Sore itu di sebuah rumah sakit, ramai dengan para pasien dan tenaga kesehatan yang lalu lalang. Khaira dan Shaza berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan dipandu Ifan di depan mereka. Mereka terus berjalan hingga mereka tiba di sebuah kamar VIP bertuliskan nama Boy Anderson di sana.
"Ini kamarnya, masuklah." Ifan mempersilahkan kepada Khaira maupun Shaza untuk masuk, tapi gadis itu justru diam di tempat.
"Kamu masuklah lebih dulu," pinta Khaira kemudian kepada Ifan, membuat laki-laki itu akhirnya masuk.
Sebuah pemandangan yang sedikit menyentuh perasaan Khaira kini menyapa pandangannya. Di dalam ruangan yang cukup besar itu, terdapat seorang laki-laki yang terbaring lemah dengan tangan tertusuk infus dan wajah pucat sedang memejamkan mata.
Ifan terlihat mendekat lalu membisikkan sesuatu di dekat telinga Boy. Tak lama setelah itu, mata indah laki-laki itu perlahan terbuka.
"Kau bilang siapa tadi yang menjengukku?" tanya Boy dengan suara serak khas bangun tidur setelah mendapat bisikan dari Ifan.
"Lihatlah sendiri, Bos," lirih Ifan lalu sedikit bergeser dan kini terlihat Khaira dan Shaza berada di belakangnya.
"Khaira," lirih Boy tersenyum senang. Laki-laki itu bahkan hendak bangkit dari tidurnya, tapi ia urungkan saat rasa sakit di bagian perut kembali mengganggunya.
"Berbaringlah, aku tidak lama di sini," ujar Khaira seraya mendekat beberapa senti saja dari posisi awalnya yang berada sekitar 150 sentimeter.
"Terima kasih sudah menjengukku," ucap Boy.
"Aku yang harusnya berterima kasih karena kamu sudah melindungiku waktu itu, dan aku juga minta maaf, karena aku, kamu jadi terluka seperti ini."
Boy diam memandangi wajah cantik Khaira yang semakin jelas saat ini, membuat gadis itu menundukkan kepala karena sedikit risih.
"Apa kamu merasa bersalah karena itu?" tanya Boy dengan wajah serius.
"Tentu saja, itu sebabnya aku minta maaf atas semua yang sudah menimpamu," jawab Khaira.
"Kalau begitu, jadikan aku temanmu."
Khaira seketika mengangkat wajahnya menatap laki-laki yang masih bertahan menatapnya dengan wajah serius.
"Apa maksudmu?" Entah kenapa gadis itu seketika menjadi blank, selama ini ia tidak memiliki teman laki-laki, itu sebabnya ia merasa sangat aneh mendengar permintaan Boy kali ini.
"Hei, apa kamu tidak mengerti arti teman? Sama seperti kamu dan Shaza yang berteman dekat, aku juga ingin seperti itu denganmu."
"Hei hei, dari mana kamu mengetahui namaku?" sela Shaza.
"Sssst, jangan menyela pembicaraannya," bisik Ifan, membuat Shaza mendengus kesal dengan laki-laki bertato itu.
Khaira yang tadinya sempat menoleh ke arah Shaza kini berbalik ke arah Boy. Laki-laki itu paham akan arti raut wajah gadis berhijab itu saat ini, sama halnya seperti sahabatnya, ia tentu memiliki rasa penasaran akan hal itu.
"Maaf, semenjak pertama kali bertemu denganmu, aku selalu merasa penasaran tentangmu, jadi aku meminta Ifan untuk mencari tahunya," jawab Boy jujur.
Khaira menautkan kedua alisnya sedikit keberatan, ingin sekali ia marah dan protes, tapi mengingat apa yang sudah laki-laki itu lakukan untuk melindunginya, ia hanya bisa pasrah dan membuang napas kasar.
"Lain kali jangan lakukan itu," ucap Khaira kemudian.
"Tentu saja." Boy tersenyum bahagia karena tak dimarahi oleh Khaira. Namun, ia seketika diam saat teringat akan permintaannya beberapa detik yang lalu. "Jadi, bagaimana?" lanjutnya ingin menagih sebuah jawaban.
"Apanya yang bagaimana?"
"Permintaanku tadi, apa kamu mau menjadikanku temanmu?"
Khaira diam sejenak untuk berpikir, hingga akhirnya ia mengangguk menyetujui permintaan Boy.
"Maaf, Pa. Ini hanya sebatas teman kok, nggak lebih, Khaira yakin tidak akan jatuh cinta pada laki-laki seperti dia," batinnya saat nasehat sang ayah seketika berputar di kepalanya bagai kaset rusak.
"Yes," lirih Boy begitu senang, lalu tanpa basa-basi ia mengulurkan tangannya ke arah Khaira.
"Apa ini?" tanya Khaira bingung.
"Salam pertemanan kita, aku juga ingin memperkenalkan diriku secara resmi kepadamu. Halo, namaku Boy Anderson."
Boy menggoyangkan tangannya memberikan kode kepada Khaira untuk segera menjabat tangannya.
Khaira lagi-lagi terdiam sejenak menatap tangan Boy, perlahan kedua tangannya terangkat, tapi bukan untuk menajabat tangan laki-laki itu, melainkan ia menangkupkan kedua tangan di depan dadanya.
"Namaku Khaira Muthmainnah."
Boy tersenyum kecut memandangi tangannya yang kini terasa kebas karena terulur tapi tak bersambut.
"Apa kamu tak ingin berkenalan ...."
"Sssst."
Shaza kembali mendengus kesal saat perkataannya di potong oleh Ifan. Ia benar-benar dibuat seperti bayangan di ruangan itu oleh Ifan, ada dan tampak tapi tak dianggap ada.
.
.
.
Khaira dan Shaza kini pulang ke rumah kontrakan mereka. Keduanya kini berada di dapur untuk menyiapkan makan malam bersama.
"Ra, kamu tahu nggak, tadi aku kesal banget sama Ifan, bisa-bisanya dia menahanku untuk mengeluarkan kebebasanku dalam berpendapat." Shaza membuka pembicaraan sembil memotong-motong wortel.
"Kok gitu sih?" Khaira yang sedang menggoreng ayam kini menoleh ke arah sang sahabat.
"Nggak tahu, pokoknya tadi itu, serasa ruangan milik kalian berdua, aku nyamuk dan Ifan obat nyamuknya, ih kesel aku sama laki-laki bertato itu, iiiissh."
"Milik kami berdua? Ada-ada aja kamu, kami kan hanya temenan sekarang," elak Khaira tertawa pelan.
"Eh, Ra. Kamu tahu, tidak ada pertemanan di antara laki-laki dan perempuan yang betul-betul murni kecuali salah satu di antara mereka menyimpan perasaan khusus."
Khaira yang tadinya sedang sibuk membolak-balikkan ayam kini seketika menghentikan gerakannya. "Apa maksudmu, Sa?"
"Duh, kamu ini terlalu positif thinking atau polos sih? Maksudnya, aku yakin, Boy pasti menyimpan perasaan khusus untukmu, jika tidak, mana mungkin dia rela mengorbankan dirinya untuk melindungimu," ujar Shaza.
"Lagi pula, tadi kita berdua yang menjenguknya, tapi yang di ajak berteman hanya kamu, aku? Diam di pojokan," lanjut gadis itu.
Khaira berpikir sejenak, ia kembali mengingat awal pertemuannya dengan Boy hingga saat ia selalu mendapati laki-laki itu berada di sekitarnya, entah dia sengaja atau tidak.
"Apa benar dia menyukaiku? Tidak tidak, kami hanya beberapa kali bertemu secara tidak sengaja, tidak mungkin ketidaksengajaan itu menghasilkan ketertarikan," batin Khaira.
***
Hari demi hari terus berlalu, hari ini Khaira menghabiskan harinya di sekolah tanpa kehadiran Shaza, sang sahabat karena ia izin menghadiri acara keluarganya.
Khaira saat ini sedang makan di kantin bersama teman-temannya yang lain kecuali Shaza. Ketika hendak membayar, ia dikejutkan dengan nominal yang harus ia bayar karena menembus enam digit, padahal ia hanya makan bakso satu porsi.
"Bu, ini kenapa banyak sekali yang harus saya bayar?"
"Oh iya, Nak. Harga itu sudah termasuk makanan untuk beberapa temanmu di sana yang katanya kamu traktir." Ibu kantin itu menunjuk sekelompok gadis yang sedang menatap Khaira dari jauh sambil tertawa, salah satu di antara mereka adalah Silvi.
Khaira membuang napas lesu lalu kembali mengambil uang di dompetnya untuk membayar semuanya. Namun, saat hendak pulang, ia membisikkan sesuatu kepada sang Ibu kantin.
.
.
.
Bel tanda jam sekolah telah berakhir pun akhirnya berbunyi. Seluruh siswi keluar dari kelas masing-masing, begitu pun Khaira yang memilih keluar lebih dulu agar bisa cepat sampai di rumah.
"Khaira, berhenti!"
Khaira seketika menghentikan langkahnya saat mendengar namanya disebut, kali ini ia sudah tahu siapa yang memanggilnya dan alasan nya dipanggil.
"Hei, kurang ajar kamu yah, kenapa kamu mengatakan ke Ibu kantin jika aku yang akan membayar semua jajanan orang di kantin karena aku ulang tahun?" Silvi bebicara dengan suara yang di tinggikan karena begitu kesal.
Bagaimana tidak, karena hal itu, Silvi begitu malu di hadapan teman-temannya karena rupanya uang yang ia bawa tidak cukup, ia hendak membayar dengan kartu atmnya, tapi itu tidak bisa ia lakukan di sana karena sang Ibu kantin tidak menyediakan alatnya.
"Aku kira kamu ulang tahun tadi," jawab Khaira dengan wajah tenang.
Setelah berkali-kali mendapat perlakuan buruk dari Silvi, Khaira kini tak ingin lagi diperlakukan seperti itu sebab ia merasa diam yang selama ini menjadi pilihan sikapnya ternyata bukanlah pilihan yang tepat. Semakin ia diamkan, Silvi semakin tidak menghargainya sebagai teman.
"Sok polos kamu, kamu ingin balas dendam, 'kan? Kalau begitu rasakan juga balas dendamku." Silvi mengangkat tangannya hendak menarik jilbab Khaira, tapi tertahan oleh sebuah tangan kekar yang kini memegang tangannya.
"Boy?" lirih Khaira.
Silvi yang melihat Boy malah tertegun saat melihat laki-laki berparas tampan itu ada di sampingnya.
"Jangan mengganggu temanku," ujar Boy sambil menatap serius bola mata Silvi.
Usai mengatakan itu, Boy langsung menarik tas Khaira hingga membuat Khaira ikut berjalan di belakangnya dan meninggalkan Silvi yang masih terpukau tanpa sadar.
"Kenapa kamu ada di sini? Apa kamu menguntitku?" tanya Khaira setelah berusaha melepaskan tas yang ditarik Boy.
"Aku tidak menguntitmu, aku hanya sedang mengikuti kemana penakluk hatiku pergi dan akan kupastikan dia selalu aman," jawab Boy santai.
"Apa?"
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
TK ANTON TK SILVI, SAMA2 GK PUNYA AHKLAK, SBEBARNYA BSA DIBIMBING DGN BAIK, TPI AYAH MREKA TRLALU AMBISIUS MNJADI NO 1, JGN2 AYAH ANTON & SILVI SAINGAN BISNIS AYAH BOY..
2023-09-25
1
Mia Roses
Uhuuukk...cieee..penakluk hati 😍, wajahnya khaira langsung merah ga ya 😁
2023-05-04
3
Ria dardiri
lanjut ka
2023-05-03
1