"Ardi. Kamu yang semangat ya. Jangan diambil hati ucapan ibumu tadi." Sorin diam-diam menghubungi Ardi.
Hal itu membuat Ardi terdiam dan masih berpikir. "Siapa Lo? Kok Lo tau..?" Ardi masih tanda tanya, tetapi suaranya sangat tidak asing ditelinga.
"Hey, Ardi. Aku Sorin. Ini nomer handphoneku." Sontak Ardi masih tak menyangka Sorin bisa menghubungi dirinya.
"Serius, Lo Sorin. Jangan isengin gue ya Lo?"
Ardi masih menyangkal.
"Ini aku Sorin. Aku tadi lihat kamu di rumah makan nasi Padang." Sorin menjelaskan dengan tenang.
"Kenapa Lo bisa disana?" tanya Ardi curiga.
"Aku tadi lagi kerja." lirih Sorin.
Ardi semakin menganga. Sorin bukan hanya sekolah, tetapi dia juga bekerja. Tak hanya itu Sorin bekerja di tempat yang sama dengan ibunya.
"Kenapa dunia ini semakin sempit? Sorin bekerja di tempat yang sama dengan ibu juga." Batin Ardi merespon.
"Masih tidak percaya Ar?" Sorin melayangkan pertanyaan.
"Iya. Gue masih belum percaya." Balas Ardi. menggoda.
"Gimana kalau pulang kerja, kita ketemuan?"
Ide Ardi mencelos begitu saja tanpa berpikir panjang.
"Gimana ya? Bukannya tidak mau. Tapi, pulangku jam sembilan malam." Lirih Sorin sambil melihat situasi disekitarnya. Agar tidak ada yang mendengarnya.
"Gue anterin pulang sekalian. Gimana?" timpal Ardi cepat.
"Boleh yang penting Ardi percaya." Jawab Sorin polos.
"Ok."
Mereka menutup panggilan bersamaan. Sorin merasa lega dirinya bisa sedikit mengurangi perasaan sedih seorang Ardi. Ia pun kembali bekerja seperti biasa.
***
"Jadi, Sorin hubungi gue karena butuh nomer Ardi?" Gumamnya sambil meremas botol dihadapannya.
"Gue gak akan biarin Sorin suka sama Ardi. Sorin harus suka sama gue." Lanjut gumam Henry penuh percaya diri.
Henry tidak akan melepaskan orang yang berarti dalam kehidupannya seperti Sorin. Sorin bagi Henry adalah malaikat kecil penyelamat hidupnya. Ia tak akan membiarkan Sorin sendirian ataupun bersama dengan orang lain seperti Ardi, teman dekatnya sendiri.
"Handphone dari gue. Ya harus sepengetahuan gue juga." Henry tak terima dengan sikap Sorin yang menyinggung dirinya.
Henry yang sedang duduk di tempat tidur membuka kedua pintu balkon di depannya. Semilir angin masuk ke dalam setiap sudut ruangan membuatnya semakin nyaman memandang langit yang penuh dengan bintang.
Namun handphone yang dibawa Henry berbunyi. Ia melihat nama Ardi yang sedang menghubunginya.
Henry tak ragu mengangkat panggilan tersebut. "Ada apa?" Pertanyaan singkat yang dikatakan Henry.
"Henry, PR Lo sudah selesai belum?" tanya Ardi yang membuat hati Henry syok.
"Ada PR?" Henry terkejut mendengar kata tugas dari sekolah.
"Ya, iyalah ogeb. Lo pikir sekolah gak ada tugas buat di rumah. Sekolah milik kakek buyut Lo kali." Ceplos Ardi yang disengaja, membuat Ardi semakin sensitif.
"CK.. Kenapa harus ada Pr." Gumam Henry dalam hati malu.
"Kenapa Lo diam aja, Henry? Sini gue contekin." Goda Ardi kepada Henry.
Ardi paham sikap Henry yang sebenarnya tak pandai dalam hal pelajaran sekolah terutama matematika.
Sebenarnya Ardi ingin membantu Henry menjadi paham. Namun, urat malu Henry masih kencang kepada Ardi.
"Lo pikir gue bodoh?!" Ketus Henry tak terima.
"Lo merasa, ya terserah Lo Henry. Gue cuma kasih info. Udah dulu ya gue mau kencan sama Sorin." Ardi mematikan setelah menjawab hal itu kepada Henry.
Henry kesal sambil mengacak rambutnya sendiri.
***
Sementara Ardi tengah menunggu Sorin keluar dari tempatnya bekerja.
"Ardi." Panggil Sorin dengan senyum Pepsodent dihadapan Ardi.
Ardi membalasnya antusias. "Gue kira Lo bohong. Ternyata benar juga."
"Aku memang tidak ada niat berbohong. Ini buktinya." Jelas Sorin bersemangat.
Tanpa disadari Sorin Bu Lena akan datang menghampiri.
"Ayo, cepat naik." Pinta Ardi cepat.
"Ya, jangan ngebut Ar." Baru saja Sorin berucap, Ardi menggas sepeda motornya. Sorin seketika merangkul tubuh Ardi.
***
To be continue...
"
"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments