Langkahku begitu pelan. Rasanya malas sekali jika harus pulang ke rumah sekarang ini. Jujur, melihat pemandangan tadi membuatku merasa malas jika harus bertemu dengan Mas Ashraf. Aku ingin sekali menghindar dari lelaki tersebut. Namun, bagaimana lagi. Aku tidak tahu harus pergi ke mana lagi. Lagi pula, aku tidak ingin jika ada orang yang melihat dan berpikiran buruk terhadap hubunganku dengan Mas Ashraf.
Ketika sudah sampai di depan pintu yang tertutup, kudengar obrolan Mas Ashraf dan Ibu Mertuaku. Dengan cepat, tubuhku mematung dan menguping apa yang mereka bicarakan walaupun suaranya tidak terlalu keras, tetapi telinga sehatku masih bisa mendengar dengan baik.
"Kau tidak bertemu dengan Ira?"
"Tidak, Bu. Memangnya Ira ke mana?"
"Ibu suruh beli obat sakit kepala ke warung. Dia baru pulang dan Ibu yakin kalau dia habis berkencan."
Tanganku terkepal erat saat mendengarnya. Bagaimana bisa Ibu Mertuaku tega menuduhku seperti itu.
"Mana mungkin Ira melakukan itu, Bu. Aku sudah paham Ira seperti apa. Dia bukan wanita urakan yang suka main belakang."
Setidaknya aku bisa sedikit bernapas lega karena Mas Ashraf masih membelaku. Setelahnya, aku tidak mendengar lagi dengan jelas apa yang mereka bicarakan karena suaranya sangat lirih.
Aku pun memutuskan untuk masuk, tetapi ketika baru saja memengang handel pintu, gerakanku langsung terhenti saat itu juga ketika mendengar pertanyaan Ibu Mertuaku untuk Mas Ashraf.
"Bagaimana hubunganmu dengan Yuni? Apa sudah semakin baik. Ibu rasanya tidak sabar ingin melihat kalian menikah dan ibu akan memiliki cucu."
Deg!
Jantungku serasa berhenti berdetak kala itu juga. Ini sungguh sangat membuatku tidak percaya. Dengan cepat, kubuka pintu dan kutatap dalam kedua orang tersebut yang terlihat terkejut.
"I-Ira."
"Apa yang kalian bicarakan? Kenapa saat aku masuk, kalian terlihat terkejut seperti ini." Aku berpura-pura tidak mengetahui apa pun.
"Ti-tidak ada. Kau habis dari mana?" Mas Ashraf mendekatiku dan hendak meraih tanganku. Namun, segera kusingkirkan karena aku benar-benar tidak ingin bersentuhan dengan Mas Ashraf.
"Ra, kenapa—"
"Bu, ini obat pesanan Ibu. Aku mau tidur dulu. Udah ngantuk."
Kutaruh obat itu di meja. Lalu pergi begitu saja meninggalkan Mas Ashraf dan Ibu Mertuaku yang masih bergeming di tempatnya.
Aku tidak peduli meskipun Mas Ashraf terus memanggil namaku. Aku juga tidak peduli meskipun Ibu Mertuaku merasa kesal padaku. Ketika baru masuk kamar, ternyata Mas Ashraf menyusulku.
"Ira! Kau kenapa?" Pertanyaan Mas Ashraf membuat langkahku terhenti di tepi kasur. Kubalik badan dan kutatap suamiku dengan sangat lekat. Wajah Mas Ashraf seperti orang yang sedang kebingungan. Namun, yang kulakukan justru menarik sebelah sudut bibirku. Sungguh tidak habis pikir dengan tingkah suamiku yang sangat pandai menutupi semuanya.
"Kau tanya aku kenapa, Mas? Kau yakin tidak merasa melakukan apa-apa yang mungkin saja bisa menyakiti hatiku?" Suaraku mulai meninggi. Ingin sekali kutumpahkan segala rasa yang membuncah di dada. Namun, sebisa mungkin kucoba untuk menahan diri.
"Apa maksudnya?"
Ah, rasanya aku sungguh benar-benar geram kepada Mas Ashraf yang bertingkah seperti orang yang sedang bersandiwara.
"Kau jangan berlagak bodoh, Mas!"
"Kau bilang aku bodoh? Dasar istri kurang ajar!"
Kupejamkan mata saat melihat Mas Ashraf mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Mungkin lelaki itu hendak menamparku. Namun, sampai cukup lama menunggu, tidak ada apa pun yang terjadi. Kubuka mata dan kulihat tangan Mas Ashraf masih mengapung di udara. Bahkan, lelaki itu diam seperti patung.
"Kenapa kau tidak jadi menamparku?" tanyaku lirih.
Mas Ashraf menurunkan tangannya lagi. Kulihat bola mata matanya yang membulat penuh. Aku tahu, Mas Ashraf pun sedang dikuasai emosi sekarang ini.
"Mas, aku sudah lelah mempertahankan hubungan ini. Daripada seperti ini terus, lebih baik kita bercerai, Mas."
"Tidak akan!" Suara Mas Ashraf yang begitu keras sampai memekakkan gendang telingaku. "Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menceraikanmu!"
"Mas, kau jangan egois!" bentakku mulai ikut marah. Bahkan, sekarang ini aku tidak takut lagi menatap Mas Ashraf dengan tajam. Tidak peduli meskipun Mas Ashraf terlihat seperti singa lapar yang bisa saja menerkamku kapan saja.
"Kau yang egois. Aku hanya memintamu tinggal di sini. Merawat ibuku, tetapi kau selalu saja mengeluh. Bahkan, kau memilih untuk bekerja. Lalu kau pikir siapa yang egois di sini?" Mas Ashraf hendak membuatku terpojok. Lelaki itu memang tidak mau jika disalahkan.
"Mas, kau tidak akan pernah tahu bagaimana denganku dan apa yang kurasakan. Kau tidak tahu bagaimana aku harus berjuang bertahan menghadapi kau yang tidak peduli dan Ibu mertua yang tidak suka pada kehadiranku. Kau tidak akan pernah tahu dan merasakan itu, Mas!"
Aku berbicara keras dibarengi dengan isakan. Tak kuasa lagi kutahan air mata ini. Batin ini sudah sangat sakit dan rasanya ingin sekali menyerah saat ini juga.
Ini sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
menyerah dan pergi saja Ira..apa lagi mertua setan mu setuju kalo Ashraf menikah dengan Yuni pelakor..
2023-10-03
0
Rahma Inayah
dasr mertua durhakim ank disuruh nikh lgi demi dpt keturunan
2023-05-13
0