"Memangnya kenapa kalau Ashraf berboncengan dengan Yuni. Mereka berangkat kerja bersama, apa itu salah!"
Suara ibu mertuaku lebih mirip seperti sebuah bentakan dan yang bisa kulakukan adalah menghela napas panjang.
"Aku tahu, Bu. Tapi, aku tidak yakin Mas Ashraf tidak memiliki hubungan apa pun dengan Yuni. Aku melihat mereka berboncengan mesra."
Aku pun berbicara menggebu-gebu dan tidak peduli meskipun ibu mertuaku terlihat sangat tidak suka. Aku tidak mau memendam dan tersiksa seperti ini. Walaupun harus menyandang gelar sebagai janda nantinya, tetapi menurutku itu lebih baik daripada harus mempertahankan sebuah pernikahan yang membuat harga diriku serasa diinjak-injak.
"Halah, kenapa, sih! Biarkan saja mereka dekat. Lagi pula, Yuni itu lebih baik daripada kamu."
Ibu mertuaku benar-benar tidak memiliki perasaan. Ia tidak bisa memikirkan apakah ucapannya melukai hatiku atau tidak.
"Kalau begitu, kenapa bukan Yuni saja yang menjadi anak menantu Ibu," sindirku.
"Memang rencananya begitu. Kebetulan sekali, ibu akan bilang padamu kalau Ashraf akan menikah lagi dengan Yuni. Jadi, ibu harap kamu tidak mempersulitnya."
Demi Tuhan, ingin sekali aku mencekik wanita di depanku ini. Jika tidak ada dosa, sudah pasti aku akan membunuhnya. Namun, aku harus berjuang mati-matian agar otakku bisa terus berpikir waras.
"Aku tidak sudi jika dimadu! Kalau memang Mas Ashraf mau menikah dengan Yuni, maka dia harus ceraikan aku dulu." Aku tetap tak mau kalah.
Kulihat tatapan ibu mertuaku semakin tajam. Namun, aku sama sekali tidak gentar. Ini tentang harga diri yang harus kujunjung tinggi.
"Kau!"
Aku memilih pergi masuk kamar dan tidak peduli meskipun ibu mertuaku sudah mengomel sejak tadi. Aku sengaja tidak mau mendengarkan karena nada bicaranya akan merusak gendang telingaku dan ucapannya pasti akan menyakiti hatiku.
Aku menangis. Menumpahkan semuanya yang terasa penuh di dada. Ini sungguh sangat menyakitkan dan hatiku pun merasa sangat menyesal. Kenapa dulu aku sangat mudah percaya dengan kata-kata manis Mas Ashraf hingga membuatku langsung setuju ketika lelaki itu mengajak menikah denganku.
Kupikir Mas Ashraf sebaik saat pertama bertemu. Tidak suka main cewek apalagi mabuk-mabukan. Namun, semakin ke sini aku merasa Mas Ashraf sudah sangat berbeda. Apalagi ada ibu mertua yang memberi pengaruh besar kepada suamiku.
***
Seharian aku tidak keluar kamar. Tidak makan sama sekali, tetapi tidak ada yang peduli. Bahkan, ibu mertuaku saja bersikap tidak acuh. Daripada memusingkan hal yang tidak penting menurutku, aku pun lebih memilih untuk bermain ponsel di kamar meskipun aku tidak tahu apa yang menarik dari benda pipih tersebut.
Kudengar pintu kamar dibuka, aku pun hanya diam saja dan menganggap tidak ada siapa-siapa. Bahkan, ketika Mas Ashraf menyuruhku untuk mengambil handuk, aku tidak menyahutinya. Aku memilih untuk bangkit dan mengambilkan apa yang dipinta oleh lelaki itu.
"Kenapa kau diam saja?" tanya Mas Ashraf.
Lagi-lagi aku tidak menjawab dan lebih memilih kembali naik ke kasur. Rasanya tidak peduli meskipun Mas Ashraf akan marah padaku. Sepertinya suamiku benar-benar kesal karena kudengar pintu kamar mandi yang ditutup dengan sangat kencang hingga membuat bunyi keras yang bisa membuat terkejut.
Ketika Mas Ashraf sedang mandi, terdengar ponselnya berdering dan kulihat nama 'tukang gas' tertera di layar. Keningku mengerut dalam. Merasa curiga dengan nama tersebut.
"Untuk apa tukang gas memanggil Mas Ashraf," gumamku lirih. Khawatir ada hal penting yang akan dibicarakan, aku pun segera menerima panggilan tersebut.
Akan tetapi, bukan suara lelaki yang kudengar melainkan suara seorang wanita yang terdengar begitu manja dan seksi seperti dibuat-buat.
"Mas, jas hujanku ketinggalan di bagasi motormu. Maukah kau mengantarkan ke rumah? Aku sudah menyediakan kopi untukmu."
Tanganku terkepal erat dan napasku kembali memburu. Hatiku serasa memanas. Walaupun jarang berbicara dan bertukar suara, tetapi aku paham sekali suara siapakah itu. Siapa lagi kalau bukan ....
"Dasar pelakor!" bentakku. Namun, aku tersentak ketika Mas Ashraf merebut ponselnya dariku. Bahkan, aku bisa melihat sorot mata Mas Ashraf yang penuh dengan kilatan amarah.
"Jangan lancang!" bentaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Rahma Inayah
lbh bail pish dr.pd berthan klu suami mu gk mau ceraikn lbh bail km yg menggugt cerai..to.ortu.mu jg lbh mendukung mu ..jgm mau di madu apalgi.di tindas
2023-05-14
1