Satu Orang Lagi

Kami melewati ruang keluarga, ruang yang biasanya ramai tiap malam. Televisi di depan suka menjadi rebutan. Lee biasa ingin menonton drama, Marc ingin menonton dunia hewan, Lizzy ingin menonton animasi. Aku bisa melihat seluruh pemandangan itu sejelas siang hari, tapi aku tahu kalau apa yang aku lewati hanya ruangan kosong, dan mungkin akan tetap kosong selama beberapa waktu ke depan.

Keluar dari ruang keluarga adalah koridor yang terhubung dengan perpustakaan kecil, kamar ayah, dan ruang belajar. Dua orang berdiri di sana, seorang pemuda Asia dan pemuda bertubuh gempal yang tadi.

"Sudah semua?" Tanya pemuda Asia itu sambil melirik ke belakang.

"Sudah. Berkumpul di tempat Felice." jawab Ansel tegas. Pemuda Asia itu mengangguk. Ansel kemudian melirik padaku. "Orang keturunan Jepang itu Kuro Fuyuki, boleh dibilang tangan kiriku. Dia mengerjakan tugas-tugasnya cepat. Yang satu lagi adalah tank paling keras di Helder, Tobias Clausen."

Dia memperkenalkan kedua temannya. Pemuda gempal itu beberapa kali mengayunkan tangannya padaku, mungkin ingin menyapa. Aku balas tersenyum tipis. Si pemuda Asia, Kuro Fuyuki, malah sudah menghilang dari pandangan.

Hujan masih mengguyur deras, malah aku rasa lebih deras dari yang sebelumnya. Di luar terdapat dua orang lagi yang mengenakan jas hujan, tapi aku bisa melihat jelas wajah mereka. Seorang pemuda dengan tato simbol api di bawah mata kanannya dan seorang gadis bermata merah delima.

"Ansel!" seru si pemuda.

"Ketua." seru si gadis, lebih tenang dari si pemuda. 

Ansel berdiri di depan mereka, tegas layaknya seorang pemimpin. Aku cukup terkejut melihatnya, tak kusangka dia bisa bersikap seperti itu juga.

"Semuanya sudah di sini. Bantu evakuasi anak-anak, berkumpul di tempat Felice sesuai rencana awal. Bagaimana dengan korban di pintu depan?"

Mereka membahas ayah. Sekilas aku merasa hatiku berharap adanya keajaiban, aku merasa aku tidak mau mendengar apapun selain berita baik. Namun, tentu saja kenyataan itu pahit.

"Maaf, Ketua, korban dipastikan meninggal. Luka tembak langsung menembus arteri jantung, pendarahan hebat menjadi penyebab utama kematian."

Begitu....... mungkin aku terlalu berharap. Rasanya seperti aku ditembak lagi oleh peluru yang lebih besar. Rasanya begitu sesak, padahal aku ada di tempat ketika itu terjadi. Itu terjadi di depanku. 

Kepalaku terasa berat, sulit untukku mengangkat wajah atau sekadar melirik ke samping. Alasannya tentu saja, aku bisa merasakan jelas tangan Lee yang bergetar. Dia juga terkejut, bahkan mungkin tengah berada dalam masa penolakan. Dia tidak mau percaya, tapi dia mendengarnya dengan telinga sendiri, dan aku yakin dia tahu kalau yang mereka maksud "korban meninggal" adalah ayah kami. Tapi dia memilih untuk diam. Dia berusaha tegar, tidak bertanya apapun, tidak berusaha memastikan apapun. Lee adalah gadis yang kuat, lebih kuat dariku. 

"Lanjutkan laporan sambil berjalan. Kita harus segera pergi ke tempat yang aman. Klaus, gunakan kemampuanmu." Titah Ansel sembari terus berjalan menembus hujan. Betapa terkesimanya aku begitu melihat guyuran hujan ternyata sama sekali tidak membasahi Ansel. Terdapat semacam dinding tak terlihat yang menyelubunginya, mungkin salah satu teknik gift. Dia memperlihatkan kesan tak tersentuh oleh apapun. 

Pemuda gempal itu, Tobias Clausen, mengangkat tangannya tinggi. Tak lama, cahaya berkumpul, berputar spiral seperti galaksi, kemudian memipih menjadi piringan besar yang melayang di atas kami. Piringan cahaya itu menahan hujan yang turun dengan derasnya. Hebat, sekarang aku tahu kenapa dia disebut tank paling keras, walau sebenarnya aku memang belum melihat seberapa kuat sebenarnya piringan cahaya ini dalam menahan serangan.

"Ayo." Kata Tobias Clausen. Kami melangkah perlahan, bertelanjang kaki menyusuri tanah basah dan berlumpur. Bukan waktunya mengeluh, meski memang agak menusuk-nusuk juga gara-gara kerikil.

Aku lihat ke pinggir, dua orang pria dewasa tersungkur dengan tubuh diikat tali tambang tebal. Mereka mengenakan rompi anti peluru, lengkap dengan beberapa magasin senapan mesin dalam tiap kantongnya. Aku paham, mereka berperan menjadi penjaga pintu belakang. Jika ada orang yang berlari keluar melalui jalur belakang, mereka siap melumpuhkan atau membunuhnya. 

"Apakah semua penyerang sudah diamankan?" Tanya Ansel pada gadis yang tadi melapor, tapi yang menjawabnya adalah pemuda bertato api di samping.

"Saat kami datang, kami menemukan sembilan orang; dua orang di gerbang depan, satu pria besar di samping mereka, satu terkapar di koridor depan, tiga di dekat tangga, dan dua lagi yang di gerbang luar ini. Semuanya sudah kami ikat kuat."

Huh?

"Eh?"

Aku bersuara tanpa sadar, semua orang menoleh ke arahku. Tanpa sadar langkahku terhenti. Pundakku merinding tiba-tiba. Ini buruk, perasaanku memburuk. Tidak mungkin, kenapa harus sekarang?

"Anu.... tadi bagaimana? Ada sembilan orang diamankan?"

Ansel dan pemuda itu saling pandang sejenak. Lee, Val, semua saudaraku, pemuda itu, semua menatapku dengan aneh. Tidak, aku sendiri merasa aneh. Ada yang tidak benar.

Pemuda bertato api itu kembali menjelaskan. "Ya, kami mengamankan total sembilan orang. Sebetulnya lima dalam kondisi yang sangat buruk. Pria besar yang tersungkur di luar itu terlempar dari lantai atas hingga menghancurkan pagar beton, keajaiban dia masih bisa hidup. Pria di ruang tamu juga tulang-tulangnya patah dan terdapat pendarahan internal di beberapa bagian tubuh. Kemudian, aku tidak tahu apa yang kau lakukan, tiga orang di dekat tangga tak sadarkan diri dengan banyak luka tembak di tubuh."

Luka tembak? Siapa? Tiga orang yang aku hadapi waktu itu? 

"Oh, benar, itu juga membuatku heran." Ansel ikut berbicara. "Apa kau menggunakan gift-mu waktu melawan mereka bertiga? Aku tahu gift-mu itu pemantul, tapi hebat juga kau bisa mengetahui arah tembak peluru dan memantulkannya kembali ke para penyerang."

Memperkirakan arah peluru? Hal tidak masuk akal apa yang dia bicarakan? Bukankah dia sendiri yang tadi bilang sangat sulit membidik di kondisi gelap?

Selain itu, kemampuanku itu memantulkan energi, bukan arah serangan. Berbeda dengan peluru cahaya dari si kurus saat aku menolong Lee, peluru asli merupakan benda padat yang nyata, energinya dari putaran dan momentum. Kekuatanku bisa menahan peluru, tapi dalam artian menghentikannya, bukan memantulkan kembali ke penyerang.

Juga, ada satu lagi kejanggalan. Sembilang orang, dengan tiga orang di dekat tangga, satu orang di ruang tamu.

"Hei, anu...." Aku menatap pemuda bertato api itu, lalu lanjut bertanya, "dari sembilan orang yang ditemukan, apa ada yang memiliki luka sayatan atau tusukan?"

Pemuda itu menatapku heran, tapi Ansel tampaknya sudah mulai paham.

"Maksudmu luka dari benda tajam? Mereka semua memilikinya. Luka lama, tentu saja. Siapa yang membawa senjata tajam dalam adu tembak?"

Aku merasa sekelilingku tiba-tiba saja hening setelah mendengar jawaban dari pemuda itu. Semua orang menatapku heran, kebingungan, tapi Ansel mulai memerintahkan orang-orang untuk cepat bergerak. Pemuda Jepang itu meraih lenganku yang lain, wanita penyembuh di belakang membantu mengarahkan anak-anak. Semua mulai panik, tapi aku mendengar suara.

Mataku bergulir, kepalaku berputar. Di belakang, di lawang pintu panti asuhan yang gelap, seseorang berdiri. Darah mengalir dari kakinya, amarah memerahkan wajahnya, cahaya oranye bak lidah api di matanya seolah siap membakar apa pun di depan. Tangan kanan pria itu merentang, simbol mata di telapak tangannya bercahaya terang, kemudian memunculkan asap seperti pijar.

Tubuhku berat, kakiku seperti batu, tanganku terasa dirantai. Hanya mataku saja yang bergerak. Cahaya di tangan orang itu semakin terang. Semua panik, tidak melihat. Semua berusaha lari menjauh, tapi instingku mengatakan kalau itu semua tidak ada gunanya. Apakah serangannya tipe personel, atau wilayah? Apakah serangan langsung, atau kutukan? Apakah dalam bentuk elemen seperti api, udara, atau bentuk konsep seperti ruang atau gelombang? Apapun itu, korban pasti jatuh saat ini.

Mataku melirik lagi, semua orang menunjukkan ekspresi yang hampir sama. Bahkan orang-orang Wild Dogs yang harusnya terlatih tidak luput dari rasa panik. Aku juga sama. Aku takut. Rasa sakit sewaktu ditembak di dada itu nyata, belum pernah aku bayangkan kalau rasa sakit setingkat itu nyata adanya, dan itu masih berdenyut di dadaku.

Namun, jika harus memilih, apakah lebih baik untuk merasakan lagi rasa sakit fisik yang tadi, atau kembali terdiam tak dapat berbuat apa-apa ketika wajah orang yang penting bagiku ditutup kain putih, apa yang bisa aku perbuat? Mereka ini terkadang menyebalkan, tapi mereka keluargaku.

Aku menarik lenganku kuat, melepaskan cengekeraman Lee dan pemuda Jepang ini. Seketika tumpuanku hanyalah kaki yang masih terasa lemas. Jalanku sempoyongan, tenagaku hampir habis, tapi aku gunakan semua yang aku bisa. Jika aku gagal sekarang, aku akan menyesalinya seumur hidup. Meski napasku terasa berat, tapi aku tetap berlari sempoyongan ke belakang, melewati Lee, melewati si pemuda Jepang, melewati wanita penyembuh itu, melewati Lizzy, melewati adik-adik sepanti, melewati Val yang terkejut. Tangan kanan aku kepalkan kuat. Pita-pita cahaya mengembang sepertu bunga, berputar menuju kepalan tangan yang mulai bercahaya juga.

Simbol mata bercahaya pijar pada tangan pria itu memutih layaknya besi panas. Udara berputar di tangannya, awan merah halus muncul tiba-tiba, berputar, membentuk bola merah padat. Aku angkat tangan kananku yang bercahaya ke arahnya.

Bola merah di sana bercahaya terang, mengantarkan semburan api yang meluncur cepat seperti burung alap-alap. Udara dingin tiba-tiba menghangat, tetesan hujan menguap, kegelapan malam menjadi seterang siang. Kulitku terasa seperti berada di bawah terik matahari musim panas.

Hening, tidak ada suara. Pandanganku memudar, hanya cahaya terang saja yang dapat aku tangkap, serta bayangan dari tangan kurusku yang merentang lurus ke depan. Bola api itu semakin mendekat. Wajahku, pakaianku, rambutku, semuanya terasa kering. Tanganku terbakar, tapi aku tidak bisa menariknya kembali. Semakin lebar aku buka telapak tanganku, cahaya bersinar semakin terang.

...* * * * *...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!