Ansel's PoV
"Ya, akan aku sampaikan. Terima kasih." Rolfe van Hyden menutup telepon dari sambungan khusus The Merlins. Dahinya mengerut, wajah masamnya membuat kedua temannya terdiam. Dari intonasi bicaranya saja sudah dapat diketahui informasi apa yang dia dapat.
"Negatif?" tanya Ansel sambil mengangkat cangkir kopi di atas meja bundar.
"Negatif. U-1 tewas. Tidak ada informasi yang bisa kita peras."
Ansel menghela napas panjang. "Seperti yang kita duga." Katanya sebelum menghirup kopi hitam pahit yang dia pesan sebelumnya. "Empat orang, semuanya bernasib sama."
"Yah, itulah yang mereka dapat jika berurusan dengan LOST." Sahut Kuro Fuyuki, meneguk latte berkafein ringan favoritnya.
Jumat, 24 Mei 2043. Sudah satu bulan Ansel Elias Clive tinggal di Kota Argon, jauh dari Helder, tempat dia bersekolah. Bukan tanpa alasan, dia mendapat informasi sekitar lima Minggu lalu dari tim investigasi rahasia, The Merlins. Ada tikus Ulkafa menyusup ke Argon, dua orang. Dua-duanya berbahaya, satu diduga berada di bawah LOST—organisasi ekstremis internasional, sementara satu lagi adalah Half-men, orang-orang dengan bakat yang mirip dengan para receiver, hasil eksperimen terlarang saat perang dulu.
Tikus pertama, dinamai U-1, berhasil tercium di wilayah perkampungan padat di timur Argon. Dia merekrut anggota baru sebanyak tiga orang, tapi semuanya hanya preman sekitar. Tidak perlu Merlins, Wild Dogs berhasil mengejar dan meringkus mereka satu per satu. Sayangnya, sebelum mereka mengatakan informasi apa pun, mereka tiba-tiba tewas dengan isi kepala yang hancur seperti diledakkan dari dalam. Jelas itu perbuatan receiver. Entah apakah berupa segel untuk melarang mereka berbicara apapun, atau memang dibunuh di waktu tertentu.
Wild Dogs awalnya mengira U-1 lah pelaku pembunuhan tiga rekannya, tapi mereka salah. Sama seperti yang lain, kepala U-1 hancur begitu dia tertangkap. Divisi Keamanan telah mencoba segala hal untuk dapat mencabut segel itu, tapi hasilnya nihil. Itu membuat pekerjaan menjadi semakin berat.
"Mereka hanya pion. Orang-orang yang asal bergabung dengan LOST tanpa tahu apa-apa. U-1 mungkin dari awal sudah berniat untuk mati. Kepalanya hancur saat dia sampai di markas utama, tidak seperti yang lain yang hancur setelah memberikan sedikit informasi. Mungkin dia memang sengaja memberi kita pekerjaan ekstra." Ansel berspekulasi sambil menatap refleksi wajahnya sendiri di permukaan kopi hitamnya.
"Tapi...... untuk apa? Aku tahu mereka semua gila, tapi tujuan U-1 sejak awal tidak terlalu jelas. Jika dia mengincar benda itu, kenapa harus mengumpulkan anggota amatiran dari preman-preman sekitar? Dia seolah sengaja meninggalkan petunjuk keberadaannya pada kita melalui preman-preman itu." Geram Rolfe.
"Bukankah itu jelas? Untuk memberi kita pekerjaan ekstra." Jawab Fuyuki. "Aksi U-1 dimulai dengan menyerang wilayah Helder, lalu kabur ke Argon. Jika kita berspekulasi kalau dia sengaja merekrut preman biasa sebagai bentuk meninggalkan jejak, mungkin dari awal dia ingin kita mengejarnya untuk mengalihkan perhatian kita meski hanya sebentar."
"Tepat." Ansel melanjutkan setelah menghabiskan kopi hitamnya. "U-1 adalah pion sekali pakai. Dia tahu itu, dan dengan senang hati melakukan tugasnya. Dia ingin kita fokus padanya, karena itu dia merekrut anggota tiba-tiba, memberikan mereka sedikit informasi agar kemudian disampaikan pada kita setelah kita menangkap mereka. Dengan begitu, perhatian kita akan fokus pada meringkus dahulu U-1 yang jejaknya sudah jelas terlihat. Setelah tugasnya selesai, maka tinggal menunggu kepalanya meledak saja. Aku puji dia karena melakukan tugasnya dengan baik. Perhatian kita teralihkan selama tiga minggu penuh."
Ansel menyeringai, membuat kedua rekannya merinding ngeri. Itu adalah kebiasaannya ketika merasa kalau musuh telah berhasil mengejar rencana yang dia buat. Kali ini, bukan hanya mengejar, tapi musuh juga berhasil menggagalkan rencana awal Ansel. Pada awalnya dia ingin misi ini selesai dalam dua hingga tiga minggu saja, mengingat hanya U-1 yang kelihatannya berbahaya. Namun, perhitungannya salah. U-1 hanya pengalih perhatian agar jejak U-2 menjadi samar. Mereka berhasil, yang mana membuat Ansel cukup kesal.
"Merlins belum memberikan apa-apa lagi tentang U-2." Kata Fuyuki, mencoba menghilangkan ketegangan. "Sama seperti U-1, U-2 mengambil beberapa orang untuk dijadikan kelompok. Mudah mencari jejak mereka saat penyusupan terjadi, tapi gara-gara U-1, mereka seolah menghilang dari radar. Jika jumlah anggota kelompok mereka lebih besar, bukankah artinya mereka memiliki target untuk diserang atau dikuasai?"
Rolfe mengingat-ingat kembali informasi yang dia terima tentang U-2 sebelumnya. "Terakhir kali laporan tentang mereka menyebut kalau mereka bergerak menuju pusat kota. Tapi mereka tiba-tiba saja menghilang kembali. Bukankah itu aneh kalau mereka tengah menyiapkan sesuatu yang besar, tapi keberadaan mereka bisa tidak diketahui? Bagaimana suatu perencanaan yang begitu besar bisa jadi tidak terendus oleh kita atau Merlins?"
"Nah, sebenarnya tidak serumit itu jika dipikir ulang." Ansel langsung menjawab. "Pergerakan U-2 juga sebetulnya sederhana. Informasi yang kita terima tiga hari lalu mengatakan kalau dua orang dari kelompok U-2 ditemukan di Illikapa, itu menuju balai kota Argon. Merlins mungkin menduga kalau U-2 akan melakukan penyerangan ke pusat kota, tapi tidak begitu. Keuntungan dari menyerang pusat kota bagi mereka itu sangat sedikit dan sangat berisiko, secara penyusup seperti mereka mungkin memiliki persediaan terbatas. Terlebih karena mereka secara tidak langsung berhubungan dengan LOST, menyerang pusat kota hanya akan menimbulkan kecurigaan pada pihak yang lebih luas. Karena itu, tampkanya dua orang itu hanya umpan agar Wild Dogs dan Merlins fokus pada jalur ke pusat kota. Mungkin U-2 akan mencari tempat yang lebih tersembunyi. Daerah yang luas, tidak terlalu jauh dari kota, tapi tidak akan menarik banyak perhatian juga. Jika dipersempit lagi, karena bahkan Felice tidak bisa mendeteksi mereka di pusat kota, maka tempatnya berada di luar kawasan itu, mungkin agak pinggir sedikit. Di Argon, hanya terdapat beberapa tempat saja yang memenuhi kriteria itu."
Petir menyambar, membuat langit terang sekejap. Guntur mengikuti kurang dari sedetik kemudian. Hujan lebat turun menyerbu seolah menjadi tanda kalau sesuatu yang jahat akan dimulai. Dalam ketegangan itu, ponsel pintar Ansel berdering membuat seluruh perhatian teralihkan seketika. Dari Felice, spesialis penyerangan jarak jauh Wild Dogs. Ansel mengangkat telepon itu segera.
"Ansel di sini." Dia lalu diam mendengarkan, ekspresinya tidak berubah, benar-benar poker face. Rolfe dan Fuyuki juga diam menunggu. Mereka mencoba tenang, tapi atmosfer di sekitar mereka begitu tegang. Setelah tiga puluh detik, Ansel kembali berbicara. "Baiklah, aku mengerti. Segera pergi ke lokasi dan tetap lakukan pengawasan."
Telepon ditutup. Pemuda berambut merah itu menatap kedua rekannya yang diam menunggu kabar. "Pergerakan di Jalan Haggins, U-2 dikonfirmasi bersama sembilan orang Ulkafa yang lain."
"Haggins..... Panti Asuhan Jirca!" seru Fuyuki, akhirnya paham apa yang dimaksud Ansel.
"Jirca..... Benar juga. Tempatnya sesuai dengan kriteria yang kau sebut."
"Ya, sayang sekali itu benar." Ansel bangkit dari kursinya, mengeluarkan sejumlah uang lalu diletakkan di atas meja. Dua orang yang lain mengikuti. "Rolfe, panggil yang lain. Kita berkumpul maksimal sepuluh menit lagi di Jirca. Kuro, hubungi markas utama. Seluruh penyerang membawa senjata api. Kita perlu sedikit bantuan kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."
"Dimengerti!"
"Laksanakan."
Mereka berdua mengangguk dan membalas perintah itu dengan jawaban tegas. Sambil mengikuti Ansel ke luar kafe, mereka menghubungi orang-orang yang perlu mereka hubungi melalui radio frekuensi khusus.
Setelah mengenakan helm, mereka menyalakan motor yang terparkir di depan kafe. Fuyuki dan Rolfe mengenakan jas hujan, tapi Ansel tidak. Air hujan tidak mengenai tubuhnya, dia gunakan gift untuk itu. Gas ditarik, membawa mereka cepat menuju tempat yang dimaksud.
Kafe tempat mereka bertiga berkumpul tadi berada di pusat kota. Ansel menunggu informasi di sana karena dia yakin U-2 tidak akan ada di sana. Dari sejak dilakukannya penyergapan, dia sudah menduga kalau U-1 itu hanya pengalihan perhatian saja. Dia juga tahu kalau pusat kota bukanlah target utama U-2. U-2 mencari tempat yang mudah dikuasai untuk dijadikan basis. Karena itu sejak awal Ansel menyuruh Wild Dogs untuk patroli di beberapa tempat.
Walau sudah tahu dari awal tentang tujuan U-2, tetap saja ada satu hal yang tidak sesuai harapan. Tempat yang diburu U-2 adalah Panti Asuhan Jirca. Secara logis, tempat itu memang sempurna dijadikan basis, tapi Ansel selalu berharap kalau tempat itu lepas dari pandangan musuh. Itu karena dia tahu Theodore Radley tinggal di sana.
Enam menit perjalanan terasa cukup menegangkan karena jalanan licin akibat hujan badai. Tapi mereka bisa sampai dengan cepat. Motor diparkir agak jauh dari panti agar tidak terdeteksi para ekstremis. Sisanya tinggal berjalan menuju tempat pertemuan.
Telepon berdering lagi. Tanpa menghentikan langkah, Ansel mengambil ponsel itu dari saku blazer di balik jaketnya. Itu dari Felice lagi.
"Ada apa???"
Ansel baru menghentikan langkahnya setelah mendengar laporan dari Felice. Dia terdiam mendengarkan, kemudian menutup telepon setelah memberikan instruksi lanjutan.
"Perubahan rencana." kata Ansel sembari berbalik pada Rolfe dan Fuyuki di belakang. "Kita langsung bekerja. Ada empat penjaga di luar panti; dua di gerbang depan dan dua di belakang. Rolfe, kau dan aku akan menerobos masuk dari depan. Kuro, bantu Claus membereskan penjaga belakang. Amankan jalur evakuasi dari pintu belakang. Beritahu V setelah jalur sudah aman. Rolfe, beritahu Mei setelah kita berhasil masuk. Dia dan Magz bersiaga di luar. Kita berkumpul di lantai dua, tempat pastinya akan diberitahu Felice."
Kedua orang itu awalnya tampak bingung, tapi mereka tidak mempertanyakan apa pun keputusan Ansel. Mereka tahu kalau situasi telah memburuk. Akhirnya, mereka harus setuju.
"Dimengerti!" Seru Rolfe.
"Aku mengerti." Jawab Fuyuki sembari mengeluarkan sebuah gagang pedang kosong dari balik jas hujannya.
"Bagus. Cepat pergi!"
Fuyuki berlari memutar. Dia sangat cepat hingga sebentar saja Rolfe mengalihkan pandangan, sosoknya sudah hilang ditelan derasnya hujan.
"Rolfe, gunakan radio terbatas mikro. Hubungi semuanya!"
"Baik!" Rolfe memasang semacam earbuds di telinga kanan, lalu menghubungi seluruh anggota.
Ansel mempercepat langkah. Angin di sekitarnya berbeda, bahkan getaran di sekitarnya berbeda. Matanya fokus menatap lurus ke depan, wajahnya menunjukkan amarah dan gelisah. Informasi dari Felice jelas bukan informasi yang baik.
Ansel dan Rolfe berhenti berlari sekitar lima puluh meter dari gerbang depan. Ternyata benar, dua orang bertubuh tegap berjaga di luar gerbang. Masing-masing satu unit submachine gun jenis MP5 dengan peredam terpasang. Entah berapa banyak amunisi yang mereka punya, tapi dilihat dari penampilan mereka yang besar, mungkin cukup banyak di balik jas hujan itu.
"Aku sudah menghubungi Felice. Hanya ada dua orang itu di sini, sisanya sudah masuk ke dalam panti." Ujar Rolfe, tahu kalau Ansel akan memerintahkan itu.
"Dasar ceroboh." Komentar Ansel.
"Mereka hanya tidak tahu." Rolfe mengambil dua buah kerikil di tanah, lalu bersiap melemparkannya ke para penjaga. Lengan yang menggenggam kerikil diselimuti uap aneh yang menghalau air hujan. Rolfe membidik ke salah satu penjaga. Setelah mengunci target, dia ayunkan tangannya kuat. Guyuran hujan deras tiba-tiba terempaskan oleh gelombang yang meledak di udara tepat setelah Rolfe melepaskan batu itu dari genggamannya. Batu itu melesat secepat suara menuju penjaga di kanan, menembus kaki tebal hingga membuat orang itu jatuh.
"O... OI!!!!!"
Penjaga yang satu lagi tampak terkejut karena temannya tiba-tiba bertingkah aneh. Tapi harusnya dia tidak melonggarkan penjagaan. Batu satu lagi dilesatkan, menembus bahu yang membuatnya menjatuhkan senjata. Ketika mereka lengah, Ansel datang tiba-tiba seperti hantu. Kedua tangannya diarahkan ke dua kepala penjaga. Dia menggunakan gift sebelum kedua orang itu sempat bereaksi.
"Dor."
Gelombang kejut yang senyap menciptakan ledakan di udara, mengempaskan hujan, tanah berlumpur, dan kedua penjaga itu sendiri. Mereka terjerembap setelah menabrak pohon, tak sadarkan diri hingga bola mata mereka berputar ke dalam.
Itulah gift Ansel Elias Clive, kekuatan yang membuatnya mendapat julukan "Terkuat di Angkatannya". Dia beri nama gift itu «Howler», sebuah gift untuk memanipulasi getaran. Lemparan batu Rolfe tadi pun begitu senyap karena Ansel menekan gelombang yang memiliki rentang frekuensi yang dapat didengar manusia. Hasilnya, Rolfe bisa menggunakan ledakan gelombang tanpa harus menarik perhatian.
"Selalu menarik melihatmu melakukan itu." Puji Rolfe sembari mendekati Ansel. "Mei sudah aku hubungi. Kita amankan saja dulu dua orang ini, sekalian mencari sedikit informasi."
"Ide bagus. Luka mereka juga lumayan, jangan dulu biarkan mereka mati sebelum memberikan informasi." Pemuda itu kembali menatap ke panti. Langkahnya lebar dan senyap, tersamarkan oleh hujan yang mengguyur deras. "Siapa lagi yang ada di dalam?"
"Tiga orang tersungkur di dekat tangga ruang tengah, satu orang dengan senjata berat berjaga di depan pintu masuk." Kata Rolfe, menyampaikan informasi dari Felice yang mengamati dari jauh. "Oh, tunggu, gawat. Satu orang di lantai dua, di depan kamar anak-an-"
Belum sempat Rolfe menyelesaikan kalimatnya, suara ledakan pistol berkaliber besar memecah derasnya hujan, bergema mengalahkan suara guntur di langit. Ansel dan Rolfe terkesiap, tapi sigap bergerak cepat tanpa memedulikan bergerak diam-diam lagi.
* * * * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments