Mata Khara membola, lidahnya kelu seketika saat sang ayah berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam. Bahkan Boy yang berada di sampingnya pun hanya bisa menunduk tak berkutik melihat aura pria yang penuh amarah saat ini.
"Kalian berdua, ikut aku sekarang," titah Zafran lalu kembali menaiki mobilnya dan melaju lebih dulu.
Boy sejenak melirik ke arah Khaira yang terlihat sedikit khawatir, gadis itu tidak berbicara lagi kemudian melajukan motornya, lalu diikuti Boy yang menyusul di belakang.
Khaira dan Boy terus mengikuti mobil Zafran yang ada di depannya. Hingga 15 menit berlalu, mobil kini berhenti di sebuah rumah yang menjadi tempat tinggal Khaira selama ini. Terlihat Zafran keluar dari mobil lalu berdiri menanti kedua remaja itu.
"Masuk!"
Khaira maupun Boy hanya diam menuruti perintah Zafran yang berdiri tegak sambil berkacak pinggang, pria itu masuk lebih dulu lalu diikuti kedua remaja itu dan langsung duduk di sofa ruang tamu.
"Siapa yang mengizinkanmu duduk di samping putriku?" tanya Zafran dengan suara menggelegar saat mendapati Boy duduk tidak jauh di samping Khaira.
"Ma-maaf Om," lirih Boy lalu berpindah ke sofa yang berbeda.
Beberapa kali Zafran menarik napas dan membuangnya perlahan agar ia bisa tenang dan tidak meledak. Pria itu benar-benar marah karena sang putri yang sangat ia percaya malah membuatnya kecewa.
"Sudah sejauh mana hubungan kalian?" tanya pria itu.
"Tidak, Pa. Kami tidak punya hubungan apa-apa."
"Kami hanya teman, Om."
"Teman?" Zafran tertawa mendengar perkataan Boy. "Khaira, apa kamu ingat perkataan papa waktu itu?"
"I-ingat, Pa."
"Harusnya, sebelum BERTEMAN, kamu cari tahu dulu latar belakang dia, apa kamu tidak tahu jika dia ini anak geng motor yang suka bikin onar, suka balapan liar, suka nongkrong di club malam dan minum-minuman keras? Kamu tahu itu Khaira?"
"Apa?" Wajah Khaira seketika terangkat menatap Zafran, lalu beralih menatap Boy yang kini tertunduk tak bisa mengelak. Ia benar-benar tidak menyangka jika laki-laki yang selama ini baik kepadanya adalah seorang bad boy. Dulu ia mengira Boy hanyalah laki-laki yang bergaya preman untuk mengikuti gaya saja, nyatanya apa yang ia pikirkan sangat jauh berbeda dari kenyataannya.
"Jadi kamu benar-benar tidak tahu, Khaira?" tanya Zafran lagi dan kini gadis itu hanya tertunduk dalam sambil menggeleng pelan.
Zafran kini beralih menatap Boy yang sejak tadi diam tak memberikan pembelaan apa pun kepada dirinya sendiri. "Dan kamu, kamu pasti heran dari mana om mengetahui semuanya, iya 'kan?" tanya Zafran, dan Boy hanya diam masih dengan menunduk
"Sejak awal melihatmu, om sudah curiga jika kamu tertarik dengan Khaira, itu sebabnya om mencari tahu semua informasi tentangmu, dan karena ini juga om langsung datang kemari, berharap apa yang om khawatirkan tidak terjadi, tapi apa ini? Om malah melihat kalian naik motor sambil berbicara dengan begitu akrab," lanjut Zafran sembari memijit pelipisnya.
"Saya, saya hanya ingin menjaga Khaira, Om," tutur Boy berusaha tetap sopan.
"Tidak usah beralasan, om tahu itu hanya akal-akalnmu saja untuk mendekati Khaira, iya 'kan? Mulai sekarang, kamu jangan pernah mendekati Khaira, karena sebagai orang tua, om hanya ingin yang terbaik untuk putri om, dan om juga menginginkan pasangan yang baik untuknya, om harap kamu mengerti."
"Dan kamu Khaira, ingat kata papa baik-baik, papa mempercayaimu, jadi jangan pernah mengecewakan papa lagi, mengerti kamu?"
"I-iya, Pa. Maaf," lirih Khaira merasa bersalah.
Usai memberikan nasehat sekaligus peringatan kepada Khaira dan Boy, Zafran mempersilahkan Boy untuk pulang lebih dulu, sementara Khaira tetap berada pada posisinya dan kembali mendengar petuah-petuah dari sang ayah.
***
Boy melajukan motornya dengan kecepatan tinggi membelah jalanan yang sedikit padat. Dadanya terasa begitu sesak, jika mengingat kata demi kata yang dilontarkan oleh Zafran kepadanya. Berusaha keras ia memaklumi semua itu, tapi hatinya tetap saja terasa sakit karena pada akhirnya ia harus menjauhi gadis yang kini sangat ia cintai.
Apa seburuk itu kesan seorang bad boy di mata orang? Bukankah bad boy juga manusia yang memiliki perasaan, mereka hanyalah korban kerasnya lingkungan hidup, tapi kenapa orang-orang justru menganggapnya bagai batu yang keras dan bagai duri yang harus di jauhi?
Boy menghentikan motornya di tepi pantai yang sepi. Ia membuka helmnya dan memperlihatkan wajah yang lesu, dan mata yang memerah. Baru kali ini ia jatuh cinta pada seorang gadis, tapi ia harus menjauhi gadis itu karena identitasnya.
"Aaaaaaaaaa," teriak Boy sekuat tenaga, berusaha melepaskan semua rasa yang sejak tadi tertahan dan kini membuat dadanya sesak. Air matanya perlahan mengalir membasahi pipi, tapi dengan cepat ia menghapusnya.
"Astaga, mana ada bad boy menangis, dasar lemah!" sarkas Boy mengatai dirinya sendiri.
Boy sendiri heran dengan dirinya yang begitu cengeng seperti saat ini, padahal saat sang ibu pergi, dan kehilangan kasih sayang dari sang ayah, ia tidak pernah menangis, lalu kenapa sekarang dia begitu mudah menangis? Apakah kehadiran Khaira dalam hatinya telah lembuat hatinya melembut secara perlahan?
.
.
.
Malam itu, seorang gadis tengah duduk di kamarnya sambil memandangi nomor yang baru saja ia dapatkan hari ini, nomor seorang laki-laki yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Telepon, tidak, telepon, tidak, telepon aja kali yah? Tapi nanti aku disangka agresif kalau aku telepon duluan."
Silvi membolak-balikkan ponselnya sambil berpikir. "Eh, tapi kalau aku tidak bertindak sekarang, nanti Boy malah memilih Khaira, padahal aku kan lebih baik dalam segala hal daripada Khaira." Gadis itu mulai mencari nomor yang dari tadi ingin ia hubungi.
Tuuuut... Tuuuut... Tuuuut...
Jantung Silvi mulai berdebar tidak keruan saat suara sambungan telepon mulai terdengar dari ponselnya.
"Halo, assalamu 'alaikum," ucap suara laki-laki di seberang telepon.
"Kok suaranya beda sih?"
"Halo? Halo?" ucap laki-lagi itu lagi karena tak mendapat respon dari Silvi.
"Halo, apa benar ini nomornya Boy?" Silvi akhirnya bersuara.
"Loh, kok mbaknya tahu nama kecil saya? Bener mbak, saya Boy, biasa dipanggil Mas Boy," jawab laki-laki itu dengan suara medok khas Jawa.
"Tuh kan, benar ini Boy tapi kenapa suaranya lain yah? Mana medok lagi, beda banget sama aslinya, apa karena dia berbicara lewat telepon kali yah?"
"Oh iya, Mas Boy, ini Silvi, temannya Khaira, masih ingat 'kan?"
"Silvi? Khaira?" Terdengar hening sejenak di seberang telepon. "Oh, Mbak Khaira, aku kenal kalau dia, jadi Mbak Silvi temannya, mau pesan bakso yah, Mbak?"
Silvi menautkan kedua alisnya karena merasa bingung dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki itu. "Hah, bakso?"
"Iya, Mbak. Mbak Khaira itu pelanggan setia saya, jadi khusus untuk Mbak, aku kasi diskon deh."
Silvi segera mematikan ponselnya karena semakin bingung. Ia mulai merasa ada yang tidak beres, lebih tepatnya ia mulai menyadari bahwa Khaira sudah menipunya dengan memberikan nomor Boy lain dan bukan Boy yang ia maksud.
"Awas kamu, Khaira, kamu pikir bisa bermain-main denganku, lihat saja bagaimana aku akan menagajakmu bermain yang sesungguhnya."
-Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
zeus
Lagian klo km pengen deketin khaira ya pantas Kan diri dulu
2024-12-25
0
Sulaiman Efendy
JADIKN KATA2 AYAH KHAIRA SBAGAI CAMBUK UNTUK LO BRUBAH.. PANTASKN DIRI LO DISAMPING KHAIRA, BUKTIKN KE AYAH ZAFRAN
2023-09-25
2
Mia Roses
wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, smoga Boy memperbaiki diri, memantaskan diri untuk menjemput jodoh idaman. Semangat ya Boy
2023-05-06
1