DSM-4

Aku dan Mas Ashraf baru saja selesai melakukan percintaan panas setelah satu minggu kami tidak melakukannya. Kami melakukan hubungan itu hanya saat Mas Ashraf meminta saja. Sebagai manusia biasa, aku pun memiliki hasrat, tetapi malu jika harus meminta terlebih dahulu. Padahal itu pun tidak dilarang. 

Sama seperti biasa, jika sudah menuntaskan hasratnya maka Mas Ashraf akan langsung tidur atau bermain ponsel. Tidak memelukku apalagi mencium keningku. Tidak ada keromantisan dan aku merasa hubungan kita sangatlah datar. 

Padahal aku sangat menginginkan kami tidur saling berpelukan dan bertukar cerita. Mas Ashraf mendengar keluh kesahku dan segala yang kurasakan. Namun, itu hanyalah sebuah angan. 

"Mas," panggilku ragu. 

Mas Ashraf mengalihkan pandangan dari ponsel dan menatap ke arahku. Hanya melihat tatapannya yang terlihat cuek saja sudah membuatku ragu. Apalagi jika mengatakan semua hal yang mengganjal perasaannku. Aku tidak tahu akan seperti apa respon Mas Ashraf. 

"Kenapa? Katakan apa yang akan kamu katakan sebelum aku tidur. Aku capek," sahutnya ketus. 

Aku mendes*h kasar. Ia pikir aku tidak capek terus di rumah. Mengerjakan pekerjaan rumah yang melelahkan dan sikap ibu mertuaku yang seringkali membuatku kesal. Mungkin, jika dibandingkan rasa capekku lebih besar daripada rasa capek yang Mas Ashraf rasakan. Namun, aku hanya bisa memendam semua itu sendirian. 

"Aku mau kerja, di tempat Emira sedang butuh pembantu, Mas." 

Kuberanikan diri mengatakan hal itu. Diizinkan ya syukur kalau tidak ya, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. 

"Buat apa?" Suara Mas Ashraf sudah meninggi satu oktaf bahkan kulihat ia menaruh ponselnya dengan cepat. "Apa selama ini aku tidak memberi nafkah padamu? Aku bekerja keras hanya untuk menghidupimu! Kau mau beli apa memangnya." 

Aku menggeleng lemah. "Aku ingin membantu perekonomian keluarga kita, Mas. Lagi pula, belum ada anak di antara kita. Agar aku tidak jenuh terus di rumah, Mas." Kucoba mencari alasan yang paling simpel dan masuk akal. 

"Makanya hamil! Aku juga sudah ingin punya anak, tapi sampai sekarang kau belum juga hamil!" ujarnya menyalahkanku. 

Ia sama sekali tidak berpikir bahwa ucapannya sangat melukai hati. Ia pikir, aku juga tidak ingin hamil. Hatiku mulai panas dan rasanya ingin sewot sendiri. 

"Mas ...." 

"Lebih baik sekarang kau tidur! Jangan membuat tubuhku makin merasa lelah. Sampai kapan pun aku tidak akan mengizinkan kau pergi bekerja. Nanti apa kata orang kalau melihat kau berkerja. Dikiranya aku tidak bisa memberimu nafkah!" gertaknya lagi. 

Aku hanya mengiyakan. Memungkasi pembicaraan ini sebelum kami beradu pendapat. Menghadapi sikap Mas Ashraf yang cuek saja sudah membuatku mengelus dada apalagi pertengkaran kami yang hanya karena masalah sepele. 

***

Dua minggu berlalu, aku tidak lagi meminta izin pada Mas Ashraf untuk bekerja. Biarlah aku di rumah dan menuruti perintah lelaki itu. Tidak ingin ada perdebatan apalagi pertengkaran hebat di antara kami. Biarlah aku mengalah sampai semampuku. Sampai batas kesabaranku berada di titik puncak.

Seusai makan malam, Mas Ashraf mengajakku duduk bersama dengan ibu juga. Ia mengambil uang dari amplop coklat hasil gajinya. Ya, sekarang awal bulan dan waktunya Mas Ashraf menerima gaji. 

"Ini untukmu," ucapnya sambil memberi beberapa lembar uang kepadaku. Kuucapkan terima kasih tidak pernah lupa. 

Kemudian, Mas Ashraf memberikan lembaran lebih banyak lagi kepada ibu mertuaku. Hal itu membuatku heran. Ingin sekali protes, tetapi aku tidak ingin melakukan itu di depan ibu mertuaku. 

Sudah pasti, aku justru akan makin terpojok nantinya. 

Aku pun menyimpan uang tersebut dan segera berpamitan ke kamar. Biarlah Mas Ashraf dan ibu mertuaku mengobrol banyak hal. Aku sengaja tidak ingin mendengarkan karena khawatir omongan mereka mungkin saja ada yang akan melukai perasaanku. 

Hampir satu jam berlalu, Mas Ashraf baru saja masuk ke kamar. Aku memang belum tidur karena menunggunya. Ketika ia sudah merebahkan tubuhnya di sampingku, langsung kuhirup napas dalam dan mengembuskan dengan cukup keras. 

"Kau kenapa?" 

Sepertinya Mas Ashraf tahu tentang desah*n napas kasarku karena aku sering melakukan ini jika sedang dalam keadaan hati yang tidak baik. 

"Mas, kenapa kau memberi uang pada ibumu lebih banyak?" 

"Kau tidak terima!" bentaknya menyela ucapanku. Bahkan, kulihat bola mata Mas Ashraf sudah membesar dan seperti akan keluar dari tempatnya.

Aku yakin, sebentar lagi akan ada pertengkaran di antara kami. Ingin sekali menyudahi pembicaraan ini, tetapi hatiku masih belum tenang dan seperti ada yang mengganjal. Aku harus mengatakan semua beban yang menjerat hatiku agar sedikit lega. 

"Aku bukannya ingin protes, Mas. Tapi sebagai seorang istri, aku lebih berhak mendapatkan uangmu. Apalagi aku yang membeli semua kebutuhan kita." 

"Kau harus tahu, Ira! Selama ini ibuku membesarkanku dengan penuh kasih sayang. Dia sama sekali tidak menuntutku untuk membalas semua yang sudah dia lakukan. Sekarang, aku memberinya uang yang nilainya tidak seberapa, kau malah protes! Istri macam apa kau ini!" 

Kupejamkan mata. Ucapan Mas Ashraf sungguh sangat keras sampai menggoreskan luka. Bodohnya aku, seperti apa pun aku protes, tetap saja aku yang akan kalah. 

"Mas, kalau memang seperti itu maka izinkan aku bekerja. Aku pun ingin sekali membalas jasa kedua orang tuaku. Mereka sudah membesarkanku dengan susah payah, sedangkan aku belum bisa membalasnya. Bahkan, semenjak menikah aku tidak pernah memberi mereka uang," balasku tak mau kalah. 

"Kau!" 

Telunjuk Mas Ashraf mengarah tepat di depan wajahku. Seperti akan mencokel kedua mataku. Namun, aku sama sekali tidak takut padanya. Hanya bergeming dan melihat sorot matanya yang dipenuhi kilatan amarah.

"Antarkan aku pulang ke rumah orang tuaku, Mas." 

Akhirnya, ucapan itu pun keluar dari bibirku tanpa sadar. 

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

tinggalkan saja suami seperti itu Ira

2023-10-03

0

Yuli Eka Puji R

Yuli Eka Puji R

bagus ra mending tinggalkan laki" macam asraf biar asraf nikahi ibunya saja

2023-07-10

0

Yuli Eka Puji R

Yuli Eka Puji R

nikahi saja ibu mu sraf jangan kau nikahi anak orang

2023-07-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!