Sejak awal menerimanya sebagai teman, sudah merupakan kesalahan, tidak seharusnya aku membuka peluang agar dia bisa dekat denganku. Pada akhirnya, hatiku mulai terpaut secara tidak sadar dan setan pun mulai memanfaatkan celah itu untuk bermain di sana, dalam hal ini, aku sudah kalah dalam menjaga hatiku.
(Khaira Muthmainnah)
___________________________________________
Sinar matahari pagi yang cerah dan hangat masuk menembus jendela sebuah kamar rawat dan tepat mengenai mata seorang gadis yang sedang terbaring lemah. Khaira perlahan membuka matanya yang kini terasa silau. Ia sedikit bergeser dan menghalangi cahaya itu dengan tangan kanannya.
Tangan yang lebam dan sedikit luka bakar kini mengingatkannya pada kejadian mengerikan malam itu.
"Boy," lirihnya seketika mengingat laki-laki itu.
.
.
.
"Boy," ucap Khaira dengan suara lemah saat ia mulai kesulitan bernapas, bahkan kepalanya kini mulai terasa pusing akibat menghirup asap yang cukup banyak.
"Khaira bertahanlah, kumohon." Boy yang sejak tadi berusaha merusak sebuah pintu belakang sejenak mendekati Khaira yang mulai telihat antara sadar dan tidak sadar.
Rasa takut dan panik mulai menyelimuti hati laki-laki itu, tapi ia tak ingin menyerah, mengingat tekadnya untuk menjaga Khaira walau harus mengorbankan dirinya sendiri.
Pandangannya kembali menelisik ke seluruh isi ruangan yang cukup luas dan sebagian besar sudah terlalap api. Hingga samar-samar ia melihat sebuah cairan di dalam baskom yang tidak tersentuh api di tengah kepulan asap, Boy yakin jika itu adalah air.
Boy membuka jaket berbahan denim yang dia pakai lalu melepas bajunya yang berbahan kain, di pakainya kembali jaket itu lalu berlari menembus asap dan melawan hawa panas yang semakin terasa. Boy mencelupkan bajunya tersebut hingga basah sempurna, lalu berlari kembali ke Khaira dan menutupi wajah gadis itu dengan baju yang basah tadi, berharap asap tak lagi mengganggu pernapasannya, itulah ide spontan yang muncul dipikiran Boy saat itu.
Boy kembali melanjutkan usahanya merusak pintu belakang yang hanya terbuat dari kayu itu, pintu yang jika tidak cepat ia buka akan segera termakan api dan tak lagi memberi jalan keluar untuk mereka. Hingga di usahanya yang kesekian kali, akhirnya pintu itu dapat terbuka secara paksa.
"Ra!" Boy begitu terkejut saat hendak membawa Khaira keluar, karena rupanya gadis itu sudah tidak sadarkan diri, entah sejak kapan. Mau tidak mau, Boy harus menggendong tubuh Khaira dan menutupi gadis itu dengan baju basahnya yang cukup besar.
Saat hendak melewati pintu, sebuah kayu besar yang sudah terbakar jatuh dan menimpa punggung Boy hingga bertekuk lutut di lantai, bahkan kayu itu ikut mengenai sedikit tangan Khaira. Boy merapatkan matanya menahan sakit yang luar biasa itu, tak hanya sakit saja, tapi rasa panas juga tentu saja dia rasakan.
Tak ingin menyerah, Boy berusaha bangkit tanpa melepaskan Khaira yang berusaha ia jaga di dalam gendongannya, kemudian menarik tubuhnya dari himpitan kayu itu. Saat telah berhasil melewati pintu, Boy berlari meninggalkan gudang dengan segenap sisa kekuatan yang ia miliki.
.
.
.
"Khaira, kamu sudah sadar, sayang?" Ainun yang sejak tadi duduk di samping tempat tidur Khaira langsung memeluk gadis itu. Aisyah dan Aira yang sejak tadi duduk di sofa sambil menunggu keponakan mereka sadar seketika langsung bangkit dan menghampirinya.
"Bagaimana keadaanmu, Sayang?"
"Ra, Bagaimana ceritanya kamu bisa mengalami luka bakar ini?"
"Apa tanganmu sakit, Sayang?"
"Siapa yang telah membuatmu seperti ini, Ra?"
Aisyah dan Aira terlihat begitu khawatir hingga tanpa sadar pertanyaan beruntun keluar dari mulut mereka.
"Kenapa kalian bisa ada di sini?" Bukannya menjawab pertanyaan kedua tantenya, Khaira justru balik bertanya.
"Kami dihubungi oleh Shaza, dia yang mengatakan jika kamu masuk rumah sakit," jelas Ainun.
"Shaza? Di mana dia, Ma?" tanya Khaira.
"Dia ke sekolah, Sayang."
Khaira membuang napas lesu, ia curiga Shaza mengetahui keberadaan Boy, laki-laki yang sangat ia yakini telah menyelamatkannya atas izin Allah dan membawanya ke rumah sakit.
"Papa mana, Ma?"
"Papamu sedang berbicara dengan polisi bersama kedua ommu," jawab Ainun.
"Kamu tenang saja, Ra. Siapa pun yang melakukan ini padamu akan mendapat hukuman yang setimpal, kamu tahu, 'kan? Om Billymu itu sangat ahli dalam komputer, jadi hanya menggerakkan jarinya saja, semua bukti kejahatan orang itu dapat ia peroleh dengan mudah," terang Aira.
Khaira hanya menganggukkan kepala merespon perkataan sang tante. Ia berharap kelompok geng motor yang menculiknya semalam bisa mendapatkan hukuman berat, agar mereka tak lagi mnyakitinya atau pun Boy.
Beberapa saat kemudian, Zafran, Akmal, dan Billy masuk ke dalam ruang rawat Khaira. Melihat Khaira yang telah sadar, membuat ketiga lekaki dewasa itu langsung menghampirinya.
"Bagaimana keadaanmu, Sayang?" tanya Zafran sembari mengusap kepala Khaira dengan sayang, tapi juga dengan alis yabg bertautan seolah sedang menahan amarah.
"Baik, Pa," jawab Khaira pelan.
"Papa sudah peringatkan padamu sebelumnya, jangan dekat-dekat sama anak geng motor itu, lihatlah apa yang terjadi padamu sekarang."
Khaira membulatkan mata menatap sang ayah setelah mendengar perkataannya. "Pa, bukan Boy yang melakukannya, dia bahkan korban juga di sini."
"Kamu membelanya, Khaira? Yang namanya anak geng motor ya memang kayak gitu, selalu punya musuh karena mereka memang mencarinya. Dan lihatlah, kamu yang tidak tahu apa-apa malah terseret dalam lingkar permusuhan mereka."
Zafran benar-benar marah saat ini, marah karena lagi-lagi Khaira terlibat dengan anak geng motor, dan marah karena putri satu-satunya kini terluka.
Air mata Khaira menetes membasahi pipi. Dadanya seketika terasa sesak, ada hal yang ingin sekali ia ungkapkan, tapi entah kenapa lidahnya terasa begitu berat untuk sekedar mengeluarkan suaranya.
"Sudah, Pa, Khaira lagi sakit, biarkan dia istirahat dulu," ujar Ainun menengahi ayah dan anak itu agar Khaira tidak semakin tertekan.
Semua orang di ruangan itu kini diam menatap Zafran, laki-laki yang terkenal sabar kini terlihat berbeda, dengan amarah yang jelas terlihat jelas di matanya.
Zafran membuang napas kasar, lalu mengalihkan tatapannya, sungguh ia tidak tega melihat Khaira, putri kesayangannya menangis, tapi apa hendak dikata, sekali-kali ia harus bersikap keras kepada Khaira agar gadis itu tak lagi mengulangi kesalahannya.
"Mulai saat ini, kamu tidak akan pernah bertemu lagi dengan anak geng motor itu karena dia sudah ditangkap polisi," ujar Zafran.
"Anak geng motor siapa yang Papa maksud?" tanya Khaira.
"Anak geng motor yang menculikmu dan anak geng motor bernama Boy," jawab Zafran.
"Apa?" Khaira benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan sang ayah. Bagaimana bisa orang yang menjadi korban sekaligus orang yang telah menolongnya justru ikut di tangkap?
"Papa, Boy tidak salah, justru dia yang menyelamatkan Khaira malam itu, tolong lepaskan Boy, Pa," pinta gadis itu.
"Lebih baik dia juga tertangkap, karena dia kamu terlibat dalam masalah mereka."
"Tapi dia tidak salah, Pa. Dia baik dan selalu menjaga Khaira, Khaira mohon." Khaira kini bahkan menangkupkan kedua tangannya di depan dada untuk memohon. Sungguh ia merasa begitu menzholimi Boy jika ia membiarkan laki-laki itu dipenjara.
Zafran diam tak merespon, tapi sesaat kemudian ia mulai berbicara. "Baiklah, jika kamu lebih memilih membelanya, tapi dengan satu syarat, kamu berhenti sekolah di sini dan kembali ke kota A bersama papa. Papa baru akan tenang jika kamu berada di dekat papa dan jauh dari laki-laki itu."
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Mommy QieS
aku berasa jadi Khaira, pernah merasakan hal yang sedemikian 😁😁
2023-05-17
1
ise ruby
atulah selidiki dulu... katanya om nya bisa nge hack, mudah cari informasi...
kasihan khaira
2023-05-11
1
Ria dardiri
om billy tmn Tareeq 🤗
2023-05-11
1