Siang itu, sebuah mobil melaju membelah padatnya jalan. Suasana di mobil itu terasa hening, Zafran yang terlihat fokus menyetir tapi sebenarnya sedang memikirkan laki-laki muda yang baru saja menuduhnya sebagai sugar duda, Khaira yang menatap keluar jendela tapi begitu banyak yang mengganggu pikirannya saat ini, sementara Umar, sang adik yang tampak santai tanpa beban apa pun.
"Sekarang jelaskan, siapa laki-laki tadi, Sayang." Zafran mulai membuka pembicaraan yang sejak tadi ingin ia utarakan.
"Khaira tidak tahu, Pa. Namanya saja Khaira tidak tahu."
"Lalu kenapa dia mengetahui namamu?'
"Khaira juga tidak tahu, Pa. Kami hanya tidak sengaja bertemu waktu itu."
Suasana mobil yang tadinya hening, seketika terasa tegang, begitu pun yang di rasakan oleh gadis berhijab itu, seolah ia sedang diinterogasi atas apa yang tidak ia tahu saat ini.
Terdengar embusan napas kasar dari Zafran. "Nak, papa tidak pernah membatasimu dalam berteman, tapi kamu harus tahu batasanmu sebagai seorang muslimah, apalagi saat ini kamu sudah remaja, akan ada saja orang yang mulai memperlihatkan ketertarikannya padamu, salah satunya anak laki-laki tadi."
Khaira diam menyimak kata demi kata yang dilontarkan sang ayah. Ingin sekali ia menyangkal jika laki-laki yang tidak ia ketahui namanya itu tertarik padanya sebab ia baru tiga kali bertemu. Namun, ia sadar, sang ayah tentu memiliki alasan tersendiri saat mengatakan hal itu.
"Jika suatu saat kamu tertarik pada seseorang, ayah harap kamu tertarik pada laki-laki sholeh yang senantiasa menjaga pandangannya dan menjaga dirinya sebagaimana kamu selama ini menjaga dirimu, bukan seperti laki-laki tadi yang memiliki tato dan anting. Bukannya papa menilai dari penampilan saja, setidaknya sebagian kecil karakter seseorang bisa dilihat dari bagaimana ia menjaga penampilannya," lanjut Zafran menasehati sang putri.
"Iya, Pa, insya Allah."
"Oh iya, satu lagi, papa tidak pernah melarangmu bekerja dan belajar mandiri, hanya saja tujuan papa adalah menyekolahkanmu dengan baik, dan tujuan kamu merantau ke sini adalah sekolah dengan baik, jika pekerjaanmu itu justru menghalangi sekolahmu, lebih baik kamu berhenti karena papa masih sanggup membiayai sekolahmu hingga ke perguruan tinggi mana pun yang kamu mau."
Khaira terdiam seraya menoleh ke sang ayah. Tak ada sama sekali raut wajah bercanda melainkan kesungguhan disetiap katanya. "Baik, Pa."
***
Hari demi hari berlalu, kini masa libur telah usai, dan masa sekolah semester genap telah tiba. Semua siswa telah kembali ke rutinitas biasa saat di sekolah, tak terkecuali seorang anak laki-laki tampan yang terkenal sering membuat onar dan malas saat belajar.
Dengan motor besar dan helm full face, Boy memasuki halaman sekolah bagaikan artis. Hampir seluruh siswi terpukau dengan pesona laki-laki yang kerap kali mendapat julukan Bad Boy itu, walau pun demikian, tetap saja banyak para gadis yang bermimpi bisa menjadi kekasihnya.
"Hay Boy, kamu udah sarapan belum? Nih aku bawain sarapan spesial buat kamu," ujar Ria seraya menyodorkan sebuah kotak makanan ke arah Boy.
Boy menatap sekilas kotak makan itu, lalu pergi begitu saja tanpa mau menyentuhnya, bahkan kata penolakan sekadar basa-basi pun enggan ia ucapkan. Ria lagi-lagi hanya bisa membuang napas lesu akibat penolakan yang selalu ia terima.
Sejak awal ia sadar bahwa Boy sangat dingin dan tidak suka dekat dengan wanita mana pun, termasuk dirinya yang tidak lain adalah teman kecil Boy dari dulu hingga sekarang.
"Boy, kau dipanggil guru BK tuh," ujar ketua kelas saat tak sengaja bertemu dengan Boy di depan kelas mereka.
Boy hanya mengangguk lalu berjalan menuju ruang BK dengan begitu santai, sudah bukan hal yang baru lagi bagi laki-laki itu jika berurusan dengan guru BK. Meski pada akhirnya ia dihukum, tapi ia sama sekali tidak merasa keberatan. Baginya, guru BK adalah orang tuanya disekolah yang tingkat kepeduliannya lebih tinggi dibanding ayahnya sendiri.
Tok tok tok
"Masuk."
Boy membuka perlahan pintu dan masuk ke ruangan yang didominasi warna putih itu usai mendapat sahutan dari dalam.
"Duduk!"
Bagai anak yang begitu patuh, Boy langsung duduk tanpa sepatah kata pun. Dilihat dari raut wajah guru BK yang ada di hadapannya, Boy bisa menebak masalah apa kali ini yang membuatnya berurusan dengan pria paruh baya tersebut.
"Semester kemarin, bolos 10 kali, tanpa keterangan 10 kali, sakit 10 kali, bahkan kamu meraih peringkat ke 30 dari 30 siswa di kelasmu." Pria paruh baya itu menggelengkan kepalanya beberapa kali seraya menatap sebuah buku di tangannya.
"Boy, apa kamu serius ingin sekolah? Kamu sudah pernah tinggal kelas, sekarang kamu sudah kelas tiga SMA dan ini adalah kesempatan terakhirmu, jika semester ini kamu masih saja memelihara sikap malas dan bod0h amatmu, maka dengan sangat terpaksa, kamu akan kami keluarkan dari sekolah ini."
Tatapan Boy kini mengarah kepada pria paruh baya itu. "Jangan, Pak. Tolong beri saya kesempatan, jika perlu saya siap bayar berapa pun agar saya bisa tamat dari sekolah ini dengan baik."
"Apa? Bayar?" Guru BK itu tertawa sejenak.
"Boy, bapak tahu, kamu adalah orang berada, ayahmu adalah pebisnis yang sukses, bahkan sangat sukses, tapi bukan berarti kamu bisa menggunakan uang untuk membeli segalanya. Ingat Boy, jika kamu terbiasa mengandalkan uang tanpa berusaha, yang ada kamu akan dibuang dari dunia kerja, kenapa? Karena dunia kerja tidak membutuhkan uangmu tapi membutuhkan kemampuanmu, uang bisa habis, tapi ilmu tidak."
Boy hanya diam tak menyela perkataan guru BK itu karena ia sadar, apa yang dikatakan sang guru memang benar adanya. Hanya saja jiwa remajanya yang ingin bebas selalu saja membuatnya lupa akan tiap ajaran dan peringatan dari gurunya itu.
"Ini adalah peringatan terakhir saya untukmu, dan uangmu itu tidak akan bisa menyelamatkanmu, kamu mengerti?"
"Iya, Pak."
Boy keluar dari ruang BK dengan kondisi yang tidak bersemangat, bagaimana tidak, ia sama sekali tidak memiliki semangat untuk bersekolah, tapi di sisi lain, ia juga takut membuat ayahnya malu terutama di hadapan kedua tantenya yang tentu saja akan semakin meremehkannya.
Boy kini medaratkan bokongnya di kursi andalannya yang berada paling belakang kelas. Ia sudah membulatkan tekad bahwa hari ini ia tidak akan bolos lagi dan akan mengikuti kelasnya sampai akhir.
Tring
Sebuah notifikasi pesan di ponselnya yang berbunyi mengalihkan perhatian Boy dari ingatannya pada peringatan sang guru BK berusan.
Ifan
Bos, aku baru saja mendapat info dari mata-mata kita di geng Brandalz, katanya, mereka baru saja menyusun rencana untuk mengganggu gadis yang selalu kau ikuti akhir-akhir ini.
Boy mengeraskan rahangnya saat membaca pesan itu. Tanpa memikirkan tekadnya lagi, Boy segera berlari meninggalkan kelas sebelum jam pelajaran dimulai.
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
bunda syifa
pas dong juara 1 dari belakang 😅😅
2023-09-11
1
Qaisaa Nazarudin
Astaga Boy demi Khaira kamu harus berubah ya?? Sekarang kamu sudah ada perioritas kamu yaitu Khaira..
2023-08-31
1
Qaisaa Nazarudin
Jodoh itu urusan Allah Zafran,bagaimana kamu mengelak dan menolaknya,Kalo udah Jodoh Khai dgn Boy kamu gak bisa berbuat apa2,,
2023-08-31
1