Usai menghubungi manager cafe, Boy membuka ponselnya untuk sekedar membalas pesan dari anggota geng motornya. Puas dengan itu, Boy kembali menyalakan rekaman CCTV untuk melihat keberadaan Khaira.
"Loh, di mana dia?" Boy sampai membuka beberapa rekaman CCTV dari tempat yang berbeda di lantai satu, tapi masih tak menemukan gadis yang ia cari.
"Permisi, ini makanannya, Pak."
Boy terperanjat mendengar suara yang sangat ia kenali, tak ingin ketahuan, dengan cepat ia memakai topi dan kacamatanya sambil menundukkan kepala.
Boy dapat melihat Khaira mulai menyajikan makanan dan minuman di atas meja dengan hati-hati, tapi gadis itu tiba-tiba tak sengaja menjatuhkan sendoknya ke lantai, membuat Boy dengan cepat menunduk untuk mengambil sendok itu.
Tanpa di duga Khaira refleks ikut menunduk hendak mengambil sendok itu secara bersamaan, tapi kepala mereka justru terbentur hingga membuat keduanya memekik kesakitan.
"Aduh, maaf, Pak." Khaira kembali berdiri sembari mengusap kepalanya yang sedikit sakit.
Berbeda dengan Khaira, meski kepalanya sedikit sakit, Boy berusaha tak bersuara dan tak mengangkat wajahnya, ia benar-benar tidak ingin terlihat oleh gadis di hadapannya.
Bukan tanpa alasan, setelah mendengar perkataan Zafran waktu itu, Boy merasa dirinya begitu buruk untuk seorang gadis seperti Khaira, bahkan untuk memperlihatkan wajahnya saja ia tidak memiliki nyali, anggap saja ia pecundang saat ini, tapi itu lebih baik daripada harus membuat Khaira mendapat masalah lagi karena identitasnya yang merupakan seorang Bad Boy.
"Ini, Pak, sendoknya sudah saya ganti. silahkan, Pak," ucap Khaira sambil melemparkan senyuman ramah yang tak bisa dilihat oleh Boy karena terhalang topi yang sengaja ia tarik untuk menutupi wajahnya.
Setelah Khaira pergi, barulah Boy bernapas lega dan kembali mengangkat wajahnya. "Hufh, hampir saja," lirihnya lalu mulai memakan makanannya dengan lahap.
.
.
.
Jam pulang kerja kini telah tiba, seperti biasa Boy kembali mengikuti Khaira jauh di belakang agar tak tertangkap kaca spion dan membuat gadis itu curiga. Sepanjang perjalanan Boy memantau seluruh sisi jalan jika saja ada yang hendak kembali mencelakai gadis itu.
Hingga saat Khaira sampai dan memasukkan motornya ke dalam pagar rumahnya, Boy pun berhenti dengan perasaan lega. Bisa memastikan Khaira aman sampai di rumah kini adalah sesuatu yang membahagiakan untuknya.
"Selamat beristirahat, Ra," ucapnya tersenyum sambil menatap Khaira yang kini sudah masuk ke rumahnya.
"Permisi, apa anda tinggal di sini?" Dua pria berseragam polisi tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Bukan, Pak, saya hanya berkunjung sebentar," jawab Boy.
"Maaf, kami menerima laporan dari salah satu warga bahwa anda sering datang ke sini dan membuntuti seorang gadis, untuk itu, demi keamanan, kami harus membawa anda ke kantor polisi untuk diperiksa."
"Apa? Maaf, Pak, saya tidak membuntuti, saya hanya sedang ...."
"Anda bisa jelaskan di kantor polisi nanti, sekarang ikut kami."
"Tapi, Pak ...."
Meski tidak rela, dengan sangat terpaksa Boy akhirnya mengikuti polisi itu ke kantor. Dalam hati, Boy membenarkan tuduhan polisi itu, karena nyatanya ia selelalu mengikuti Khaira kemana pun gadis itu pergi, tapi akalnya menolak, sebab tujuannya hanya untuk menjaga dan bukan mengganggu.
Saat tiba di kantor polisi, entah kenapa perasaan Boy seketika tidak tenang jika memikirkan Khaira, ia merasa tidak tega meninggalkan Khaira malam itu, padahal biasanya saat malam telah larut, ia akan kembali ke rumahnya.
"Maaf, Pak, apa saya boleh menghubungi teman saya dulu sebentar, ini menyangkut keselamatan seseorang," ujar Boy.
Awalnya polisi keberatan tapi setelah berusaha keras membujuk polisi, akhirnya Boy diizinkan untuk menghubungi temannya . Ia ingin meminta Ifan untuk menggantikannya berjaga di rumah Khaira malam ini.
Boy kini mulai diinterogasi dengan beberapa pertanyaan oleh polisi. Laki-laki itu menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan oleh polisi apa adanya, walaupun pada akhirnya semua jawabannya terdengar lebih ke alasan pembenaran, yaitu menjaga Khaira.
***
Khaira tiba di rumah pada pukul 10.15 malam. Ia langsung mendaratkan tubuhnya di sofa tepat di samping sahabatnya yang sedang asik nonton TV karena sangat lelah.
"Apaan itu, Ra?" tanya Shaza saat melihat paper bag yang masih menggantung di tangan Khaira.
"Ini oleh-oleh dari Kakekku, Sa, cobain, deh!" Khaira mengeluarkan beberapa cemilan dari dalam paper bag itu.
"Kakek siapa? Bukannya Opa kamu sudah lama meninggal?"
"Kakek Abah, Sa. Ayahnya tante Aisyah, kebetulan beliau ada jadwal tausiyah di salah satu pesantren di kota ini, jadi beliau datang dan mampir di cafe setelah sholat maghrib tadi," jelas Khaira dan Shaza mengangguk paham.
Tok tok tok
Khaira dan Shaza seketika diam saling pandang saat mendengar suara ketukan pintu. Sejenak mereka diam dan tak beranjak dari sofa, hingga beberapa kali suara ketukan pintu itu terus berbunyi tak berhenti.
"Apa jangan-jangan itu Kakek Abah?" Khaira segera beranjak dari sofa dan pergi ke pintu depan meninggalkan Shaza.
Khaira tidak langsung membuka pintu, ia memilih mengintip lewat jendela untuk memastikan. Terlihat seorang laki-laki dengan peci putih dan jeket hitam sedang berdiri membelakanginya.
"Eh, mirip Kakek Abah." Khaira segera membuka pintu itu kerana ia merasa itu adalah sang kakek.
"Kakek A...." Khaira menghentikan perkataannya saat melihat laki-laki itu berbalik.
"Kamu siapa? A...." Belum selesai Khaira bertanya, laki-laki itu dengan cepat menutup mulut dan hidung Khaira dengan sapu tangan yang sudah ditetesi bius hingga gadis itu tidak sadarkan diri.
.
.
.
"Ra? Kok lama banget di luar?" Shaza yang merasa Khaira sudah terlalu lama di luar akhirnya menyusul sang sahabat. Namun, bukan Khaira yang ia dapati, melainkan pintu yang terbuka lebar dan tak ada satu pun orang di sana.
"Khaira, Khaira!" Panggil Shaza beberapa kali, raut wajahnya kini tampak begitu khawatir sekaligus panik
***
Beberapa jam telah berlalu, Boy baru saja selesai melalui tahap interogasi saat sebuah telepon untuknya kembali berbunyi.
"Halo, Ifan, bagaimana?"
"Bos, Khaira hilang, Bos!"
"Apa?"
Boy menepalkan kefua tangannya, tanpa menunggu Ifan menyelesaikan perkataannya, Boy langsung berlari meninggalkan kantor polisi. Ia tidak peduli dengan para polisi yang belum mengizinkannya pergi, yang ada di pikirannya saat ini hanyalah Khaira.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
PSTI ANAK BUAH ANTON TUJ
2023-09-25
1
Sulaiman Efendy
KAKEK RAHMAN PSTI TU YG DIMAKSUD KHAIRA
2023-09-25
1
Ria dardiri
kok lama kak up nya hehehe
2023-05-08
1