. Kenapa Dina tega melakukan ini semua padanya ? Kenapa Dina tidak bicara terus terang kalau Arkan adalah pria yang akan bertanggungjawab atas janin yang dikandung Dina ? Bagaimana mungkin Dina masih bisa tersenyum dan memintanya sebagai mami angkat anaknya dengan Arkan ?

Dina adalah sahabat baiknya sejak SMP. Meski secara ekonomi keduanya berbeda namun sikap Dina tidak pernah meremehkan Milea. Hingga akhirnya di saat mereka kelas 10, Dina memperkenalkan Milea pada Arkan, teman kecilnya yang baru saja pindah rumah menjadi tetangga Dina.

Menjelang akhir kelas 10, Dina juga yang menjodohkan Arkan dengan Milea sampai akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih.

Arkan dan Dina pernah bercerita kalau mereka menolak perjodohan yang sudah ditentukan oleh para orangtua hanya karena persahabatan yang sudah lama terjalin.

Awalnya kedua orangtua Arkan dan Dina ingin menjodohkan Dino, kakak Dina dan Arumi, kakak Arkan. Usaha perjodohan itu gagal dan akhirnya dilimpahkan pada Arkan dan Dina.

“Dengan ini saya nyatakan kalian sebagai suami dan istri. Silakan mempelai pria mencium mempelai wanita.”

Suara pemuka agama yang akhirnya menyatakan pernikahan Arkan dan Dina sah menciptakan rasa sakit yang luar biasa di hati Milea.

Milea menghela nafas saat Dina menoleh padanya sambil tersenyum bahagia sementara sejak tadi Arkan benar-benar tidak melirik sedikit pun.

”Kenapa kalian lakukan ini padaku ?” lirih Milea saat berhasil mendekat dengan segenap keberanian yang berhasil dihimpunnya.

“Maaf Milea, semua terjadi di luar keinginan kami. Maaf Milea,” Dina meraih jemari Milea dan menggenggamnya.

Arkan hanya diam saja dan membuang muka ke lain arah, enggan membalas tatapan Milea yang menuntut penjelasan dari mulut kekasihnya itu.

“Kenapa nggak elo omongin dulu sebelum gue tahu dengan cara begini, Din ? Kalau memang sudah terjadi, gue juga nggak akan menahan Arkan. Setidaknya kalian bisa bicara baik-baik sama gue. Rasanya lebih sakit melihatnya dengan jalan seperti ini, Din.”

Suara Milea terdengar datar dan tanpa bergetar sedikitpun padahal ia sedang berusaha keras untuk tidak menangis.

“Gue dan Arkan percaya kalau elo akan mendaparkan pria yang lebih baik lagi.”

Milea menghela nafas, tidak menyangka kalau sahabatnya ini bisa bicara begitu santai dan tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Dina benar-benar tidak menunjukkan rasa bersalah yang tulus saat mengucapkan kata maaf. Wajahnya malah memancarkan rasa bahagia yang menbuat hati Milea merasa bertambah sakit.

“Semoga kalian bahagia,” Milea melepaskan gelang bunganya dan meletakkan di atas telapak tangan Dina.

Milea bergegas meninggalkan pesta karena hatinya sudah tidak sanggup menerima kenyataan kalau sahabat baiknya menikahi kekasihnya tanpa rasa bersalah.

“Kamu nggak apa-apa ?” Dino, kakak Dina menahan lengan Milea saat keduanya berpapasan di teras depan. Dino bisa melihat sudut mata Milea yang basah hingga spontan ia menahan gadis itu.

Dino mengenal Milea sebagai sahabat baik adiknya karena Milea sering datang ke rumah keluarga mereka terutama menjelang ulangan umum atau ujian. Milea, anak cerdas itu sering membantu Dina belajar.

“Saya mau pamit pulang dulu, Kak. Maaf,” Milea berusaha tersenyum dan melepaskan tangan Dino.

Pria itu mengerutkan dahinya, menatap Milea keluar gerbang rumahnya dengan hati penuh tanda tanya.

Milea terus berjalan, menyusuri trotoar menuju jalan utama ke tempat biasa ia memesan taksi online saat pulang dari rumah Dina.

Bagaimana bisa perempuan yang mengaku sahabatnya itu masih bisa tersenyum dan berwajah bahagia setelah menyakiti hati Milea begitu dalam ?

Dan Arkan, lelaki yang berstatus kekasihnya itu tidak berniat memberikan penjelasan apapun soal perbuatannya pada Dina. Kalau saja Arkan mengajaknya bicara jauh sebelum pernikahan ini, mungkin hati Milea akan lebih baik meskipun sakit.

Hati yang Tersakiti

Milea menatap keluar jendela mobil yang akan membawanya pergi meninggalkan Jakarta. Milea tidak sanggup jika harus bertahan dan berpura-pura baik-baik saja dan tidak apa-apa.

Dina akan menjadi teman satu kampusnya. Mengingat Dina yang masih bisa tersenyum bahagia membuat hati Milea bagaikan dicabik-cabik.

“Maaf Lea sudah membuat papa dan mama jadi repot dan harus mengeluarkan uang ekstra karena Lea memutuskan pindah kuliah.”

Setelah mendengar alasan Milea minta dipindahkan jauh dari Jakarta, kedua orangtuanya langsung setuju.

Awal semester baru tinggal dua bulan lagi. Papa Heru tidak peduli harus mengeluarkan dana ekstra untuk mendapatkan kampus baru untuk putri tunggalnya. Tidak jadi masalah biaya kuliah di Jakarta dikembalikan dengan potongan yang cukup besar.

“Sayang, uang masih bisa dicari oleh papamu, tapi ketenangan jiwamu jauh lebih penting dan tidak bisa diukur dengan uang berapapun besarnya.”

Milea hanya bisa mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa haru. Tidak menyangka orangtuanya akan mengerti apa yang dirasakannya saat ini.

Selama ini mama Lili adalah sahabat terbaik Milea selain Dina, tempatnya berbagi keluh kesah dan cerita termasuk situasi yang harus dijalani Milea saat menjalin hubungan dengan Arkan.

Mama Lili adalah teman curhat Milea, yang selalu mengerti dirinya dan pemberi solusi banyak kesulitan yang harus Milea lewati sebagai gadis remaja.

“Buang jauh-jauh kenanganmu dengan Dina. Perempuan semacam itu tidak pantas diingat apalagi dijadikan teman. Masih banyak orang baik di luar sana. Jangan pernah menutup diri untuk mencari teman baru. Tunjukkan kalau perbuatan Dina dan Arkan tidak akan membuat hidupmu berhenti,” nasehat mama Lili panjang lebar.

“Jangan gunakan lagi nomor lamamu,” pesan papa Heru.

“Fokus pada kuliahmu dan sembuhkan luka hatimu. Papa dan mama akan selalu mendukungmu, jangan pernah merasa sendirian,” mama Lili memeluk Milea sambil mengelus punggung putri tunggalnya.

Setelah orangtuanya pergi, Milea masuk ke dalam apartemen studio yang disiapkan papa untuknya. Lokasinya hanya 500 meter dari kampusnya.

Sepi. Ketenangan seperti ini mungkin yang Milea butuhkan untuk menghapus jejak cinta Arkan, cinta pertamanya yang harus kandas karena orang ketiga.

Milea membuka pintu menuju balkon dan menghirup dalam-dalam udara sore yang sejuk setelah hujan deras mengguyur kota Semarang.

Ingatan Milea melayang ke 2 tahun yang lalu, saat Dina menjodohkannya dengan Arkan, pria tampan yang masuk dalam jajaran pria idola sekolah.

“Arkan suka sama elo,” ledek Dina saat keduanya duduk di pinggir lapangan menonton pertandingan basket antar sekolah.

Arkan termasuk bintang utama yang menjadi andalan tim inti sekolah mereka.

“Ngaco !” Milea mencibir. “Elo aja hanya dianggap teman kecilnya dia, apalagi gue.”

Dina memang cantik dengan tubuh tinggi semampai. Sama seperti Arkan, Dina masuk dalam daftar incaran para cowok di sekolah sampai tingkat kakak kelas.

Milea sendiri, gadis pendiam yang lebih suka duduk membaca buku daripada berdandan di toilet.

“Beneran !” Dina mengacungkan jarinya membentuk huruf V. “Tampang Arkan keren tapi hatinya hello kitty, dia takut ditolak sama elo.”

“Nggak usah dibahas.”

Pandangan Milea mendadak terarah pada Arkan, padahal selama ini ia menganggap perhatian Arkan wajar saja karena Milea adalah sahabat Dina sejak SMP dan Arkan adalah teman kecil Dina.

“Cie cie yang perhatiin Arkan,” ledek Dina menyenggol bahu Milea yang langsung merona karena malu.

“Apaan sih ?” wajah Milea mulai merona meski bibirnya cemberut.

Milea beranjak bangun dan membersihkan celana trainingnya dari pasir yang menempel.

Buugghh !!

Lemparan bola basket dari pihak lawan menghantam punggung Milea yang baru saja berbalik, memunggungi lapangan.

Milea tersungkur hingga pelipisnya terluka dan dadanya terasa sakit akibat lemparan bola.

SepertinYa baru beberapa detik, Milea dibuat kaget saat tubuhnya melayang dalam gendongan Arkan. Buru-buru satu tangannya merangkul leher Arkan karena takut terjatuh.

“Pusing ?” tanya Arkan dengan wajah khawatir.

Arkan meminta Joel mengambilkan handuk kecil dari tasnya. Arkan membawa Milea menepi dan mendudukan Milea di bangku kayu dekat lapangan.

”Teruskan pertandingan dulu,” pinta Milea.

“Tapi kamu…” Arkan terlihat khawatir.

”Duduk di sini sampai pertandingan selesai,” ujar Milea sambil mengambil handuk yang dipegangi Arkan untuk mengelap lukanya.

“Benar ya, jangan kemana-mana. Ini ada minuman baru buat menghilangkan rasa kagetmu.”

Milea mengangguk dengan wajah makin merona dan menerima botol air mineral yang diberikan Arkan.

“Arkan,” panggil Milea. “Semangat !”

Arkan menoleh lalu mengangguk sambil tersenyum.

Dina tambah rusuh dengan ledekannya, terus menggoda Milea yang semakin merona karena jadi perhatian para siswa yang ada di sekitar lapangan.

Sebagian siswa SMA mereka membicarakannya bahkan ada juga yang mencibir pada Milea, karena ia tidak masuk dalam hitungan cewek yang pantas jadi pacar Arkan.

Tapi sepertinya omongan Dina benar, Arkan pun tidak peduli dianggap cinta lokasi dengan Milea.

Arjan benar-benar menyatakan perasaanya pada Milea hingga kehidupan masa remaja mereka terasa lebih berwarna, Milea begitu bahagia menjadi kekasih Arkan yang begitu perhatian.

Sayangnya Arkan belum bisa mengenalkan Milea pada keluarganya. Kedua orangtuanya sudah memberi ulimatum kalau Arkan hanya akan menikah dengan Dina setelah keduanya selesai menempuh pendiidkan formal.

Harapan kedua orangtua Dina dan Arkan benar-benar kesampaian tetapi menyisakan luka lebar di hati Milea.

Pasalnya mereka menikah karena Dina hamil duluan. Milea sempat tidak percaya kalau Arkan adalah cowok sebejat itu karena selama mereka pacaran, Arkan memperlakukan Milea dengan sopan.

Tapi yang namanya godaan tidak pernah bisa diduga kedatangannya. Kedekatan mereka berdua dan rencana perjodohan membuat kedua orangtua Dina dan Arkan memberi kebebasan pada putra putri mereka.

Arkan dan Dina bisa masuk ke kamar teman kecil mereka itu tanpa perlu ijin orangtua. Dan biasanya godaan datang saat ada kesempatan bagi setan untuk menggoyahkan iman manusia.

Milea menghela nafas. Hujan gerimis kembali mengguyur kota Semarang membuat suasana sedikit kelabu seperti hati Milea saat ini.

🍀🍀🍀

Enam bulan berlalu.

Wanita muda itu berdiri di depan pagar sambil menekan bel dan menggedor pintu pagar berkali-kali, tidak sabar menunggu seseorang membukakan pintu untuknya.

“Ada perlu apa ?” suara dingin wanita paruh baya itu berdiri di balik pagar tanpa berniat membukakan pintu.

“Tante Lili, ini Dina, tolong bukakan pintunya dulu. Saya perlu bicara sesuatu pada Milea. Tolong berikan saya nomor handphone Milea, Tante. Saya baru tahu kalau Milea tidak jadi satu kampus dengan saya.”

“Di sini bukan lembaga konsultasi yang bisa didatangi lalu ditinggal pergi setelah mendapat solusi,” nada mama Lili masih terdengar dingin dan tidak ada niat membukakan pintu untuk wanita yang sesekali masih menggedor pintu.

“Tante, saya mohon,” iba Dina dengan wajah memelas. “Tolong berikan saya kesempatan bicara sebentar pada Milea.”

“Kamu bukan lagi siapa-siapa di keluarga kami, jadi berhenti mengganggu putri saya.”

Tanpa rasa iba sedikit pun mama Lili kembali masuk ke dalam rumah, tidak peduli dengan gerimis yang mulai turun membasahi kota Jakarta di siang hari ini.

Dina menutup wajahnya dan terisak karena mendapat penolakan dari wanita yang dulunya begitu ramah dan memperlakukannya seperti anak sendiri.

Dina sadar kalau perbuatannya bukan hanya melukai Milea, tapi juga kedua orangtua gadis itu. Bahkan om Heru juga enggan bicara panjang lebar dengannya saat Dina nekat menemui papa Milea itu di kantornya.

Dua bulan sesudahnya Dina kembali datang mengetuk pintu rumah keluarga Milea sambil membawa putrinya yang baru berusia 6 bulan. Dina berharap kedua orangtua Milea merasa kasihan saat melihat Dina menggendong putrinya.

Namun perlakuan kedua orangtua Milea tetap sama, tidak menganggap Dina sebagai orang yang pernah mereka kenal bahkan bersahabat dengan putri mereka.

“Tante, tolong kasihani saya. Saya mohon berikan saya kesempatan untuk berbicara sebentar dengan Milea.”

Dina hanya bisa sesunggukan di depan gerbang hingga putrinya ikut menangis karena belum mengerti.

Kondisi Dina sudah tidak lagi sama. Tubuhnya jauh lebih kurus dan kurang terawat seperti biasanya. Tatapannya kosong karena dipenuhi dengan rasa bersalah hingga semangat hidupnya pun ikut menghilang.

“Maafkan aku, Milea. Maafkan aku. Berikan aku satu kesempatan untuk mengucapkannya langsung padamu.”

Dina masih sesunggukan di depan pagar sambil berbicara pada dirinya sendiri.

Tangisan bayinya yang semakin keras mengundang perhatian tetangga di dekat rumah orangtua Milea hingga akhirnya sepasang petugas keamanan menghampiri Dina, menawarkan memanggilkan taksi atau apapun juga yang membuat Dina pergi dari lingkungan itu.

Dari lantai 2, mama Lili menatap Dina dari balik jendela sambil melipat kedua tangannya.

Sebagai ibu yang juga memiliki putri, hati mama Lili tentu saja tidak tega melihat kondisi Dina. Gadis cantik yang periang itu berubah menjadi wanita kurus yang kehilangan semangat hidup.

Mama Lili menghela nafas. Baginya hanya Milea yang bisa memutuskan apa yang akan dilakukannya pada Dina, sahabat yang pernah menyakitinya begitu dalam.

Anak Siapa ?

“Tante Mili,” suara seorang bocah perempuan membuat langkah Milea terhenti.

Wanita yang berjalan di depan Milea ikut berhenti dan menoleh menatap asistennya.

“Kamu kenal Emilia dari mana ?” tanyanya dengan alis menaut.

Milea mengernyit dan langsung menggeleng. Millea tidak merasa mengenal bocah perempuan itu.

Baru 2 bulan Milea kembali ke Jakarta, itu pun karena mama Lili sakit dan papa Heru memintanya kembali ke Jakarta, tinggal lagi bersama mereka dan mencari pekerjaan di ibukota.

Papa Heru bilang sudah cukup waktu 5 tahun untuk melarikan diri dan menghapus kenangan tentang Arkan dan Dina.

Apalagi usia Milea sekarang sudah lebih dari duapuluh tahun, harus sudah lebih matang dan menganggap kejadian Arkan dan Dina hanya pelajaran hidup yang sangat berharga di masa remajanya.

Atas referensi sepupunya, Milea diterima bekerja menjadi asisten pribadi seorang wanita berusia 30 tahun yang sudah memiliki nama di bidang fashion design.

Belum sempat bocah itu berlari menghampiri Milea yang sudah bersiap pergi dengan Arumi, bossnya, seorang pria seumuran dengan Arumi, menggendong bocah itu dari belakangnya lalu menciumi wajah Emilia membuat bocah itu tertawa kegelian.

“Ya ampun, mirp banget,” Milea menggumam dan langsung menutup mulutmya saat Arumi kembali menoleh sambil mengernyit.

“Apa dan siapa yang mirip ?” tanya Arumi dengan alis menaut.

“Bocah itu… eh maksud saya Emilia dengan pria yang menggendongnya. Tanpa diperkenalkan pun semua orang pasti langsung tahu kalau mereka adalah ayah dan anak.”

Arumi diam saja dan tersenyum saat Emilia dan pria itu mendekatinya.

“Hai mommy,” sapa Emilia sambil mengulurkan tangannya dan akhirnya berpindah ke dalam gendongan Arumi.

“Daddy nakal karena masih suka menciumiku sampai wajahku basah dan aku kegeleian,” Emilia menggerutu dengan bibir mengerucut.

“Itu artinya daddy sayang sama kamu, bocah nakal,”

Arumi menoel hidung Emilia yang sengaja dikerucutkan.

“Dengan siapa kamu datang kemari ?” tanya Arumi yang langsung melirik ke arah lobby dan melihat babysitter Emilia berjalan mendekat ke arah mereka.

“Tante Mili,” Emilia kembali memanggil Milea yang masih kebingungan. “Akhirnya aku bisa menemukan Tante di kantor Mommy.”

Milea mengerutkan dahi namun berusaha tersenyum. Sungguh ia belum pernah sekalipun bertemu Emilia.

“Aku pinjam handphone Mommy,” Emilia mengulurkan kedua tangannya yang ditumpuk. “Mau telepon oma,” lanjut Emilia sebelum Arumi bertanya.

“Untuk apa ?” mata Arumi menyipit.

“Nanti aku ceritakan sama Mommy,” sahut Emilia dengan gaya seperti anak abege saja.

“Mau telepon oma siapa ?” tanya pria yang tadi menggendong Emilia. Ia baru saja berbincang dengan pria muda yang Milea tebak adalah asisten pria ini.

“Oma Heni, Dad.”

“Biar daddy sambungkan.”

Emilia mengangguk dan kembali menatap Milea sambil tersenyum bahagia.

“Ini,” pria yang dipanggil daddy itu memberikan handphone miliknya.

Emilia menerimanya dengan wajah berbinar dan meminta turun dari gendongan Arumi.

Bocah itu mendekati Milea dan langsung menggandeng jemari asisten Arumi yang masih kebingungan.

Tangan mungilnya menekan tombol pengeras suara pada layar handphone.

“Oma, ini Mili. Aku sudah menemukan Tante Milea sesuai pesan oma. Tante Milea kerja sama Mommy.”

“Mili nggak salah kan ?”

“Mili sudah menyalakan pengeras suara. Oma bisa ngomong langsung sama Tante Milea.”

Emilia mengangkat tangannya setinggi mungkin, memberikan isyarat pada Milea untuk berbicara menggunakan handphone pria yang dipanggilnya daddy itu.

“Milea ? Kamu benar Milea ?”

Suara yang terdengar akrab itu membuat Milea mengerutkan dahi. Ia tidak terlalu yakin karena sudah lima tahun tidak mendengar suara itu.

“Iya saya Milea, Bu,” sahut Milea sedikit terbata saat Emilia mendesaknya untuk menjawab pertanyaan omanya.

“Ini Tante Heni, Lea. Mamanya Dina.”

Milea langsung membelalakan matanya, tidak percaya kalau akan langsung berbincang dengan mamanya Dina setelah 5 tahun menghindari semua yang berhubungan dengan Dina dan Arkan.

Melihat Milea masih tercengang, Emilia yang mulai merasa pegal menurunkan tangannya.

“Oma tenang saja, Tante Milea nggak akan kemana-mana. Aku akan minta Mommy dan Daddy untuk menjaga Tante Mili supaya tidak pergi lagi. Sekarang tanganku sudah pegal memegangi handphone daddy.”

Entah apa yang dikatakan omanya, Emilia mengangguk-angguk lalu menutup sambungan teleponnya dan mengembalikan benda pipih itu pada pemiliknya.

Milea masih tercengang hingga tidak peduli saat Arumi menatapnya sambil mengerutkan dahi.

“Milea, Milea,” Arumi mengibaskan tangannya di depan wajah Milea membuat gadis itu langsung gelagapan.

“Maaf, Bu,” Milea tersenyum kikuk karena tidak enak pada bossnya.

“Kenalkan dulu ini suami saya,” Arumi menunjuk pada pria yang dipanggil daddy itu.

“Jadi ini asisten baru istri saya ? Perkenalkan nama saya Henri, satu-satunya pria yang mencintai dan dicintai Arumi,” ujar pria tampan itu tertawa sambil melirik istrinya yang langsung memukul bahu Henri sambil melotot.

“Dasar pria gombal,” cebik Arumi.

Henri hanya tertawa, merangkul bahu Arumi dan langsung mencium pipi wanita kesayangannya.

Milea langsung membuang muka karena merasa tidak enak menyaksikan kemesraan suami istri itu sementara Emilia menghela nafas sambil menggelengkan kepala dan melipat kedua tangannya di depan dada.

“Mas !” pekik Arumi dengan suara tertahan. “Ini kantor, jangan aneh-aneh.”

Lagi-lagi Henri hanya tertawa dan melirik Emilia yang menarik-narik celananya.

“Kata oma dilarang cium-cium di depan umum kecuali cium anak kecil kayak Mili.”

Henri langsung menggendong kembali bocah kecil itu dan menghujaninya dengan ciuman membuat Emilia memekik sambil tertawa.

Milea sempat bingung dengan status Emilia. Kalau bocah itu anak Arumi dan Henri, kenapa memanggil Tante Heni dengan sebutan oma terdengar akrab, bukan sekedar asal kenal saja.

Setahu Milea, Dina hanya punya satu kakak laki-laki dan bukan Henri yang ada di depannya.

“Apa mereka begitu mirip ?” tanya Arumi dengan nada sedikit menggumam membuat Milea reflek sedikit mencondongkan badannya.

“Maksud Ibu yang mirip itu Emlia dan Pak Henri ?”

Terlihat Arumi mengangguk membuat Milea tersenyum.

“Tentu saja wajar kalau seorang putri mirip dengan ayahnya.”

”Masalahnya Emilia bukanlah anakku dengan Mas Henri,” Arumi menoleh ke arah Milea yang kembali dibuat melongo.

“Aku dan Mas Henri belum dikaruniai keturunan padahal kami sudah menikah selama 5 tahun. Itu sebabnya sejak 2 tahun lalu, kami meminta Mili memanggil kami mommy dan daddy. Kata para orangtua, sebagai pancingan supaya cepat ketularan punya anak juga.”

“Banyak berdoa saja, Bu. Tuhan pasti akan mendengarkan permohonan yang tidak pernah bosan meminta pada-Nya lewat doa.”

Milea masih berusaha menutupi rasa penasarannya untuk mengetahui status Emilia.

Hingga akhirnya suara yang sangat dikenalnya muncul di tengah-tengah mereka.

“Maaf aku terlambat,” ujar pria itu sambil sedikit membungkukan padanya.

“Sengaja,” sindir Arumi sambil mencibir.

Belum satu jam, Milea sudah dibuat tercengang 3 kali karena sekarang harus bertemu dengan pria masa lalunya.

“Arkan,” desis Milea spontan.

“Papa,” sapa Emilia membuat Milea langsung menunduk menatap bocah kecil yang kembali menggandeng tangannya.

Papa ? Kalau Emilia bukan anaknya Ibu Arumi dan Pak Henri, berarti Emilia ini anaknya Arkan dan Dina ? Batin Milea.

“Kamu sudah kenal dengan adik saya ?” Arumi menautkan alisnya.

Belum sempat Milea menjawab pertanyaan Arumi,

bocah berusia 4 tahun itu kembali berceloteh.

“Papa, aku sudah menyelesaikan misi dari oma dan menemukan Tante Milea.”

Arkan mengabaikan ucapan Emilia. Pertemuannya dengan Milea sungguh tidak terduga meski hatinya senang karena sudah 5 tahun kehilangan jejak gadis ini.

Keduanya masih bergeming dan saling menatap dengan perasaan yang campur aduk.

“Papa, oma bilang kalau misi Mili berhasil, Mili akan punya mama karena Tante Milea yang akan jadi mama Mili.”

Sontak semuanya tercengang dan menatap ke arah Emilia yang tersenyum dengan wajah bangga sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Kenapa bisa begitu ?” Milea spontan bertanya dengan dahi berkerut.

Milea memikirkan ucapan Emilia yang mengatakan ia akan punya mama kalau bertemu dengan Milea. Lalu dimana Dina ?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!