Sore itu di sebuah jalan yang sering dijadikan arena balap liar, dua orang sedang berdiri berhadapan dengan tatapan yang saling mengunci satu sama lain. Pertarungan yang sebentar lagi akan dimulai oleh dua laki-laki itu disaksikan oleh para anggota geng yang turut hadir guna mendukung bos mereka masing-masing.
"Boy, ingat janjimu, jika aku menang, gadis tadi akan menjadi milikku," ujar Anton tersenyum licik.
"Tapi jika kamu kalah, jangan pernah mendekatinya lagi," balas Boy.
"Oke, siapa takut? Hanya bertarung dengan tangan kosong saja itu gampang." Anton kembali tersenyum lalu mulai menyiapkan tangannya untuk menyerang sebagaimana perjanjian duel kali ini, tidak boleh menggunakan senjata tajam. Sementara Boy mulai memasang kuda-kuda untuk menyerang atau pun menangkis serangan.
"Hiyaaaaa." Anton mulai melayangkan tinjunya, tapi dengan cepat ditangkis oleh Boy.
Gagal dalam serangan pertama, Anton kembali mulai menyerang dengan memberikan tinju dan pukulan secara bertubi-tubi ke arah wajah dan perut Boy, tapi lagi-lagi laki-laki itu bisa menangkisnya meski ia harus melangkah mundur karena serangan Anton.
Saat Anton hendak kembali menyerang, Boy langsung menangkis lalu mengunci tangan Anton dan mulai memberikan serangan balik dengan cepat hingga mengenai wajah Anton.
Perkelahian itu terus berlanjut hingga beberapa menit lamanya, tapi tak ada yang ingin mengalah. Berbeda dengan wajah Anton yang mulai babak belur bahkan darah segar sudah mengalir dari hidungnya, Boy justru terlihat bersih tak ada bekas pukulan apapun.
Terang saja, Boy telah menghabiskan berjuta-juta uang dari sang ayah hanya untuk latihan bela diri setelah resmi masuk dalam geng motor. Bertarung satu lawan satu, adalah sesuatu yang sangat mudah baginya,, berbeda jika ia berhadapan dengan banyak orang dalam keadaan lelah, maka nasibnya malam itu bisa saja terulang.
"Mengaku saja jika kamu sudah kalah, Anton, aku kasihan melihat wajahmu," ujar Boy.
"Tidak, aku tidak akan berhenti sebelum kau juga terluka," balas Anton dengan napas yang mulai tersengal-sengal.
"Terserah kau saja." Boy diam menatap Anton, kini ia menanti apa yang akan dilakukan laki-laki itu kepadanya. Rasanya ia ingin segera mengakhiri pertarungan ini agar ia bisa segera ke rumah Khaira dan memastikan sendiri jika gadis itu sudah tiba dengan selamat.
Sebuah serangan terakhir dari Anton kini mengarah kepada Boy, dan hanya dengan gerakan sederhana tapi pasti, Boy dapat menjatuhkan Anton langsung mengunci tubuhnya yang kini sudah terkapar di tanah.
"Katakan jika kamu sudah kalah, aku akan langsung melepasmu."
Anton menarik satu ujung bibirnya mendengar desakan Boy. "Tidak semudah itu, Boy." Anton berusaha menggerakkan tangannya yang terasa begitu sulit karena kuncian dari Boy. Ia berusaha keras meraih kantong celananya yang berisi sebuah pisau lipat. Dengan menggunakan seluruh sisa kekuatannya, Anton mengarahkan pisau itu ke perut Boy.
"Akh!" Seketika Boy melepas kunciannya dan berdiri saat merasakan tusukan di perutnya, ia merasakan sakit dan mendapati darah segar sudah banyak yang keluar dari sana.
"Keterlaluan kau, Anton, ini tidak seperti perjanjian kita sebelumnya." Boy menatap tajam Anton yang kini sudah bangkit dan berdiri sambil tertawa, laki-laki itu langsung menaiki motor bersama teman-temannya dan meninggalkan Boy saat anggota Black Wings lain hendak menyerang mereka karena melakukan kecurangan.
"Akh s!al!" teriak Boy saat para anggota Black Wings datang menghampiri dan menolongnya.
"Di mana Ifan?" tanya Boy.
"Aku di sini, Bos." Ifan yang baru saja datang setelah mengantar Khaira dan Shaza langsung melangkah ke samping sang Bos.
"Apa dia sudah sampai?" tanyanya sembari menahan sakit.
"Sudah, Bos," jawan Ifan.
"Bagus, mulai sekarang jaga keselamatannya, aku mempercayakan dia kepadamu untuk saat ini." Usai mengatakan itu, Boy seketika jatuh tidak sadarkan diri akibat kehilangan banyak darah.
***
Beberapa hari kemudian, aktivitas Khaira kembali berjalan seperti biasa, saat pagi hingga siang ia akan belajar di sekolah, dan saat sore hingga malam, ia akan bekerja di cafe. Jika sebelumnya Khaira akan selalu melihat Boy berada dipojokan cafe sambil tersenyum ke arahnya, kini laki-laki itu tak lagi terlihat bagaikan di telan bumi.
Khaira dan Shaza kini sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah dengan menaiki motor. Namun, ia dibuat bertanya-tanya saat melihat Ifan dibalik kaca spion sedang mengikutinya.
"Sa, kamu sadar tidak? Akhir-akhir ini kita selalu diikuti oleh anak laki-laki itu," ujar Khaira.
Shaza seketika berbalik untuk ikut melihat laki-laki yang dimaksud Khaira. Dan ia menganggukkan kepala paham dengan arah pembicaraan sahabatnya kali ini.
"Oh Ifan. Iya, dari kemarin aku melihatnya, tapi bagus sih, aku bisa tenang kalau dia ada karena sepertinya dia sedang menjaga kita."
"Ifan? Kamu tahu dari mana jika namanya Ifan?" tanya Khaira.
"Lah, kamu tidak lihat tato di tangannya bertuliskan Ifan yang segede gaban itu? Duh, Ra, sepertinya kamu harus belajar teliti dan waspada dari aku deh."
"Iya nih, aku benar-benar idak memperhatikannya."
Mereka kembali diam dan fokus dengan perjalanannya. Namun, hanya beberapa detik, Khaira kembali bertanya. "Sa, kenapa bukan laki-laki bernama Boy yang menjaga kita yah?"
"Kamu benar, Ra, aku juga penasaran. Gimana kalau kita berhenti dan tanyakan langsung ke dia?"
"Tapi, Sa, apa tidak apa-apa? Aku takut kejadian kemarin terulang kembali."
"Tidak, aku yakin mereka orang baik, Ra."
Melalui desakan Shaza, akhirnya Khaira benar-benar menghentikan motornya dan bersama sahabatnya ia menghampiri Ifan.
"Aku perhatikan selama beberapa hari ini kamu selalu mengikuti kami, benar 'kan?" tanya Khaira.
"Benar, ini perintah Boy agar aku melindungi kalian," jawab Ifan.
"Boy? Lalu di mana dia? Tumben dia tidak pernah lagi terlihat?" tanya Khaira yang mulai penasaran. Jika memang dia ingin melindungi, kenapa harus menyuruh orang lain? Seperti bos saja, begitu pikirnya.
"Boy, dia ...."
"Dia kenapa?" Shaza kini bertanya karena Ifan tidak melanjutkan perkataannya.
Terdengar embusan napas kasar dari laki-laki muda itu. "Sebenarnya, Boy ada di rumah sakit."
Khaira maupun Shaza cukup terkejut mendengar kabar itu, mereka berdua pun semakin mengorek informasi tentang Boy saat ini, sehingga mau tidak mau Ifan akhirnya menceritakan penyebab Boy masuk rumah sakit.
Khaira sampai menutup mulutnya saat mengetahui Boy terluka karena bertarung dengan laki-laki yang mengganggunya waktu itu. Bahkan seketika muncul rasa empati di hati gadis itu saat mendengar penjelasan Ifan bahwa luka yang dialami Boy cukup dalam di area perut ditambah ia kehilangan banyak darah hingga sempat membuatnya kritis.
"OMG, sampai segitunya dia menjaga kita, Ra," ujar Shaza menepuk pelan pundak Khaira yang terdiam sejenak.
"Tolong antar kami ke tempat di mana dia dirawat."
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
SEKALI PENGECUT,, TU ANTON..
2023-09-25
2
ise ruby
kalah prestasi mainnya curang pake nyerang fisik. nyuruh orang lagi.
orang yang sudah digelapkan mata hatinya ya gitu...
😞
2023-05-02
1
Mia Roses
Si Anton bener-bener ya, klo ga main keroyokan ya main curang pake senjata tajam. Tenang aja Boy, ntar si Anton dikeroyok sama pasukan emak2 biar tau rasa dia 😒
2023-05-02
3