Sore itu, Khaira dan Aira duduk bersampingan sambil memperhatikan aksi Billy yang begitu luar biasa dalam melakukan aksi peretasan data. Dua wanita itu bahkan diam melongo dengan mulut yang sedikit terbuka melihat tampilan di layar laptop yang kini tak lagi mereka pahami.
"Kamu lihat ini, Ra? Ini adalah beberapa rekaman CCTV yang berhasil om dapatkan di beberapa tempat, mulai dari CCTV milik tetangga rumahmu, beberapa toko di pinggir jalan yang kamu lalui saat diculik, dan CCTV pinggir jalan sebelum masuk ke area gudang."
Jari-jari Billy kembali bergerak dengan lincah di atas keyboardnya, terlihat ia mengambil potongan gambar dari pelaku dan mencocokkannya dengan identitas Anton yang berhasil ia dapatkan.
"Lihat ini, cocok 100%," ujar Billy menunjuk ke layar laptopnya.
"Tapi, Bang. Kamu tahu sendiri, Anton juga memiliki alibi kuat, di mana saat terjadi kebakaran, dia berada di klub malam," ujar Aira.
"Memang benar, kamu lihat di CCTV ini, sebelum kebakaran, Anton memang terlihat pergi, tapi dia bisa saja menyuruh temannya untuk menggantikan aksi tercela itu."
Billy kembali mengutak-atik laptopnya. "Lihat ini, ini adalah riwayat pesan yang dikirim oleh seseorang ke nomor Boy. Di sini dia sudah mengeluarkan kalimat ancaman 'akan melenyapkanmu', sayangnya, nomor yang dia gunakan adalah nomor sekali pakai, karena setelah kejadian malam itu, nomornya tidak lagi terdeteksi."
"Tuh, kan, Boy memang tidak bersalah, dia hanyalah korban yang datang karena ingin melindungiku, meskipun tujuan mereka mungkin memang ingin mencelakai Boy." Khaira berbicara dengan wajah yang begitu sendu.
"Tolong bantu aku, Om, Tante, kalau perlu ajak detektif dan pengacara untuk memudahkan urusan kita," pinta Khaira memelas.
"Bagaimana dengan Papamu, Ra?" tanya Aira yang sedikit ragu jika Zafran akan setuju dengan yang akan mereka lakukan nantinya.
"Jangan beritahu Papa. Papa kalau sudah marah, hatinya akan keras, tolong bantu Khaira, please!" rengek Khaira, membuat Billy dan Aira kini hanya bisa saling memandang.
***
Malam harinya, di sebuah club malam, terlihat beberapa anak muda sedang berpesta guna merayakan keberhasilan ketua geng motor mereka dalam menjebak ketua geng motor Black Wings yang tidak lain adalah musuh mereka.
"Selamat, Bos. Akhirnya keinginanmu selama ini berhasil," ujar salah satu anggota geng Brandalz sambil mengambil sebuah minuman yang di bawakan oleh seorang pelayan laki-laki.
"Tentu saja, sepertinya Boy tidak pernah menyangka jika aku jauh lebih pintar darinya, buktinya, aku yang berbuat, dia yang bertanggung jawab." Anton tertawa lepas mengingat bagaimana Boy saat ini harus menanggung akibat dari perbuatan liciknya.
"Silahkan di mimum." Anton mengangguk merespon perkataan sang pelayan.
"Hei, Jhon. Kerjamu bagus juga, meninggalkan pemantik di dalam gudang lalu membakarnya. Jika saja kau tidak melakukan itu, tentu kamu sudah menjadi tersangka saat ini." Mereka semua tertawa sambil sesekali meneguk mimuman mereka dengan wajah yang begitu bahagia dan puas.
Tanpa mereka sadari seorang pelayan yang sejak tadi masih berada di ruangan itu dapat mendengar semuanya. Laki-laki berseragam pelayan dan mengenakan masker itu kini berjalan meninggalkan tempat geng Brandalz melakukan pesta. Ia terus berjalan menuju halaman parkir club malam tersebut di mana sebuah mobil telah terparkir di sana.
"Bagaimana, Om?" tanya Khaira yang sejak tadi menunggu di dalam mobil beserta Aira dan Akmal.
Aira sengaja mengajak Akmal karena ia tahu lelaki itu mau mendukung Khaira, keponakan kesayangannya.
"Beres." Billy memasuki mobil lalu membuka masker dan mengeluarkan kamera mini yang sejak tadi melekat di saku bajunya.
"Bagus, sekarang kita temui pengacara kenalanku, selanjutnya dia yang akan mengurus semuanya," ujar Akmal.
Malam itu juga mereka langsung menemui sang pengacara dengan membawa semua bukti yang telah mereka kantongi.
***
Keesokan harinya, di sebuah rumah mewah, satu keluarga tengah menikmati sarapan mereka dalam diam.
"Silvi, sebentar lagi kamu akan UTS kan? Pastikan kamu tidak mengecewakan ayah kali ini." Sang kepala keluarga mulai membuka pembicaraan.
Silvi tidak langsung menjawab, ia melirik sejenak ke arah sang kakak yang sudah memberikan kabar bahwa rencananya berhasil karena ia berpikir Khaira mengalami luka bakar parah seperti luka bakar yang dimiliki Boy. Sehingga menurutnya, kemungkinan besar Khaira tidak akan ikut UTS karena masih dalam tahap pemulihan.
"Iya, Pa," jawab Silvi kini dengan penuh keyakinan.
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan pintu dari depan rumah, membuat pembicaraan mereka terhenti.
"Biar aku saja, Ayah." Anton dengan sigap segera bangkit dari duduknya lalu menuju ke pintu depan rumah.
Anton dibuat terkejut saat ia membuka pintu rumah dan mendapati dua orang polisi sedang berdiri di sana. Usai menunjukkan surat penangkapan kepada Anton, laki-laki itu pun di bawa paksa oleh polisi. Bukan tanpa alasan, Anton sempat menolak untuk di bawa, ia bahkan melawan dan berteriak hingga mengundang perhatian keluarganya.
Pada akhirnya, Anton dimasukkan ke dalam mobil polisi dengan di tonton oleh sang ayah, ibu dan adiknya, Silvi yang kini ikut merasa takut jika saja namanya akan ikut terseret karena senjata makan tuan sang kakak.
***
Siang itu, Khaira beridiri menatap kantor polisi bersama kedua omnya. Tugas mereka telah selesai dengan memenjarakan Anton dan membebaskan Boy. Bahkan kini Khaira begitu lega karena Anton akhirnya divonis atas kejahatan pembunuhan berencana dengan ancaman penjara seumur hidup.
Akan tetapi, masih ada satu keinginan Khaira yang meski berat pada akhirnya dipenuhi oleh Billy dan Akmal, apalagi kalau bukan berbicara dengan Boy.
.
.
.
Sorang laki-laki muda terlihat keluar dari kantong polisi dengan keadaan begitu pucat dan tidak bersemangat sama sekali. Khaira yang melihatnya langsung menghampiri laki-laki itu yang seketika berhenti saat melihat kedatangan gadis yang sangat ia cintai.
Meski jarak keduanya dan kedua Om Khaira tidak terlalu jauh dan di ruangan terbuka, tetap saja Khaira tidak dapat menutupi rasa canggungnya.
"Terima kasih sudah menolongku malam itu," ucap Khaira setelah berusaha keras membuka suara. Ia sendiri bingung kenapa lidahnya tiba-tiba terasa berat dan kaku.
"Tidak perlu berterima kasih, akulah yang harusnya berterima kasih karena kamu sudah membantuku bebas," jawab Boy tersenyum, tapi dari matanya tampak jelas sebuah kesedihan yang entah karena apa, Khaira pun tidak tahu sama sekali.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Khaira yang menyadari ada kesedihan di mata Boy.
Tak lantas menjawab, Boy justru kembali tersenyum sambil menatap manik mata milik Khaira yang refleks membuat gadis itu seketika tertunduk. "Tunggu dulu, apa kamu sedang mengkhawatirkanku? Apa itu artinya kita bisa kembali berteman?" Lanjutnya antusias.
Khaira kembali menatap laki-laki di hadapannya. "Aku sangat berterima kasih karena kamu telah menjagaku selama ini. Tapi maaf, Boy. Kita tidak bisa lagi berteman seperti dulu, aku harus pindah sekolah ke tempat asalku."
"Kenapa harus pindah, Ra?"
"Ini syarat dari Papaku, jika kamu bebas maka aku harus pindah agar kita tak lagi saling bertemu."
Boy terdiam mendengar penjelasan Khaira. Sebegitu bencinya kah ayahnya Khaira kepada dirinya?
"Aku pergi dulu, jaga kesehatanmu." Saat Khaira hendak berbalik, Boy dengan ceoat menahannya.
"Tunggu, kamu tidak perlu pindah, jika memang ayahmu tidak ingin kita berdekatan, maka biarkan aku saja yang pergi dari kota ini," kata Boy membuat Khaira kembali menghadap ke arahnya.
"Kenapa?" tanya gadis itu.
"Karena kini kamu sudah aman, lagi pula aku tidak memiliki siapa-siapa lagi di sini."
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Yeezzzz 💪🏻💪🏻💪🏻💪🏻 Akhirnya 👏🏻👏🏻👏🏻👍🏻👍🏻
2023-08-31
1
Qaisaa Nazarudin
Bagus,Kali ini Anton kena..
2023-08-31
1
Qaisaa Nazarudin
Zafran tuh kan BODOH malah menyalahkan kan dan menjauhkan orang yg tlah menolong anaknya berkali2,Andai Boy gak ada mungkin Khaira sudah lama rosak oleh Anton, Bego jadi ortu.🤦🏻♀️🤦🏻♀️
2023-08-31
1