Kunjungan - 3

"Lee?"

"DIAM!!!!!!!"

Bentakannya membuat jantungku terasa berhenti berdetak sejenak. Lee memang galak, bahkan ayah kami juga mengakuinya, tapi semuanya tahu kalau sikap galaknya itu bukan karena dia benar-benar penuh amarah, itu karena dia peduli pada kami. Dia menganggap kami sebagai keluarga, dan dia tidak mau kami kenapa-napa. Itulah kenapa dia bersikap agak keras.

Namun, ada perbedaan antara amarahnya sekarang dengan sikap galaknya selama ini. Tamparan itu, ekspresi itu, bentakannya itu, sikapnya sekarang benar-benar dipenuhi amarah. Jarang sekali aku melihatnya begini, lebih jarang dari pada melihatnya dalam sikap yang penuh perhatian. Amarahnya itu nyata, seolah tatapannya saja dapat membakar apa pun di depan.

"Pada akhirnya aku begini, pada akhirnya aku begitu, pada akhirnya, pada akhirnya... SUDAH CUKUP!!!! Kenapa kau tidak hentikan saja kebiasaan burukmu itu, ha? Kau selalu saja seperti itu, merasa kalau dirimu harus bisa melakukan lebih, merasa kalau dirimu tidak bisa apa-apa, kau tidak pernah melihat adanya sisi baik dari apa yang kau lakukan, kau selalu mengabaikan dampak baik dari apa yang sudah terjadi, kau selalu mencari-cari kekurangan dari apa yang kau lakukan, dan selalu merasa kurang. Kau selalu menyalahkan dirimu, tapi tidak pernah mengapresiasi apa pun. APA KAU TIDAK PERNAH PAHAM???????????"

Lee tidak menahan suaranya. Dia bahkan menarik kerahku kuat. Dia menggeram seperti singa ketika berbicara. Dia saat ini benar-benar menyeramkan.

Atau, itulah yang aku pikirkan, hingga aku melihat air mata merembes membasahi pipinya.

"Lee........."

Dengan terisak dia menyeka air matanya, kemudian lanjut berbicara padaku.

"Bukankah...... Val juga sudah mengatakannya padamu? Atau kau perlu dijelaskan sekali lagi?? Jika kau tidak datang, para penjahat itu akan menyerang kami lebih cepat. Jika kau tidak mendorong Val, mungkin dia tidak akan ada di sini sekarang. Jika kau tidak menghalau api itu sewaktu kita lari, mungkin bukan cuma kau saja yang diperban sekarang. Kenapa kau tidak memikirkan tentang itu? Kenapa kau tidak memikirkan tentang kami yang sudah kau selamatkan? Kau itu lebih muda dari kami, tapi juga lebih bisa diandalkan. Apa kau pikir kami tidak pernah memikirkannya?? Jika itu aku yang ada di sana, aku akan mati di detik pertama, jika itu Val, dia akan mati di menit pertama. Hanya kau yang bisa melawan mereka dan menyelamatkan kami saat terluka, dan bahkan, kau belum puas dengan itu????"

Lee melupakan seluruh perasaannya. Aku terdiam. Air mata Lee menetes ke kakiku. Rasanya hangat, tapi begitu menyedihkan. Aku membuatnya menangis. Ini kebodohanku sendiri. Lee benar, tapi aku sendirilah yang masih merasa tidak terima.

"Hei, Lee. Bukankah ini cukup?"

Val mencoba menenangkan, tapi Lee menghalau tangan yang berusaha menggenggamnya.

"DIAM!!!"

Val seketika terpaku, menarik kembali tangannya yang terulur. Lee menyeka lagi air matanya, lalu lanjut berbicara. "Val, apa kau tidak merasa muak? Theo selalu seperti ini, menganggap kalau dirinya tidak berarti ketika dia justru melakukan lebih banyak hal dari kita. Tidakkah kau merasa dia ini seperti menghina kita yang tidak bisa melakukan sebanyak yang dia lakukan?"

Eh, tunggu, tidak! Aku tidak pernah begitu!

"Lee... apa yang kau bicarakan?" Tanya Val mulai bingung.

"Tentu saja bukan?? Dia ini selalu saja berkata andai ini Val, pasti akhirnya begini, andai itu Lee, pasti akhirnya begitu. Dia selalu membawa-bawa kita dalam keluhannya, tapi juga menyelamatkan kita setiap saat. Bukankah itu artinya dia secara tidak langsung menghina kita? Dia seolah berkata oh, harusnya Val bisa melakukan ini, oh harusnya Lee bisa melakukan itu, tapi malah aku yang harus mengerjakan semuanya sendiri."

"TENTU SAJA TIDAK!!!!" Aku berteriak tanpa sadar, tapi tuduhan itu benar-benar membuatku kesal. "Aku... aku hanya mau membalas budi. Aku benar-benar putus asa setelah menyadari kalau aku tidak bisa melindungi Lizzy setelah ibu kami meninggal. Aku hanya berharap Lizzy bisa dirawat orang yang tepat, tapi kalian juga menerimaku. Aku anak yang bermasalah, aku bertengkar tiap hari, reputasiku buruk, aku ditakuti preman sekitar, aku tidak pernah jujur pada kalian, aku selalu mengendap-endap keluar, aku sering pulang terlambat. Tapi, meski begitu.... meski begitu..... kalian tetap menerimaku ketika aku membuka pintu. Kalian selalu membangunkanku untuk sarapan meski aku bangun terlambat. Kalian juga bekerja untuk Lizzy meski aku tidak pernah meminta. Aku tidak akan pernah merendahkan kalian!!! Aku tidak akan membiarkan orang lain melakukannya, karena kalian adalah—"

"Itu benar, Theo." Lee memotong kata-kataku lagi. Dia menyelitkan tangannya melewati lenganku, lalu mendekapku erat hingga dadaku terasa sedikit sesak. Aku tidak bisa melihat wajahnya, tapi aku bisa merasakan air matanya yang hangat merembes di leherku. "Itu karena kau adalah saudaraku, aku tidak akan membiarkan siapa pun merendahkan mu, termasuk dirimu sendiri."

"...... Theo...." Val berjalan mendekat. "Ketahuilah, waktu pria itu menodongkan pistolnya padaku, seketika tubuhku membeku. Aku yakin Lee juga sama, Lizzy juga sama, Marc dan yang lain juga sama. Hanya kau yang bisa bergerak mendorongku waktu itu. Sama seperti Lee, aku tidak bisa membiarkanmu merendahkan dirimu seperti itu. Setidaknya biarkan kami berterima kasih. Kau sudah menyelamatkan kami, itu adalah fakta. Ini bukan tentang jika itu seseorang, maka akhirnya akan seperti itu. Tidak. Waktu itu, jika tidak ada kau, mungkin kami tidak akan ada di sini sekarang. Makannya......"

Val tiba-tiba merentangkan tangannya ke dahiku.

"Eh?"

Jentikan yang dia lakukan membuat wajahku tertarik ke belakang seketika. Aku rasa dahiku memerah. Sial, apa dia tidak sadar kalau dia ini sabuk hitam? Jentikannya itu bisa saja membuat tengkorak orang lain retak.

Tapi ketika aku melihat wajahnya yang tersenyum, rasanya dadaku menjadi sejuk.

"Hentikan pemikiran bodohmu itu, bodoh. Kau melakukan lebih dari apa yang perlu kau lakukan."

Aku tidak bisa bilang kalau kebiasaan ku berpikir kalau pekerjaanku selalu kurang itu sudah lepas. Aku juga tidak bisa bilang kalau aku benar-benar sembuh dari rasa bersalah dan trauma. Tapi ketika aku melihat mereka, ketika Lee menamparku, ketika Val menyentil dahiku, rasanya seperti aku telah ditarik kembali pada kesadaranku. Rasanya penglihatanku lebih jernih dari sebelumnya, rasanya telingaku bisa lebih jelas mendengar suara hujan di luar, rasanya tubuhku bisa lebih merasakan hangatnya Lee yang masih mendekapku erat.

Itu benar. Mereka benar. Aku benar-benar orang yang sangat beruntung. Aku selalu menutup mata akan apa yang aku dapat, tapi akhirnya aku sadar sekarang. Selama ini, aku telah diberi saudara yang benar-benar hebat.

"Aku... tidak tahu harus berkata apa."

"Tidak perlu berkata apa-apa. Kami yang harus berkata sesuatu." Balas Val.

"Benar, harusnya kami mengatakan ini dari tadi: Terima kasih, Theo." Lee melanjutkan, tepat di samping telingaku dia berkata seperti itu, membuatku langsung celingukan mengalihkan pandangan. Ini memalukan, tambah memalukan lagi karena Lee yang mengatakannya.

Aku senang Lee menamparku, aku senang Val menyentilku. Aku senang mendapat kata "terima kasih" dari mereka. Rasanya belenggu di leherku melonggar. Pikiranku terasa lebih jernih. Tanpa sadar tanganku terangkat, merayap mengelilingi leher Lee, lalu balas mendekapnya erat.

"Ya. Aku tahu."

Perlahan aku mendorong Lee menjauh. Tangannya masih terasa erat di tubuhku seperti tambang yang saling mengikat. Ayolah, apa nyamannya di sini? Aku belum mandi, kau tahu? Tubuhku juga kurus dan agak keras. Tapi aku benar-benar perlu tenaga lebih untuk akhirnya mendorong Lee, yang juga pada akhirnya menjauh dengan muka cemberut. Maaf, tapi masih ada satu hal lagi yang perlu aku bicarakan.

"Terima kasih, kalian berdua. Telah membawaku kembali ke sini, dalam banyak arti tentu saja. Meski begitu, dadaku masih terasa sedikit sesak. Masih ada sesuatu yang mengganjal."

"Apa aku perlu memelukmu lagi lebih kuat?" Lee tiba-tiba berceletuk.

"Tidak, tidak terima kasih. Lebih dari itu dan tubuhku akan remuk."

"Kau berkata aku seperti gorila?"

"Diam." Val mengetuk kepala Lee dengan buku jarinya. Terima kasih. Aku sempat memikirkan cara-cara agar Lee bisa diam mendengarkan.

"Aku.... masih memiliki perasaan kalau aku memiliki tugas untuk melindungi kalian, untuk melindungi Lizzy."

Aku tadinya merasa kalau Lee akan menyangkaal. Biasanya dia seperti itu. Dia akan memotong sambil berteriak KAMI BISA MELINDUNGI DIRI KAMI SENDIRI!! Namun, kali ini mereka berdua diam mendengarkan, yang mana membuatku cukup terkejut juga.

"Aku tahu kau akan berkata begitu." Val membalas dengan seringai aku-tahu-segalanya.

"Itu sifatmu, tentu saja." Lee melanjutkan. Sangat langka melihat dia setuju begitu. "Sejak awal kami tahu kau pasti tetap keras kepala sebanyak apa pun kami menjelaskannya padamu. Kau akan tetap merasa punya tugas melindungi kami karena kau telah menerima banyak hal dari kami. Yah, tadinya aku memang akan protes, tapi aku ingin mencoba paham. Memang benar kami bisa menjaga diri, tapi kau menyelamatkan kami tiap kali kami lengah, Theo. Karena itu lakukan saja apa yang ingin kau lakukan."

Apa mereka berubah hanya dalam waktu beberapa hari? Ini sangat aneh, mereka terasa aneh. Apa mereka benar-benar Val dan Lee? Rasanya aku hampir tidak mengenali mereka.

Apa yang sebenarnya aku bicarakan? Begitu bodoh. Tentu saja itu mereka. Itulah diri lain mereka. Orang yang mengutarakan jelas apa yang mereka rasakan. Akan memalukan jika aku malah jadi pihak yang terus bersembunyi.

"Ya, itu benar. Aku merasa berhutang besar. Juga, mungkin karena selama ini aku merasa karena aku ini receiver, maka aku harus berbuat lebih banyak. Aku selalu merasa kalau selama Lizzy bisa hidup bahagia, kehidupanku sudah cukup. Tapi kemudian aku sadar, kalau keinginanku mungkin lebih sulit dari yang aku duga. Aku ingin melindunginya, aku ingin memberikan tempat yang aman untuknya, untuk kalian juga. Untuk itu, aku sendirilah yang harus berubah."

"Kau benar, tapi jangan lupakan dirimu juga." Balas Lee sambil tersenyum.

"Jadi, apa yang ingin kau lakukan?"

Aku menarik napas. Jantungku berdegup kencang, semoga aku tidak salah sebut, ini akan jadi resolusiku, keputusan yang aku buat setelah mengalami banyak hal. Aku ingin setidaknya mengatakan ini dengan jelas dan lantang.

"Aku rasa... aku akan ikut ujian masuk Helder."

Aku sudah siap untuk wajah keterkejutan, atau sindiran, atau teriakan yang mana sebetulnya hanya bentuk reaksi yang berlebihan. Tapi mereka hanya menampakkan senyum tipis seolah sudah menduga.

"Cukup lama bagimu untuk sadar, benar 'kan?"

"Ya. Seperti biasa, Theo si bodoh."

...* * * * *...

Terpopuler

Comments

百里金

百里金

mantap theo

2023-06-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!