Hal yang sudah menjadi kebiasaan. Di saat kita bertengkar, Mas Ashraf selalu saja tidur membelakangiku atau memakai selimut sampai menutup seluruh tubuh bahkan tidak peduli pada keberadaanku di sampingnya. Sementara itu, aku hanya bisa diam tanpa berbicara sepatah kata. Tidak ingin pertengkaran ini kian menjadi masalah rumit.
Aku lebih memilih untuk diam dan memendam semuanya.
Padahal, tidak dipungkiri bahwa dalam hati kecilku ingin membicarakan semuanya dengan baik-baik. Saling bertukar pendapat agar bisa saling berusaha mengerti satu sama lain. Lalu berpelukan setelahnya.
Namun, tidak untuk Mas Ashraf. Hal itu hanyalah menjadi sebatas angan-angan saja. Ia tidak pernah memelukku kecuali dirinya 'ingin'. Di saat pikiranku kacau dan ingin pelukannya untuk menenangkan kegelisahan hati ini, tetapi Mas Ashraf tidak pernah memberikannya. Bahkan, terkadang aku mengeluh karena merasa diri ini seperti seorang wanita panggilan. Yang disentuh ketika hendak dipakai untuk memuaskan hasratnya saja.
"Mas," panggilku lirih. Namun, Mas Ashraf tidak mendengarkan sama sekali. Aku pun hanya bisa mendes*hkan napas ke udara secara kasar. Lalu ikut membelakangi lelaki tersebut.
Mengeluh.
Aku tidak ingin mengeluh, tetapi sadar bahwa diri ini hanyalah manusia biasa yang sudah sepantasnya mengeluh ketika rasa lelah hampir sampai di puncaknya.
Akhirnya, malam panjang kulewati dengan tidur yang tidaklah nyenyak. Beberapa kali harus terbangun karena mimpi buruk. Mimpi yang menjadi bunga tidur karena pikiranku sedang tidak baik-baik saja sekarang ini.
Aku hendak turun dari ranjang, tetapi Mas Ashraf langsung menahan tanganku. Padahal lelaki itu masih memejamkan mata. Aku pun menoleh dan menatap senang padanya meskipun tatapanku tidak mendapatkan balasan.
"Kau mau ke mana?" tanya Mas Ashraf.
"Turun, Mas. Mau mandi terus masak," balasku.
"Tunggu dulu. Kita main satu kali. Semalam aku ketiduran," ajaknya.
"Tapi, Mas. Ini sudah hampir siang dan aku tidak mau kalau sampai ibu mengira aku ini tidak mau membantunya," tolakku halus.
Aku memang tidak ingin jika pagi-pagi mendapat omelan dari mertua. Hal itu pasti sangat membuatku kesal dan bisa saja merusak moodku seharian. Namun, perintah Mas Ashaf pun tidak bisa ditolak. Sebagai seorang istri, aku harus menuruti semua perintah suami.
Pada akhirnya, aku pun kembali merebahkan diri dan menuruti keinginan Mas Ashraf walaupun aku tidak terlalu menikmati karena pikiranku melayang. Takut pada kemarahan ibu.
***
"Aku berangkat dulu." Mas Ashraf berpamitan padaku.
Hanya kusambut dengan anggukan dan menyalami tangan lelaki itu. Setelah mengantar sampai depan pintu, aku bergegas masuk kembali.
Hah! Kudes*hkan napasku cukup kasar. Setelah ini aku harus bersiap menghadapi ibu mertua yang akan berubah sikap ketika Mas Ashraf sudah berangkat kerja. Wanita paruh baya itu, akan terlihat seperti seekor singa yang siap menerkam mangsanya.
Sebelum wanita itu mengoceh, bergegas kuambil keranjang yang berisi baju kotor lalu membawanya ke kamar mandi untuk mencucinya. Aku hanya diam saja ketika menyadari bahwa tatapan ibu mertuaku sangat tajam dari arah dapur. Langsung kupalingkan muka karena tidak mau bertatapan dengannya.
"Ira!"
Suara menyebalkan itu terdengar memekik hingga membuatku berdecak malas. Tidak ingin makin menambah masalah, aku bergegas bangun dan mendekati Nyonya di rumah itu.
"Buatkan minum. Dua gelas," perintahnya saat aku baru saja sampai di ruang tamu.
Dengan langkah lebar, kubawa kakiku menuju ke dapur membuatkan pesanan sang ibu mertua. Setelahnya, aku berpamitan untuk kembali mencuci. Walaupun aku tidak langsung mencuci. Melainkan berdiri di belakang tembok untuk mendengar obrolan kedua wanita yang sama-sama julid tersebut.
"Bu Sumarni, senang ya punya mantu mau bantu-bantu. Tidak seperti mantuku yang adanya cuma tiduran di kamar apalagi sekarang lagi hamil muda."
Aku bisa mendengar jelas suara Mpok Idah, tetangga sebelah. Kedua orang itu jika sedang berkumpul pasti bisa betah mengobrol sampai berjam-jam dan entah apa yang dibahas..
"Kata siapa."
Kudengar ibu mertuaku membantah. Ah, aku yakin pasti setelah ini akan ada kalimat menyakitkan dan bodohnya aku masih saja berdiri di tempatku sekarang ini.
"Dia itu mau bantu kalau lagi mood saja. Padahal tidak hamil, kalau hamil 'kan wajar."
"Iya ya, Bu Sumarni. Ira belum hamil juga ya padahal sudah dua tahun menikah. Anakku saja sudah hamil. Apa jangan-jangan Ira mandul, Bu Sumarni."
Kurem*s dadaku saat merasakan sakit di sana. Sungguh, obrolan mereka melukai harga diriku. Tidak ingin batin makin lara, aku memilih untuk kembali mencuci.
Sudah cukup aku mendengar obrolan orang-orang yang menyakiti hatiku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
kurang ajar sekali mertua seperti mentua Ira..mana tau suaminya Ira yang mandul
2023-10-03
0
Susi Ermayana
biarkan anj*ng menggongong.
ntar klau gk diem diem aku bantu lempar..😉
tahan sampek batas kesabaranmu ira.
klau uda lelah..lepaskan bebanmu.
cari kebahagiaanmu juga.... 🙂
mungkin dengan suamimu sekarang kamu gk bahagia.
tapi inget..dunia gak selebar daun kelor.
pasti di luar masih banyak yg bisa buat kamu bahagia...jadi semangat...💪💪
2023-04-27
1