"Tunggu! Siapa namamu?"
Khaira sangat jelas mendengar suara laki-laki itu menanyakan namanya, tapi sungguh ia tidak ingin berkenalan dengan laki-laki asing itu. Melihatnya di hajar habis-habisan saja sudah membuatnya cukup ngeri dan tidak ingin terlibat lagi.
Nama lengkapnya Khaira Muthmainnah, gadis baik berparas cantik dan lembut. Namun, dalam beberapa keadaan ia bisa sedikit bar-bar. Menjadi anak pertama dari dua bersaudara membuatnya lebih cepat mandiri dan berani.
Sejak memasuki bangku SMA, Khaira telah berani hidup sendiri dan jauh dari orang tua agar bisa mewujudkan impiannya menempuh pendidikan di sekolah yang selama ini ia favoritkan. Penampilannya yang selalu sederhana dan apa adanya membuat teman-teman Khaira tak ada yang tahu jika ia berasal dari keluarga berada, kecuali sahabatnya.
"Ra, dia tadi nanyain nama kamu tuh," ujar Shaza, sahabat sekaligus teman satu kontrakan Khaira sesaat setelah mereka masuk ke rumah kontrakan mereka.
"Biarin aja, aku nggak ingin terlibat atau berkenalan dengan preman, aku ngeri, ih," balas Khaira.
"Ya tapi tetap aja dia udah lihat wajah kamu dan rumah ini 'kan?"
"Iya sih, tapi kalau dia macam-macam kita bisa pindah rumah kok, asal identitas kita nggak ketahuan aja. Kita itu perantau, Sa, harus pintar-pintar jaga diri." Khaira melepas mukenah yang masih ia kenakan sejak ia selesai menunaikan sholat subuh tadi lalu melipatnya dengan rapi.
Kedua gadis itu kini mulai menyiapkan sarapan bersama sebelum nantinya mereka berangkat ke sekolah. Sekolah khusus wanita yang cukup terkenal karena prestasi para siswinya, dan Khaira adalah salah satu siswi yang mendapat beasiswa berprestasi di sana.
.
.
.
"Baiklah, ibu akan mengumumkan peringkat kelas berdasarkan hasil ujian kalian selama dua minggu terakhir. Peringkat kelima adalah Shaza Nabilah." Semua siswi di kelas itu bertepuk tangan bahagia sekaligus penasaran menantikan pengumuman peringkat selanjutnya.
"Peringkat keempat, Rayya Sukmawati."
"Peringkat ketiga Viona Maharani."
Semua siswi kembali bertepuk tangan sambil memberikan selamat kepada para juara yang menempati posisi baru mereka, tapi tak sedikit pula yang kecewa karena mengalami penurunan peringkat.
"Wih, peringkat tiga ke bawah selalu saja mengalami pergeseran yah," bisik salah satu siswi di kelas itu.
"Iya, sepertinya memang hanya peringkat satu dan dua yang bertahan di posisi mereka masing-masing," timpal siswi lain ikut berbisik.
"Iya betul, siapa lagi juara bertahan kita kalau bukan Silvi sahabat kita, iya nggak?" celetuk siswi itu sambil menepuk sahabat di sampingnya yang kini tersenyum bahagia seolah ia sudah tahu pengumuman peringkat pertama itu.
"Dan untuk peringkat satu dan dua terjadi pergeseran untuk pertama kalinya selama kalian sekolah di sini. Jadi, peringkat pertama kita kali ini diraih oleh ... Khaira Muthmainnah dan peringkat kedua adalah Andi Silvia Tenri."
Seluruh ruang kelas itu seketika riuh setelah mendengar pengumuman dari wali kelasnya itu. Ada yang mengucapkan selamat kepada Khaira, dan ada juga yang merasa tidak percaya dengan hasil itu, termasuk Silvi dan kawan-kawannya yang seketika kehilangan senyuman mereka.
Raut wajah kecewa sangat jelas terlihat di wajah gadis itu, dan semakin lama berubah menjadi raut wajah marah yang diikuti dengan tatapan tajam ke arah gadis berhijab yang kini sedang tersenyum bahagia bersama sahabatnya.
"Awas kamu, Khaira."
***
Di tempat lain, suara langkah kaki yang mengenakan sepatu terdengar mendekat ke arah sebuah kamar yang di dominasi warna merah dan hitam. Kamar yang sangat memperlihatkan ciri khas pemiliknya sebagai seorang anak laki-laki.
Boy berbaring di tempat tidurnya sambil menanti kedatangan orang yang sudah sangat ia kenali hanya dengan mendengar langkah kakinya.
Ceklek
Seorang pria paruh baya dengan rambut hitam yang di sisir rapi, kumis tipis dan jenggot yang terawat, dengan kecamata dan setelan jas lengkap yang begitu formal memasuki kamar dan menghampiri anak laki-laki remaja yang saat ini terbaring lemas di tempat tidur.
"Luka dari mana lagi ini?" tanyanya begitu dingin.
"Berkelahi, Ayah," jawab Boy tak berani menatap mata sang ayah.
"Padahal ayah sudah membayar biaya kursus bela dirimu mahal-mahal, tapi masih saja kalah, pergilah ke rumah sakit, ayah akan transfer uang ke rekeningmu," ucap sang ayah lalu keluar dari kamar itu tanpa basa-basi apapun.
Boy tersenyum kecut dengan sikap sang ayah yang begitu dingin dan acuh. Laki-laki itu kembali mengingat betapa kesepiannya ia selama ini. Pendidikannya yang amburadul hingga pernah mengalami tinggal kelas pernah ia lakukan dengan sengaja hanya agar sang ayah tidak mengabaikannya lagi. Namun sayang, hal itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi sang ayah, karena bagi pria paruh baya itu, semua masalah bisa diselesaikan dengan uang.
Boy menatap langit-langit kamarnya dengan mata yang berkaca-kaca. Kasih sayang? Apa itu? Ia benar-benar tak mengenal rasa itu, bahkan di usianya yang sudah hampir menginjak kepala dua, ia belum juga merasakannya baik dari kedua orang tuanya, maupun lawan jenis lantaran sikapnya yang begitu dingin seperti sang ayah.
Akan tetapi, semuanya seketika berubah usai bertemu dengan seorang gadis yang entah siapa namanya. Dari cara berbicara dan keberanian dalam menolongnya waktu itu membuat Boy sangat yakin jika dia adalah gadis yang baik dan berani, gadis yang hanya dalam sekejap membuatnya tak berkutik.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu seketika menyadarkan Boy dari lamunannya.
"Masuk!"
Seorang anak laki-laki yang sebaya dengan Boy dengan topi hitam dan telinga yang dipenuhi anting-anting dan tato yang memenuhi kedua lengannya masuk dan mendekati tempat tidur.
"Bagaimana keadaanmu, Bos? Tidak kusangka para brandal itu akan main keroyokan. Lihat saja, Bos, aku akan mengatur rencana balas dendam untukmu," ujar Ifan, tangan kanan Boy di Black Wings.
"Tidak perlu buru-buru. Tempatkan saja anggota kita di sana sebagai mata-mata untuk memantau apa yang akan mereka lakukan kepadaku nantinya, jika mereka akan menyerangku kembali, maka kita akan menyerang mereka lebih dulu."
"Baik, Bos."
"Ifan, aku ingin meminta tolong kepadamu."
"Apa itu, Bos?"
"Carikan aku informasi tentang pemilik rumah yang ada di perumahan Royal Flower, nomor ...."
Ifan mengerutkan keningnya saat Boy menghentikan perkataannya untuk berpikir. "Nomor berapa, Bos?"
"Aku tidak tahu nomor berapa, yang aku tahu rumah itu berwarna hijau berpadu warna abu-abu, rumah kelima dari gerbang, di belakang rumahnya terdapat jalan sempit dan bunga-bunga."
Ifan mengangguk paham akan petunjuk yang diterangkan oleh Boy. "Baik, Bos. Aku mengerti, kalau begitu aku pamit dulu."
Boy menatap kepergian Ifan lalu tersenyum. "Maaf aku harus melakukan ini, aku terlanjur penasaran tentang dirimu."
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
LENY
KASIHAN BOY KURANG KASIH SAYANG. KL DPT IBU BPK YG BAIK MENYAYANGI MUNGKIN BOY JD ANAK YG BAIK GAK BERANDALAN.
2024-12-27
0
Qaisaa Nazarudin
Aku paling suk baca novel yg nama peran nya nama2 aslinya adalah nama indo semua,Gak ada keselip nama bule,Bikin keseleo lidah aku nyebutin nya..😂😂
2023-08-31
1
Mommy QieS
like, subscribe, gift, vote n rate untuk mu, Kak.😊😘
2023-05-01
2