Membahas Ulang

Udara dingin berembus mengantarkan kengerian yang tiba-tiba merayapi pundakku. Langit tidak terlihat mendung, mungkin memang perasaanku. Tapi jelas bukan perasaan yang enak. Aku mendengar Ansel menarik napas panjang, lalu mengusap mukanya kuat menahan emosi yang mungkin tengah bergejolak.

"Sebelumnya, aku turut berduka cita atas apa yang terjadi. Maaf, aku tidak bisa bertindak cepat." Kata Ansel. Suaranya terdengar lebih agresif. Ketenangannya mulai hilang.

"Ah, iya. Juga, tidak perlu meminta maaf. Bukan berarti kejadian itu salahmu juga."

Ansel menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Kami terlalu lalai dalam memperhitungkan situasi." Ujarnya terdengar penuh penyesalan. "Aku memiliki dugaan kalau mereka akan menyerang beberapa tempat terpencil setelah kabur dari Helder, tapi aku kurang cepat memperkirakan kalau mereka akan bergerak ke Jirca."

Sebentar, apa?

"Menyerang Helder?"

Ansel terdiam sejenak, merenung. Eskpresi yang dia buat mungkin sama seperti aku yang tadi mengingat-ingat kejadian di panti waktu itu. Dia tengah memutar ulang ingatan yang tidak mengenakkan di kepalanya sebelum mencoba untuk menyampaikannya dengan kata-kata. Ketika dia menarik napas, aku tahu dia siap.

"Sebulan yang lalu, sekitar lima minggu lalu, terdapat laporan kalau beberapa preman berkumpul di apartemen kumuh seberang Helder. Laporan penyerangan, pemerasan, dan pelecehan datang ke divisi keamanan dari sejumlah murid. Karena sudah meresahkan, divisi keamanan mengirimkan beberapa anggota patroli untuk memeriksanya. Tiga hari berlalu, seluruh anggota regu patroli menghilang tanpa kabar. Dinilai terlalu mencurigakan, ketua divisi ingin mengirimkan regu khusus yang biasanya hanya bergerak ketika diperintah langsung olehnya. Tapi aku memberi usul agar Wild Dogs diturunkan dulu untuk jaga-jaga. Dua orang anggota kami pergi, seorang penyerang dan penyembuh. Mereka berdua kembali sore harinya. Penuh luka, seorang tak sadarkan diri."

Suara Ansel bergetar seperti singa ketika dia bercerita. Amarah benar-benar terlihat membara dari matanya. Aku paham. Dia sudah menahan ini sebulan lamanya, hanya untuk mendapati kalau orang yang dia cari semuanya mati dibungkam.

"Apa Wild Dogs itu regu yang tidak terikat?" tanyaku memastikan.

"Itulah kenapa disebut Wild Dogs."

"Aku mengerti." Aku mengepalkan kedua tanganku. Aku paham, sekarang aku paham alur utamanya, juga alasan kenapa Ansel begitu jengkel. "Penyerangan terhadap siswa Helder membuat pihak akademi tak bisa diam begitu saja. Karena itu mereka mengerahkan pasukan khusus tanpa siswa, tapi Divisi Keamanan juga punya cara. Wild Dogs bukanlah regu yang terikat, sehingga dapat bergerak bebas sendirian. Entah apa kalian memang mendapat izin ketua divisi atau tidak, tapi itu tergambarkan dari aksi kalian yang begitu terbatas. Kalian ingin mencari para pelaku sendiri sebelum pihak Helder menemukannya. Tentu itu berhasil, tapi para pelaku ternyata dibungkam dengan kematian, membuat usaha kalian..... yah......"

Aku tidak menyebutkan kata terakhir, tapi aku tahu Ansel paham. Dia menyeringai, penuh kekecewaan seolah menertawakan dirinya sendiri. "Sia-sia. Usaha kami sia-sia." Dia benar-benar tertawa sembari menutup kedua matanya dengan tangan. "Omong-omong, dari mana kau tahu kalau Helder mengerahkan pasukan khusus?"

"Kau yang bilang sendiri tadi kalau polisi tidak ada hubungannya dengan kasus ini. Sejak awal kalian tahu ini bukan urusan yang bisa diselesaikan polisi, atau urusan yang tidak memerlukan polisi."

Rasanya ada lonceng berdenting ketika aku mengatakan itu. Ansel menatapku dengan seringai yang begitu dingin, tapi aku balas menatapnya tajam. Kami mengerti apa yang kami bicarakan, dan Ansel paham kalau tak perlu untuk menyembunyikan beberapa hal padaku.

"Kau cukup berbahaya rupanya."

"Orang-orang mengatakan itu padaku." Aku melemaskan bahuku, bersandar pada bangku sebelum menjelaskan lagi. "Ini cuma dugaan, aku tidak punya bukti, tapi rasanya masuk akal jika dipikir lagi. Negeri Ulkafa dan Thalia tengah berada dalam konflik yang rumit. Peperangan terjadi di perbatasan, yang mana tentu membuat kementerian pertahanan memberi perintah untuk lebih mengetatkan penjagaan di perbatasan. Dengan begitu, pasukan militan Ulkafa yang menyerang perlu memikirkan jalur baru yang aman untuk menyusup ke Thalia. Mereka berhasil di awal-awal, tapi masalah ini sudah berlangsung selama sepuluh tahun. Aku yakin celah yang ada untuk menyusup akan semakin sempit, hampir tidak ada dari segala jalur. Apalagi orang-orang itu membawa senjata, ketika hukum Thalia benar-benar ketat soal transaksi senjata api. Jika mereka bisa mendapatkan senjata dan amunisi yang cukup, maka jelas ada seseorang di belakang mereka."

Ansel yang sejak tadi diam dan mendengarkan hanya bisa menggelengkan kepala dalam ketidakpercayaan. "Dugaan itu..... tidak bisa aku katakan benar, tidak bisa juga aku katakan salah."

Memang, sejak awal aku bilang ini cuma dugaan liar. Tapi ada sedikit lagi yang membuatku terganggu.

"Waktu itu, pria yang menyerang kita di akhir, dia bukan receiver 'kan? Belum pernah tercatat ada receiver yang bisa melontarkan api sekaligus teleportasi."

"Benar, dia ini Half-Men. Kau sudah dengar tentang itu?"

".......... Sedikit."

Aku tahu, aku pernah membacanya dulu. Half-Men, sesuai namanya, mereka ini cuma setengah manusia. Dulu, sekitar tahun 2006, pernah terjadi perang besar antara manusia dengan receiver. Tahun pertama perang, meski menggunakan teknologi yang mengerikan, umat manusia tetap kalah. Tahun kedua, perang berubah menjadi pembantaian satu sisi oleh receiver, tahun ketiga, perlawanan dari pihak manusia berlangsung sengit. Banyak receiver terbunuh, termasuk kapten mereka juga. Tahun keempat, manusia mulai kehilangan rasa kemanusiaannya dengan melakukan eksperimen. Para peneliti waktu itu menyuntikkan sel receiver ke anak-anak korban perang. Aku tidak tahu apakah jumlahnya ratusan atau ribuan, yang pasti hasil penelitian itu membawa manusia ke puncak peperangan sekali lagi. Hasil penelitian itulah yang disebut Half-Men. Mereka bukan receiver, tapi juga bukan manusia.

Perang selesai tahun 2013. Waktu itu diadakan perjanjian perdamaian setelah penduduk bumi hanya berjumlah sekitar sepuluh juta. Angka yang mengerikan, memang. Tapi itulah yang tercatat di buku sejarah. Perang besar itu berlangsung hingga pihak-pihak yang tersisa merasa muak akan bau darah ketika mereka keluar dari tempat persembunyian mereka. Pakta perjanjian kemudian ditandatangani. Karena negeri-negeri yang ada sudah rata dengan tanah, orang-orang memutuskan untuk mendirikan lagi satu negeri raya yang baru, dan lahirlah Republik Thalia.

Penelitian soal Half-Men menjadi sebuah misteri besar yang benar-benar dijaga kerahasiaannya oleh beberapa pihak. Alasannya, jika orang-orang tahu apa sebenarnya penelitian Half-Men, orang-orang tak bisa berjalan maju menghadap masa depan. Boleh dibilang, eksperimen itu terlalu kejam untuk diceritakan turun-temurun. Seluruh laboratorium dimusnahkan, bukti-bukti dimusnahkan meski aku menduga catatan mengenai eksperimen itu tersimpan aman di suatu tempat. Penelitian Half-Men menjadi topik tabu dalam waktu singkat. Segala aktivitas tentang itu dilarang keras oleh hukum dasar Thalia.

Jika kata-kata Ansel soal pria itu merupakan Half-Men adalah benar, maka sesuatu tengah berjalan di bawah bayang-bayang Thalia. Ada satu misteri lagi yang masih belum terpecahkan soal Half-Men semasa perang. Setelah perang besari berakhir, keberadaan para Half-Men tiba-tiba saja menghilang, tidak ada kabar atau informasi sama sekali. Mereka benar-benar hilang seolah ditelan bumi. Jika pria itu ternyata adalah Half-Men yang bangkit dari masa lalu, atau lebih buruk lagi, Half-Men baru dari eksperimen ilegal yang berjalan tanpa sepengetahuan dunia, maka masalah ini benar-benar jauh lebih rumit dari yang aku duga.

"Pria itu, dia bernama William Wilxes." Ansel mulai menjelaskan kembali. "Dia itulah orang yang kami cari, di samping satu orang lagi yang juga sekarang sudah jadi mayat."

".................."

Aku.... tidak bisa berkomentar apa-apa.

"Penjelasanmu tadi, secara garis besar memang sudah benar, tapi sangat kurang soal detail." Ansel melanjutkan penjelasannya. "Benar, setelah dua anggota Wild Dogs kembali penuh luka, divisi keamanan cukup terguncang. Tim patroli juga kembali dengan tidak sadarkan diri. Informasi segera terdengar ke telinga para petinggi Helder, sehingga regu khusus langsung diterjunkan. Ah, tapi jangan salah soal penerjunan regu khusus. Ketidakpercayaan kami tidak tertuju pada satu instansi saja, kami menganggap hampir seluruh pihak di luar Helder mencurigakan. Untuk divisi keamanan sendiri, meski pulang dengan penuh luka, anggota kami sempat memberikan informasi, bahwa yang ada di gedung itu bukanlah preman atau berandalan, tapi orang-orang Ulkafa bersama Half-Men dengan teleportasi dan manipulasi api. Saat itulah aku sadar kalau kasusnya sudah rumit.

"Helder sebetulnya sudah memberikan peringatan pada divisi keamanan; jangan ada siswa yang terlibat dalam kasus ini karena terlalu berbahaya. Tapi aku tidak menaruh kepercayaan pada mereka. Aku mendapat izin dari ketua divisi, lalu menggerakkan Wild Dogs secara rahasia. Divisi Keamanan juga menerjunkan tim penyelidikan rahasia kami, Merlins. Penyelidikan itu membuat kami bisa mengetahui kalau ada dua orang dalang di balik penyerangan itu, seorang Half-Men dan seorang receiver. Kami sebut si receiver itu U-1 dan si Half-Men U-2.

"Si receiver, U-1 adalah orang yang pertama kali tercium jejaknya. Dia merekrut beberapa preman untuk dijadikan bawahan. Berkat itu, Wild Dogs bisa mencarinya lebih mudah. Kami menangkap bawahannya satu persatu untuk diinterogasi. Aku pikir pencariannya memang semudah itu, tapi itulah kesalahan terbesarku. Para bawahan itu tewas dengan isi kepala yang hancur tepat setelah mereka membeberkan beberapa informasi."

".... Eh?"

"Kau mendengarku? Tengkorak, otak, mata, isi mulut, telinga, tulang tengkuk, semuanya hancur seperti diledakkan dari dalam. Hanya kulit luar dan rambut saja yang tersisa utuh."

Kepala mereka.... isi kepala mereka hancur dari dalam? Dengan hanya menyisakan kulit dan rambut? Ugh, aku tidak mau membayangkannya, tapi gambaran kondisinya otomatis terbayang di kepalaku, membuatku sedikit mual. Bahkan meski aku memang terbiasa hidup di dunia berandalan, tidak pernah aku bayangkan suatu kejadian yang begitu kejam akan benar-benar terjadi.

"Itu ulah receiver, benar?"

"Siapa lagi yang bisa menghancurkan bagian dalam kepala seseorang dengan menyisakan kulit kepala yang masih menyatu sempurna dengan tubuh?"

"Aah, baiklah aku paham. Dijelaskan begitu malah membuatku ngeri sendiri."

Pemuda itu terkikik ketika aku menutup telinga erat-erat. Dia sengaja bercerita begitu, dia ingin melihat ekspresi orang-orang.

"Seperti katamu, mereka dibungkam. U-1 adalah pengalih perhatian. Jejaknya memang terbaca, tapi pengejarannya memakan waktu. Alhasil, tiga minggu kami habiskan untuk mengejar U-1. Kami tidak sadar kalau di balik itu, jejak U-2 sama sekali tak terendus. Ketika tertangkap, nasib U-1 sama seperti bawahannya. Demikian, pengejaran U-1 berakhir sia-sia. Merlins sudah mencoba mencari jejak U-2, tapi aku memutuskan untuk bergerak sendiri. Aku menduga mereka akan mencari tempat sepi di pinggiran kota untuk dijadikan basis. Jirca adalah salah satu tempat itu.

"Sebenarnya aku sudah mengirimkan mata-mata ke sana, seseorang dengan gift «All-Seeing Eye», tapi dia punya kelemahan. Dia tidak bisa menyaring informasi yang dapat dia lihat, sehingga ketika hujan turun, dia mendapat seluruh informasi yang bisa dia ambil dari setiap tetesan hujan. Itu membuat saraf matanya terbakar. Dia juga tidak memberikan informasi tentang U-2 sewaktu kita evakuasi karena dia sudah tidak bisa melihat waktu itu. U-2..... William Wilxes menyingkirkannya dahulu sebelum menyerang kita. Tubuh penuh lukanya ditemukan di tempatnya bersiaga."

Ansel berhenti menjelaskan sejenak. Tangannya dikepalkan erat, dia menahan amarah yang begitu membara. Dia menahan hasrat ingin membunuh, yang mana aku bisa lihat dari sorot matanya. Dapat dimengerti, tiga anggotanya terluka dalam misi yang sebetulnya tidak menghasilkan apa-apa.

"Dia selamat?"

Mata cokelat Ansel melirik pada gadung rumah sakit di depan. "Dia ada di rumah sakit ini juga, di kamar berbeda karena kondisinya lebih buruk. Memang beruntung V sudah menyembuhkan luka besarnya, tapi sama sepertimu, dia butuh pemulihan. Lebih memakan waktu juga. Mungkin dia akan kembali seminggu lagi."

"Begitu......." Sekarang aku yang merasa tidak enak. Ternyata kasus ini pun rumit di sisi Wild Dogs. "Aku dengar orang-orang yang terlibat waktu itu semuanya tewas?"

Tanpa diduga, Ansel tiba-tiba mengencangkan gigitannya.

......* * * * *......

Terpopuler

Comments

百里金

百里金

seruu

2023-06-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!