"Papa, Mama, Om, Tante dan bocil-bocilku?" ujar Khaira dengan mata yang berbinar menyambut kedatangan kedua orang tua, om, tante, dan para bocah yang merupakan adik dan sepupunya. Satu per satu ia peluk dan meluapkan rasa rindu yang selama ini ia pendam.
"Anak papa ini kayaknya makin dewasa aja. Bagaimana kabarmu, Sayang?" tanya Zafran seraya mengusap pucuk kepala Khaira.
"Alhamdulillah, baik, Pa. Ayo masuk, di sini dingin."
"Dari tadi kek, hampir aja om jadi frozen man di sini," celetuk Akmal langsung ikut masuk setelah Zafran.
"Bagus dong, Om. Tinggal goreng aja berarti," timpal Khaira tertawa yang seketika mendapat sentilan di dahinya.
"Aduh," ringis Khaira seraya mengusap dahinya yang kini kemerahan.
"Rasakan, makanya jadi anak gadis itu jangan tengil," ujar Akmal.
"Ish, Om apaan sih! Tante Aisyah, lihat Om Akmal nih, masa aku dikatain tengil." Khaira memasang wajah cemberut lalu memeluk Aisyah, tapi bukanya membela, wanita itu malah tertawa melihat suami dan keponakannya yang selalu saja ribut saat bertemu.
Berbeda dengan Aisyah, Zafran dan Ainun hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah absurd antara om dan keponakan yang tidak pernah berubah dari dulu hingga sekarang.
Khaira begitu bahagia menyambut pagi yang terasa hangat. Kedatangan keluarganya yang mendadak bagaikan obat yang mampu mengobati rasa rindu serta menghilangkan rasa takut yang tadi sempat menderanya.
"Nak, gimana sekolahnya?" tanya Ainun.
"Alhamdulillah, lancar, Ma."
"Ra, kamu belum tertarik gitu sama cowok? Om tahu sekolah kamu itu khusus perempuan, tapi pasti ada aja anak laki-laki yang menyukaimu hanya dari melihatmu sepintas, iya 'kan?" celoteh Akmal.
"Husss, apaan sih kamu, Mal. Khaira itu masih kecil, belum saatnya dia tertarik sama cowok, kalau pun ada, dia nggak boleh berurusan dengan Khaira sebelum minta izin ke aku selaku papanya," ujar Zafran tegas.
"Iya, Pa."
"Kamu dengar, Ra? Kalau pun ada, suruh dia minta izin ke Papamu," bisik Akmal.
"Akmal." Zafran kini menatap tajam adik sepupunya yang suka sekali mempengaruhi anak gadisnya itu, meski ia tahu semua hanya bercanda.
***
Di tempat lain, tampak sebuah keluarga besar sedang sarapan bersama. Mereka terdiri dari dua orang wanita paruh baya, tiga orang pria paruh baya, dan tiga orang laki-laki muda yang seusia.
"Jadi, bagaimana sekolahmu, Boy? Tante dengar dari Ayahmu, kamu masih betah sekolah di SMA?" tanya salah satu wanita itu.
Boy refleks menoleh ke ayahnya yang masih fokus makan. "Di SMA seru tante, jadi Boy betah di sana," jawabnya beralasan.
"Mau sampai kapan kamu di sana, usia kamu itu udah hampir kepala dua loh, sepupu kamu aja bentar lagi KKN, lah kamu? Ckckckck." Tatapan meremehkan dari semua yang ada di sana kini mengarah kepadanya.
"Bener, Boy. Lihat aja David dan Willy, mereka itu teman main kamu dulu, kalian seumuran, tapi kenapa sekarang kamu malah tertinggal, kedua sepupu kamu ini udah mau selesai, bahkan David udah menerima tawaran pekerjaan dari perusahaan tempat magangnya kemarin, kamu? Boro-boro kuliah, lulus SMA aja belum."
Boy tertunduk mendengar perkataan kedua bibinya yang justru membuatnya semakin tersudut.
"Hey, Boy, apa kau ingin aku bimbing dalam belajar? Setidaknya tahun ini kau lulus dan tidak menjadi siswa abadi atau siswa legend" Seluruh orang di meja itu seketika tertawa, tak terkecuali sang ayah yang ikut tertawa, membuat Boy semakin merasa tidak di hargai.
"Aku ke toilet dulu."
Boy benar-benar tidak tahan dengan sikap keluarganya yang selalu membuatnya tampak seperti orang idiot, ingin sekali ia membalas perkataan mereka satu per satu, tapi ancaman sang ayah malam itu membuatnya tak bisa berkutik.
Usai dari toilet, bukannya kembali ke meja makan, Boy langsung menuju motornya yang terparkir di halaman rumah, ia tak berniat lagi mendengar ocehan mereka yang selalu menjatuhkannya.
Boy adalah laki-laki yang keras, tapi hatinya bisa saja terluka karena sikap keluarganya sendiri. Semenjak sang ibu pergi, ia benar-benar patah hati, tak cukup menjadi korban broken home, ia bahkan semakin di acuhkan dan di remehkan oleh keluarga sendiri. Keluarga yang seharusnya menjadi pondasi untuk menguatkan, justru membuatnya semakin hancur.
Puas melajukan motornya, Boy kini memutuskan untuk berhenti di cafe yang selalu menjadi tempat meetingnya bersama teman geng. Dengan langkah cepat ia melangkah ke meja yang berada di pojokan, setidaknya ia bisa menenangkan diri di sana sembari menunggu kedatangan Khaira, gadis yang entah kenapa hanya dengan menatapnya, hati menjadi tenang.
Baru saja Boy duduk, ia sudah dapat melihat gadis itu dari kejauhan. Namun, ada pemandangan yang sedikit menggelitik hatinya saat ini. Bagaimana tidak, saat ini Khaira sedang tidak melayani pelanggan, ia tampak sedang duduk berhadapan dengan seorang laki-laki dewasa yang usianya sedikit lebih muda dari ayahnya. Meski pun begitu, laki-laki itu telihat sangat tampan dan berkarisma dengan sedikit bulu halus yang menghiasi kedua sisi wajahnya.
Rasa penasaran Boy membawa laki-laki itu ke meja yang letaknya tidak terlalu jauh dari meja tempat Khaira dan laki-laki itu saat ini. Berharap ia dapat menemukan jawaban atas rasa penasarannya dari pembicaraan mereka yang dapat ia dengar.
"Siapa dia? Apa dia ayahnya?" pikirnya. "Tidak-tidak, dia terlalu muda untuk menjadi ayah Khaira, lagi pula kata Ifan, Khaira tidak tinggal bersama orang tuanya di sini," lirihnya seraya menggelengkan kepala.
Tak lama berselang, laki-laki dewasa itu beranjak menuju toilet. Namun, kadatangan seorang anak laki-laki yang berusia sekitar 11 tahun semakin membuatnya penasaran.
"Siapa lagi mereka? Apa dia anak dari laki-laki tadi? Oh my God, apa jangan-jangan dia sugar dudanya Khaira? lirih laki-laki itu semakin bimbang dan menerka-nerka.
"Siapa kamu? Kalau memang aku sugar dudanya, ada urusan apa denganmu? Apa kamu sedang memata-matainya?"
Bagai tersengat listrik, tubuh Boy seketika terasa kaku saat menyadari laki-laki dewasa tadi kini sudah berada di belakang dan langsung duduk di hadapannya.
"Jadi benar, Om sugar dudanya Khaira?" cicit Boy, seolah nyalinya menciut karena mendapat tatapan tajam dari laki-laki di hadapannya.
"Katakan siapa kamu? Kamu sudah tertangkap basah memata-matai, aku akan melaporkanmu ke polisi."
Bukannya menjawab rasa penasaran Boy, laki-laki yang ia duga sugar duda itu justru melayangkan sebuah ancaman kepadanya. Tak terima dengan ancaman itu, Boy segera bangkit dari duduknya.
"Om juga bisa saya laporkan atas hubungan terlarang Om dengan gadis di bawah umur seperti Khaira." Boy ikut menatap tajam laki-laki itu tanpa rasa takut sedikit pun.
"Astaga anak ini benar-benar tidak tahu sopan-santun," gerutu laki-laki dewasa itu.
"Ada apa dengan kalian?" Suara lembut dari samping mereka seketika mengalihkan atensi dua laki-laki beda usia itu.
"Khaira, kamu tahu? Sejak tadi dia memata-matai kamu."
"Om jangan sembarangan bicara yah, Khaira, bersiaplah, aku akan mengantarmu pulang, jangan mau termakan omongan manis laki-laki tua ini."
Mata Khaira seketika membola mendengar perkataan Boy. Ia tak hanya terkejut karena Boy mengetahui namanya, tapi juga karena perkataannya yang begitu kasar kepada sang ayah.
"Eh, jaga bicaramu yah, laki-laki tua apaan, dia ini Papaku."
Tatapan tajam Boy seketika hilang entah kemana, dia beralih menatap Khaira dengan wajah yang kini terlihat pucat.
"Ja-jadi di-dia be-beneran Pa-pamu?" tanya Boy terbata-bata, entah kenapa lidahnya kini terasa kelu, bahkan untuk sekedar mengeluarkan suara saja terasa begitu berat baginya.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
LENY
waduh salah kaprah jamu Boy😅
2024-12-27
0
Eva Karmila Ajjah
owh khaira itu anak zafran di dermaga cinta aisyah
2023-10-06
1
Qaisaa Nazarudin
Noh rasain tuh,Malu kan?? Cie cie.. bisa langsung kenalan sama Camer tuh 😃😃😜😜
2023-08-31
1