Di sebuah rumah mewah, tepatnya di hadapan meja makan, sebuah keluarga kecil sedang makan malam bersama. Namun, suasana kali ini sedikit berbeda, bukan suasana hangat yang terasa melainkan ketegangan.
"Sekarang jelaskan kepada ayah, bagaimana bisa peringkatmu turun ke peringkat dua?" tanya pria paruh baya dengan nada dingin, sembari tetap menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Ma-maaf Ayah, ini semua karena anak miskin itu, dia yang mengambil posisi...."
Braaakkk
Silvi dan kakak beserta ibunya terperanjat kaget saat sang ayah menghentakkan garpu dan sendoknya di atas meja dengan begitu kuat.
"Kenapa malah menyalahkan orang lain? Bukankah jika peringkatmu turun itu artinya kamu tidak giat belajar?" sergah sang ayah dengan suara yang menggelegar.
"Ta-tapi, Ayah, selama ini aku sudah giat belajar...."
"Mana buktinya? Nyatanya peringkatmu malah turun. Jika seperti ini, lebih baik kamu diam di kamar untuk bekajar dan jangan pernah keluar sampai peringkatmu kembali naik."
"Tapi Ayah...."
"Tidak ada tapi-tapian."
"Ayah, Silvi benar, selama ini dia sudah belajar dengan giat, dan aku saksinya."
"Diam kamu Anton! Memikirkan kenakalanmu saja ayah sudah muak, tidak usah ikut campur, hanya Silvi yang kini bisa ayah andalkan, bukan kamu, yang hanya tahu kesana-kemari naik motor tidak jelas!"
Laki-laki bernama Anton itu seketika terdiam mendengar penuturan sang ayah yang cukup menohok hatinya. Ia menoleh ke arah sang adik yang kini tertunduk dengan air mata yang mulai membasahi pipi, ia kemudian menoleh ke arah sang ibu yang sejak tadi hanya diam dan fokus makan, seolah-olah ia tidak mendengar keributan di hadapannya.
"Keputusan ayah tidak bisa di ganggu gugat, mulai malam ini sampai ujian selanjutnya, jangan pernah lagi keluar dari kamar kamu, selain pergi ke sekolah dan les belajar," ujar ayah kepada Silvi setelah menyelesaikan makannya lalu segera beranjak pergi diikuti oleh sang ibu.
Usai kepergian kedua orang tuanya, tangisan Silvi pecah seketika, Anton yang berada di samping sang adik hanya bisa mentap sendu sembari mengusap pelan punggungnya.
"Siapa anak miskin yang tadi kamu katakan telah merebut peringkatmu, Dek?" tanya Anton pelan.
"Khaira, namanya Khaira, aku sangat membencinya, Kak. Hiks," adu Silvi di tengah isak tangisnya.
"Apa kamu mau kakak membantumu agar dia tidak lagi menjadi sainganmu?"
Tangis Silvi seketika terhenti, ia menoleh ke arah Anton yang kini tersenyum penuh arti ke arahnya. Ia jelas tahu maksud dari sang kakak yang merupakan seorang ketua geng motor. Kepalanya perlahan mengangguk diiringi dengan senyuman tipis yang tersungging di wajahnya.
***
Khaira sedang sibuk membantu memasukkan beberapa pakaian Shaza ke dalam koper, pagi ini sang sahabat berencana kembali ke kota asalnya untuk berlibur selama dua minggu ke depan.
"Ra, kamu yakin nggak mau pulang buat liburan?" tanya Shaza setelah semua persiapannya selesai.
"Nggak deh, Sa. Aku ingin kerja paruh waktu di sini, aku ingin belajar lebih mandiri dan nggak terlalu membebankanà kedua orang tuaku lagi."
"Kerja paruh waktu?" Shaza mengerutkan keningnya mendengar penuturan Khaira yang kini mengangguk yakin.
"Apa aku nggak salah dengar, Ra? Ayah kamu kan pebisnis restoran sukses, masa iya kamu kerja paruh waktu?"
Khaira hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Yaa mau gimana lagi? Aku hanya ingin lebih mandiri, soalnya aku pernah dengar orang dewasa berkata, menggunakan uang sendiri itu jauh lebih menenangkan daripada menggunakan uang orang tua, aku ingin membuktikan itu semua."
"Kamu kan bisa melalukan itu setelah kerja nanti, Ra." Shaza benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Khaira, tapi di sisi lain ia juga kagum dengan kesederhanaan dan kemandirian sahabatnya itu.
.
.
.
Usai kepergian Shaza, Khaira mulai mencari lowongan pekerjaan paruh waktu di internet. Dengan semangat membara, gadis itu mengendarai motor maticnya menuju alamat tempat kerja yang telah ia kantongi.
Sejak pagi sampai siang hari Khaira melamar pekerjaan, tapi dari beberapa tempat itu tidak ada yang menerima pekerja paruh waktu. Hingga akhirnya pilihan terakhir gadis itu jatuh pada sebuah cafe yang cukup besar di pusat kota.
Awalnya Khaira sedikit pesimis akan diterima kerja, tapi dengan sisa harapan yang gadis itu miliki, akhirnya ia memberanikan diri untuk masuk ke dalam dan menawarkan lamaran pekerjaan.
"Maaf, Dek. Kami tidak membuka lowongan untuk pekerja paruh waktu."
Lagi-lagi hanya ucapan penolakan yang Khaira terima. Dengan langkah berat, gadis itu berjalan gontai keluar dari cafe dan langsung menuju ke halaman parkir di mana motornya terparkir di sana.
"Sepertinya aku memang diminta untuk pulang ke kota asal juga," lirihnya seraya memakai helmnya yang berwarna pink dengan motif hello kitty.
Baru saja ia hendak menyalakan motor, suara seseorang yang memanggilnya tiba-tiba membuat gadis itu menoleh.
"Dek!"
"Ada apa, Pak?"
"Kami baru saja mengalami perubahan struktur dan jadwal karyawan, dan adek kami terima bekerja di cafe ini, mulai malam ini adek sudah bisa bekerja di sini."
Khaira menautkan kedua alisnya karena merasa sedikit aneh dengan apa yang baru saja disampaikan oleh manager di cafe itu. Namun, ia tak ingin ambil pusing, yang ia inginkan saat ini hanyalah bekerja dan merasakan hidup dengan uang hasil keringatnya sendiri.
"Bagaimana, Dek?" tanya manager itu karena tak mendapat respon dari gadis remaja di hadapannya.
"Eh, iya, saya siap bekerja malam ini juga, Pak. Terima kasih banyak," ucapnya begitu riang.
"Kalau begitu saya pamit dulu yah, Pak. Insya Allah nanti malam saya akan datang, assalamu 'alaikum Pak."
Khaira segera melajukan motornya meninggalkan cafe itu dengan perasaan yang begitu lega.
Sementara sang manager kini kembali masuk ke dalam cafe, di mana beberapa karyawan sudah menunggu kedatangannya sejak tadi.
"Jadi benar, bos kita yang langsung memerintahkan Bapak untuk menerima gadis itu?" tanya salah satu karyawan laki-laki berseragam pelayan itu.
"Bukan bos, tapi tuan muda," jawab sang manager.
"Apa? Bukankah tuan muda sangat anti dengan gadis muda? Buktinya di cafe ini kebanyakan karyawan laki-laki, perempuan hanya tiga, itu pun yang sudah berkeluarga."
"Sepertinya tuan muda kita sudah berubah."
***
Sesuai kesepakatan siang tadi, malam itu Khaira benar-benar datang bekerja di cafe itu. Dengan dibimbing langsung oleh salah satu karyawati, ia mulai paham dan bisa mengerjakan pekerjaannya sedikit demi sedikit sebagai pelayan.
Banyaknya pengunjung di cafe itu, membuat Khaira semakin bersemangat bekerja di hari pertamanya. Hingga pukul 10 malam, cafe akhirnya tutup, dan kini waktunya bagi para karyawan untuk pulang, termasuk Khaira.
Khaira melajukan motor maticnya menuju rumah kontrakan yang waktu tempuh perjalanannya sekitar 15 menit. Meski sudah larut, tapi ia bersyukur karena jalan yang ia lewati selalu ramai oleh kendaraan yag lalu lalang.
Hingga saat ia memasuki gerbang perumahan, barulah ia mulai merasakan ada yang aneh. Selama perjalanan ia melihat dari kaca spion ada motor yang selalu mengikutinya. Berkali-kali ia mencoba tenang dan berpikir positif jika itu hanya pengendara motor lain yang kebetulan searah. Namun, ia semakin curiga saat motor itu ikut masuk ke perumahan dan juga ikut berhenti saat Khaira memasuki pagar rumah kontrakannya.
"Siapa dia? Kenapa dia mengikutiku?" lirih Khaira saat mengintip di jendela dan mendapati pria bermotor itu masih berada di jalan yang tidak jauh dari rumahnya. Ia tidak dapat melihat wajahnya di balik kegelapan, tapi yang pasti, pemotor itu tidak melakukan apa pun dan hanya sekadar diam di motor.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
LENY
DUH SI SILVI AMIT2 MAU JUARA 1 TAPI CURANG DAN MENTALAHKAN ORANG LAIN SAMA BIADABNYA DGN KAKAKNYA ANTON. LAGIPULA PUNYA ORANG TUA SEPERTI ITU.
JANGAN SAMPE KHAIRA DICELAKAIN SEREM ANAK SEKOLAH KOK LAKNAT IBLIS.
2024-12-27
0
Sulaiman Efendy
PSTI CAFE NYA SI BOY
2023-09-25
1
Sulaiman Efendy
PADAHAL KHAIRA SBNARNYA DARI KLUARGA KAYA.
2023-09-25
1