Devon masih memberi uang untuk Zulfa agar bisa menambah biaya kuliahnya. Walau pun gak banyak dan gak sebanding dengan pemberian Devon kepada Firsi. Zulfa tak mempermasalahkan hal itu, untuk menambah uang kuliahnya. Zulfa bekerja sebagai karyawan ditoko roti. Ia sudah lama bekerja disana sejak masuk kuliah. Semua dijalani oleh Zulfa dengan lapang dada dan penuh keikhlasan.
Devon bekerja sebagai manajer disalah satu perusahaan. Jadi yaa kalau dipikir gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan untuk membiayai kuliah anaknya. Dia juga punya restoran yang bisa dikatakan cukup terkenal. Sehingga uangnya lebih dari cukup untuk kehidupan sehari-hari. Hanya saja kelakuan istri dan anak bungsunya selalu boros dan gak bisa menabung.
"Gak pa-pa, sudah kamu langsung istirahat ya. Besok kalau pulangnya malam, setidaknya beri kabar pada papa. Biar papa gak khawatir." timpal Devon memegang bahu putri sulungnya.
"Iya pa, maafkan Zulfa. Kalau gitu Zulfa ke kamar dulu ya pa."
"Iya nak"
"Hmm..." Zulfa masih berdiri ditempatnya seperti ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengan Devon, tapi Zulfa masih ragu untuk mengatakannya.
"Ada apa Zulfa? Kok masih berdiri disitu. Ada yang ingin kamu sampaikan sama papa?" tanya Devon melihat wajah Zulfa yang bingung.
"Eh hmm......" Zulfa bingung harus mengatakannya bagaimana, takut ayahnya marah.
"Katakan saja Zulfa gak perlu ragu"
"Itu pa, Zulfa mau izin balik ke asrama besok. Zulfa mau tinggal disana saja" kata Zulfa mengeluarkan unek-uneknya yang sedari tadi ditahan.
"Loh kenapa Fa? Bukannya lebih enak kamu tinggal disini saja sama papa. Ngapain harus balik ke asrama?" tanya Devon.
Tempat kuliah Zulfa dilengkapi dengan asrama untuk mahasiswa yang jarak rumahnya jauh dengan kampus. Asrama tersebut diberikan secara gratis untuk ditempati oleh mahasiswa. Bagi mahasiswa yang berprestasi akan mendapatkan fasilitas yang lengkap. Seperti Zulfa, dia termasuk mahasiswa yang berprestasi. Dan juga Zulfa masuk ke kampus tersebut dengan berbekal beasiswa. Jadi tanggungan untuknya membayar bisa berkurang. Selama ini Zulfa tinggal diasrama, sebab sebenarnya Zulfa hak betah tinggal satu rumah dengan ibu dan adik tirinya yang kejam.
Sehingga Zulfa lebih memilih tinggal diasrama. Fasilitasnya juga lengkap dan nyaman sekali. Tetapi beberapa minggu lalu Zulfa diminta pulang oleh Devon karna dia kangen dengan putri sulungnya. Alhasil Zulfa menuruti permintaan papanya dengan berat hati. Tetapi sekarang Zulfa ingin balik ke asrama lagi, melihat sikap ibu tirinya membuat Zulfa gak nyaman.
"Maaf pa, bukannya Zulfa gak mau tinggal dirumah. Tapi Zulfa lebih nyaman diasrama, dekat kampus juga. Zulfa sudah dewasa, papa gak perlu khawatirin Zulfa lagi. Kalau papa kangen Zulfa akan pulang. Tolong ya pa jangan paksa Zulfa tinggal dirumah." Sebenarnya Zulfa gak enak hati dengan ayahnya. Keadaanlah yang memaksa dia untuk tinggal diasrama.
"Kamu gak perlu meminta maaf Zulfa. Harusnya papa yang minta maaf sama kamu. Papa gak bisa belain kamu. Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untukmu, ini malah sebaliknya." Devon menyesal karna tidak bisa membela putrinya dari orang yang berniat jahat padanya. Ia tau selama ini Zulfa tertekan tinggal dirumah karna ulah istrinya. Memang dari dulu sejak Devon memutuskan untuk menikah dengan Elena. Barulah Elena membuka sifat aslinya. Ia sama sekali tak menyayangi Zulfa.
"Sudah lah pa, gak pa-pa kok. Besok Zulfa balik ke asrama ya. Papa gak perlu nungguin Zulfa."
"Iya nak, terserah kamu. Asalkan kamu nyaman tinggal disana, papa pasti akan mengizinkan. Jaga dirimu baik-baik ya, jaga kesehatan juga. Kalau butuh apa-apa telfon papa ya" ucap Devon.
"Iya pa, aku akan menjaga diri baik-baik" balas Zulfa tersenyum.
"Ya suda tidurlah ini sudah malam"
"Oke pa, selamat malam"
"Selamat malam sayang" balas Devon sambil mengecup kening Zulfa.
🍀
🍀
🍀
Keesokan harinya, Arshan sudah bangun tidur dan juga sudah selesai mandi. Ia sudah rapi dengan setelan jasnya yang biasa dia gunakan ke perusahaan. Arshan sangat penasaran, apa yang akan dilakukan oleh kakeknya hari ini. Aroma-aromanya akan ada sesuatu yang tidak mengenakkan bagi Arshan.
Selesai sarapan, kakek langsung menggiring Arshan ke ruangan Felix. Arshan tak bisa apapun selain menurut. Apapun yang ingin dilakukan kakeknya sudah pasti tak akan bisa ditolak oleh Arshan. Apapun perkataan kakek harus ditiruti, kalau tidak pasti amcaman adalah keluar dari rumah tersebut.
"Kakek mau melakukan apa sih? Kenapa aku harus dibawa ke ruangan papa. Gak bisa ya dibicarakan diluar saja. Ini papa juga ngapain ikut-ikutan sama kakek sih." gerutu Arshan duduk disofa.
"Diam Arshan!! Bisa gak kamu menurut sedikit saja. Gak usah banyak protes, semua ini juga demi kebaikan kamu." sahut Felix menyuruh Arshan diam, teyapi bukannya diam Arshan malah semakin protes.
"Apa!! Demi kebaikanku? Ini sih untung buat papa, buat aku mah enggak. Bukannya membuat senmag malah menyiksa" protes Arshan.
"Sudah!! Bisa kalian diam, kamu juga Arshan diamlah. Kakek belum mengatakan apapun kamu sudah banyak omong. Kau itu lelaki bukan banci" kesal kakek mendengar perdebatan anak dan cucunya.
"What? Kakek menyamakan aku dengan banci? Ihhh amit-amit kek. Aku ini masih waras alias sehat bukan gila." gerutu Arshan tiada henti.
"Siapa juga yang mengatakan kau gila. Kamu sendiri yang mengatakannya bukan kakek. Orang banci mah bukan gila Arshan. Hiiss sudah diamlah, dengarkan kakek." Arshan dan Felix pun mulai mendengarkan sesuatu yang ingin disampaikan oleh kakek. Lebih tepatnya sih rencana yang harus dijalankan oleh Arshan.
"Jika kamu Arshan ingin tau sifat asli kekasihmu itu. Kamu harus menyamar untuk mencari tau sendiri. Dan ini juga tantangan dari kakek untuk kamu."
"Maksud kakek apa yang jelas dong kek kalau bicara" ujar Arshan yang langsung mendapat tatapan tajam dari sang kakek.
"Kakek belum selesai bicara kau malah mengoceh terus. Dengarkan dulu lah baru berkomentar. Kau punya telinga kan untuk mendengar" kesal kakek.
Arshan pun terdiam tanpa mengeluarka suara appaun lagi. Ia males kalau harus mendapat omela dari kakeknya. Memang Arshan paling gak bisa kalau harus membantah ucapan kakeknya. Dari dulu Arshan begitu dekat dengan kakek. Apalagi dia adalah pewaris tunggal keluarganya.
"Kamu harus menyamar menjadi rakyat biasa. Untuk mencari tau sendiri sifat asli kekasihmu, itu yang pertama. Kedua, kamu harus bisa mencari calon istri yang bisa menerima kamu apa adanya dengan kondisimu sebagai rakyat biasa. Ketiga, carilah siapa saja koruptor dan karyawan lain yang berniat buruk kepada perusahaan keluarga kita. Jadilah OB diperusahaan Abhimarta Group dan kakek sudah menyewakan kontrakam untuk kamu tinggali selama misi ini berjalan." terang kakek membuat Arshan membulatkan matanya tak percaya.
Mana bisa Arshan melakukan itu semua. Tinggal dikontrakan? Menjadi OB diperusahaan sendiri? What? Tak terbesit dipikiran Arshan kalau kakeknya akan melakukan hal ini kepadanya. Arshan kira kakek akan memberi solusi yang lebih baik, tapi malah berbalik menjadi siksaan buat Arshan.
"Hah!! Gak mau ah kalau jadi OB apalagi harus tinggal dikontrakan yang pasti jelek dan kumuh. Menjadi OB diperusahaan sendiri? Ditaruh mana muka Arshan kek. Pewaris tunggal Abhimarta menjadi seorang OB? Iihh yang ada harga diri Arshan jatuh kek" tolak Arshan, membayangkannya saja sudah tidak sanggup. Apalagi kalau harus menjalankannya. Belum apa-apa pasti dia sudah tepar duluan.
"Baiklah kalau kamu gak mau. Kakek akan cabut semua fasilitasmu, S-E-M-U-A-N-Y-A!! Gak tersisa apapun. Begitu pun dengan mobil dan motormu. Silahkahkan kalau kamu mau menjadi gembel diluar sana. Kakek gak masalah, semua keputusan ada ditanganmu" ucap kakek santai duduk sofa.
'Aah kakek sukanya hanya mengancan saja. Kenapa sih selalu buat aku susah gini. Mana bisa aku tinggal dikontrakan yang kecil. Lalu pekerjaanku gimana?' umpat Arshan dalam hati. Pilihannya hanya ada dua, dia menolak tapi semua asetnya dicabur atau menerima untuk mempertahankan miliknya sekarang dan menjalankan misi.
"Kek kalau aki tinggal dikontrakan dan kerja jadi OB. Lalu pekerjaanku diperusahaan gimana? Gak mungkinkan aku limpahkan sama papa"
"Enak saja mau kau berikan sama papa. Itukan tugasmu, papa juga ada pekerjaan lain. Jangan nambah pekerjaan papa, Arshan. Yaa kamu kerjain lah pekerjaanmu. Kan bisa dikerjakan saat pulang atau bisa kirim lewat email. Apa susahnya sih, suruh itu si Daniel untuk menghandle semuanya." tolak Felix, pekerjaannya saja sudah banyak. Kalau ditambah milik Arshan, gak bakal kelar kalau dia sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments