Council at Works - 1

Ansel's PoV

Asrama siswa Helder dibagi menjadi dua baris bangunan terpisah, Timur untuk asrama perempuan dan Barat untuk laki-laki. Setiap baris terdiri dari tiga gedung dua belas lantai dengan kapasitas total 7000 penghuni, termasuk siswa, pengajar, staff perawatan sekolah, dan beberapa kamar untuk tamu. Setiap siswa memiliki hak kamar di asrama, sehingga meski mereka tidak tinggal di sana, mereka tetap memiliki nomor kamar atas nama mereka dengan kunci digital yang terpasang di kartu siswa masing-masing.

Asrama Siswa Helder, meski memang merupakan asrama, tapi menjadi tempat berbagai kegiatan siswa. Helder memberi fasilitas lebih, termasuk jaringan internet, perpustakaan digital gratis, juga jaringan komunikasi langsung untuk internal Helder yang sulit ditembus pihak eksternal. Oleh karena itu, biasanya pihak-pihak penting tertentu melakukan beberapa kegiatan mereka menggunakan server asrama.

"WOI, KIRI, KE KIRI SIALAN!!!!!!!!!!"

"SIAL, BANTU AKU DULU DI SINI, NYAWAKU HAMPIR HABIS!!!!!!"

"HAHAHAHAH PAYAH KALIAN!!!! JANGAN TERJEBAK, AYO BERGERAK!!!!"

Ansel Elias Clive, kapten dari regu rahasia-spesial Wild Dogs, adalah salah satu siswa yang mengambil jatah kamar asrama bersama tiga orang lainnya, yang mana orang-orang itu juga bukan orang-orang biasa.

Pemuda dengan poni yang menutup sebagian muka memainkan player 3 dalam permainan. Jari-jemarinya menekan tombol cukup cepat, tapi dia payah dalam mengendalikan situasi, sehingga tampak di layar kalau dia ini yang pertama mati saat melawan boss. Dia berkali-kali dihidupkan kembali oleh si cleric, tapi kemampuannya memang payah.

"ANSEL, KAU SIALAN!!!! BALIK CEPAT BANTU!!!!"

Ansel, yang memainkan peran assassin, punya hobi yang menyebalkan. Dia suka melihat temannya kalah sementara dia sendiri berlari-lari mengelilingi arena. Ketika darah teman-temannya sudah sedikit, dia akan datang membantu.

"Apa boleh buat, ya?"

Tangannya bergerak lincah menekan tombol pada controller. Rangkaian skill bercahaya merah tampak menari-nari di layar, membuat HP musuh menurun drastis.

"Eli, bangkitkan Sean. Sean, gunakan skill ultimate jarak jauh."

"PERSETAN!!!!!!"

Meski berteriak mengumpat, si cleric melakukan apa yang disuruh Ansel. Sementara Ansel mengalihkan perhatian boss, sang warrior berhasil bangkit. Menggunakan senjata khusus, dia menyerang menggunakan skill jarak jauh,  yang mana berhasil memberikan serangan akhir pada boss.

"Yahahah, berhasil!!!!"

Meski begitu, dua orang teman Ansel tampak tidak begitu senang. Tentu saja, harusnya itu adalah pertarungan mudah jika Ansel bekerja dengan benar.

"Aku menghabiskan potion-ku......." gerutu si Cleric.

"Aku mati delapan kali." gerutu si Warrior.

"Itu karena kau payah, ketua." Si cleric malah menaburkan garam di atas luka.

"Siapa yang menyuruhku mengambil peran warrior dan bukan tank, ha?"

"Karena kita tahu apa yang akan dilakukan si sialan Ansel itu."

Mereka berdua memelototi Ansel yang masih menyeringai lebar sambil melihat-lihat drop item yang dia dapat, tidak memedulikan sedikit pun tatapan teman-temannya.

"Aku balas dia nanti." kata si Warrior, masih menyimpan dendam.

"Maaf mengganggu kesenanganmu, tapi kita tahu itu tidak mungkin. Kau sudah mengatakannya sejak tiga Minggu yang lalu."

Si warrior merasa ada listrik yang menyengat pundaknya. Dia roboh ke depan, memukul lantai berkali-kali dengan kesal.

"Andai saja.... andai saja dia tidak sekuat itu!"

"Bahkan meski aku lebih lemah, kau tetap jadi yang kalah, ke-tu-a!" Ansel membalas dengan seringai menyebalkan, membuat si warrior semakin kesal. Terlebih karena apa yang dikatakan Ansel adalah fakta. Si warrior ingat saat dia menantang Ansel dalam arena battle yang merupakan fitur PvP dalam game. Dengan peralatan tinggi dan skill yang bagus pun dia tetap kalah saat melawan Ansel.

"Setidaknya biarkan aku menghajarmu sekali, ayolah, untuk kawanmu." Ucap si warrior, agak memohon. Tapi Ansel membalas santai.

"Cobalah sendiri, kalau bisa."

Si warrior mengepalkan tinjunya erat dengan kebencian yang berapi-api. "Suatu saat, suatu saat nanti pasti......."

"Bukan berarti kau bisa mengalahkan Ansel, dalam satu dan lebih bidang." Kata Si cleric, menaburkan garam di atas luka lagi.

Begitu mendengar kata-kata temannya, si warrior merasa ada yang patah dalam dirinya, seperti sesuatu telah hancur seperti kaca yang dilempar batu. Tentu saja, itu adalah kesabaran yang selama ini menahannya.

"KAU DI PIHAK MANA, HA?????"

Ketika mereka tengah ribut-ribut, pintu kamar terbuka. Seseorang masuk, seorang pemuda berambut hitam. Semua tiba-tiba terpaku, berhenti bergerak, berhenti bersuara. Pemuda itu memelototi mereka, saling menatap. Sepuluh detik berlalu dalam keheningan hingga Ansel memecah suasana.

"Oh, hei Kuro!"

Dua orang yang tengah bertengkar itu langsung berpisah ketika mendapati mata dingin Kuro Fuyuki memelototi mereka. Mereka duduk sopan, merunduk seperti anak yang menyesali perbuatannya.

"Ha-hai, Fuyuki."

"Kuro, tampaknya kau sehat, syukurlah."

Namun, ramah-tamah kedua orang itu dibalas mulut yang tertutup rapat. Kuro berjalan melewati mereka, meletakkan dokumen yang dia bawa di meja, lalu duduk di lantai sembari mengambil controller untuk pemain nomor empat. Dia lihat sekilas situasi dalam game, lalu langsung paham dengan apa yang sudah terjadi.

"Ansel, kebiasaan burukmu itu mustahil dihilangkan, ya? Eli, usaha kerasmu tampaknya diinjak-injak Ansel. Ketua..... kau masih payah."

Kata-kata tajam Kuro terasa seperti pedang yang menusuk tepat ke kepala mereka bertiga. Tanpa sadar, mereka langsung duduk berbaris, menggenggam controller dan memainkan game dengan lebih tenang. Kuro memainkan peran sage. Lebih lagi, dia adalah sepuluh besar pemain dengan peran sage terbaik di dunia. Meski tampak seperti orang yang serius, Kuro Fuyuki memang termasuk gamer yang andal.

Dan kemudian, di sanalah Ansel. Seorang assassin yang tidak pernah melakukan tugasnya dengan baik, tapi selalu bisa mengatasi masalah dengan entah bagaimana caranya. 

"Kau masih kesal, Kuro?" Tanya Ansel seolah tanpa dosa, membuat kedua temannya melotot padanya.

"Oh, tidak, tidak perlu dipikirkan." Jawab Kuro dengan suara dingin. Tentu dia kesal. "Menyusun laporan, berhadapan dengan atasan, memberi kesaksian selama dua jam empat puluh menit sendirian. Kenapa aku harus kesal?"

"Ansel, kau yang terburuk." Kata si cleric, menatap jijik.

"Kau bahkan tidak mengerjakan tugasmu di dunia nyata dengan benar?" Kata si warrior, memasang wajah yang sama. Namun, Kuro membalasnya dengan tatapan yang tak kalah menusuk.

"Oh, berani juga kau berkata seperti itu, Pak Ketua OSIS."

Si warrior, Sean Fabre Sephoris, memasang senyum kikuk saat Kuro menyebutkan jabatannya di Helder. Dia, meski tampak seperti pemuda biasa yang payah dalam permainan, adalah Ketua OSIS Helder termuda dalam sejarah. Dia masih tingkat tiga, satu angkatan dengan Ansel, tapi dia mendapat jabatan Ketua OSIS yang normalnya didapat siswa tingkat empat. 

"Nah-nah, bagaimana ini, Sean? Kuro sudah sampai menyebutkan gelarmu." Kata si cleric, tertawa melihat Sean yang panik. Tapi Kuro belum selesai.

"Kau pikir dirimu lebih baik? Wahai Kapten Merlins?"

Kini dirinya yang memalingkan muka. Si cleric, Elijah Marceau, adalah kapten regu penyelidik rahasia yang berada di bawah Divisi Keamanan. Itulah kenapa dalam kasus William Wilxes sebelumnya, Wild Dogs dan Merlins dapat bekerja sama dengan baik, karena ketua mereka berada dalam satu party permainan RPG.

"Tapi tugasku sudah selesai, apakah aku tidak bisa bersenang-senang sedikit?" bantah Eli, berusaha melindungi diri meski lawannya adalah Kuro Fuyuki si lidah pedang.

"Kasihan juga Gianni, mesti mengurus semua laporan Merlins."

"Kau pikir aku ini kaptenmu? Aku juga membantunya kemarin. Setidaknya aku hadir saat dipelototi Gabriel, kau tahu?"

"Baiklah, setidaknya kau tidak lari, tidak seperti seseorang."

"Sudah aku bilang dia ini yang terburuk."

"Aku mendengarnya, kau tahu?" Kata Ansel kesal. Lebih kesalnya, mereka memang benar. Dia tidak mau berhadapan dengan Gabriel, ketua Divisi Keamanan yang tatapannya saja seolah bisa membunuh orang. Apalagi semua operasi yang dilakukan sebelumnya berakhir nihil. "Lagi pula, aku tidak bisa bertemu dengan iblis itu sekarang."

Kuro Fuyuki, meski masih menyimpan sedikit amarah, dia tahu apa yang dimaksud Ansel. "Apa ini soal anak itu?"

"Ya. Dia bisa benar-benar membunuhku kalau tahu."

"Memang apa yang dilakukan Ansel kali ini?" tanya Eli, tidak mengalihkan perhatiannya sedikit pun dari layar televisi.

"Orang ini membeberkan informasi soal Wild Dogs pada seorang anak SMP yang kebetulan dia temui, lalu memaksanya untuk masuk Divisi Keamanan dan mendaftar ke Wild Dogs."

Mendengar penjelasan itu, Sean dan Eli menatap Ansel, tidak percaya akan apa yang mereka dengar.

...* * * * *...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!