"Tante gak usah membohongiku. Aku bukan anak kecil yang bisa tante bohongi. Tadi Zulfa kesini kan untuk mengambik buku kuliahnya. Lalu kenapa dia gak balik-balik. Kalau enggak tante yang......" Maira ingin memyelesaikan ucapannya namin ditahan oleh Elena dengan mulut pedasnya.
"Apa? Kau ingin menuduhku menyembunyikan sahabatmu itu iya!! Hei dengar aku tidak tau perempuan itu ada dimana. Dan dia gak kesini, biasa saja kan dia membohongimu dengan mengatakan akan mengambil buku kesini. Padahal kenyataannya dia sedang asik jalan dengan lelaki diluaran sana" ejek Elena membuat Maira naik darah mendengar ucapan ibu tiri sahabatnya yang tak ada rasa kasihan sama sekali.
"Cukup tante!! Gak perlu anda menjelek-jelekkan Zulfa didepan saya. Saya lebih tau Zulfa dari pada tante. Saya kesini hanya ingin menjemput Zulfa, gak perlu anda menghalangi saya. Sekarang lepaskan Zulfa, saya tau tante menyembunyikan Zulfa disini" ucap Maira dengan tegas. Ia tak ada rasa takut-takutnya dengan Elena. Yang terpenting bagi Maira adalah Zulfa bisa dibebaskan dan pergi dari sana.
"Kamu tuli atau bagaimana, sudah aku katakan kalau Zulfa gak ada disini. Ngotot banget sih dibilangin." sahut Elena kesal. Ia berpikir bagaimana bisa Maira datang kerumah dengan tiba-tiba lalu mencari Zulfa? Padahal tidak ada yang tah selain dirinya. Bahkan Firsi saja juga belum tau, niatnya ingin diberi tau oleh Elena tadi tapi keburu Maira datang.
"Ma...Apa benar dia datang kesini tadi?" tanya Firsi penasaran.
"Hmm iya tapi dia langsung pergi begitu saja. Mama gak sempat negur dia" jawab Elena berbohong. Tidak mungkin Elena akan menjelaskan kepada Firsi sekarang, saat Maira masih ada didepan mereka.
"Halah gak usah bohong deh tante. Saya sudah tau kalau tante menyembunyikan Zulfa digudang. Gak usah berbohong sama saya. Atau anda mau saya laporkan ke polisi atas tindakan anda dengan yang sudah melaukan penyiksaan? Saya punya bukti loh" ancam Maira yang berhasil membuat Elena kalang kabut. Dia takut kalau Maira benar-benar akan melaporkannya kepada polisi.
Bukan Elena kalau tidak bisa melawan. Ia tetap santai menghadapi ancaman Maira. Malah sekarang Elena menantang balik Maira. Ditantang balik tidak membuat nyali Maira menciut. Ia malah beneran menelfon polisi didepan Elena.
"Silahkan aku tidak takut dengan ancamanmu. Lagian bukti apa yang bisa menjeratkanku. Zulfa saja tidak ada disini, malah kau yang akan aku tuntut balik atas tuduhan pencemaran nama baik" serka Elena.
"Oke.....Aku akan telfon polisi sekarang untuk datang kesini dan kita cari nanti buktinya sama-sama. Kita buktikan siapa yang benar dan salah" Maira pun menekan tombol-tombol diponselnya untuk menghubungi kantor polisi.
Sesaat Maira berbicara dengan orang diseberang telfon. "Hallo, maaf pak saya mau melaporkan tindakan kekerasan dan penyiksaan di....."
"Stop!! Oke kamu boleh masuk, ini ambil!!" Elena tidak bisa berkutik lagi. Ia takut dirinya akan masuk penjara. Jadi Elena langsung saja menyerahkan kunci gudang kepada Maira.
Padahal Maira tidak benar-benar menelfon kepolisian. Ia hanya menggertak saja agar bisa mendapatkan kunci gudang dan menyelamatkan Zulfa dari sana. Maira segera menyambar kunci tersebut dan berlari ke dalam untuk ke gudang yang ada dibagian belakang. Maira sedikit tau seluk beluk rumah tersebut, sebab dulu pernah diajak oleh Zulfa untuk kerumahnya.
Firsi menatap heran kepada mamanya. Ia pun meminta penjelasan kepada Elena. "Mama beneran sekap perempuan itu digudang?" tanya Firsi.
"Iya, tadinya mama mau ngomong sama kamu. Tapi keburu si Maira datang, jadi mama gak bisa jelasin kepada kamu. Sekarang perempuan itu bisa lolos dengan mudah." kata Elena kesal.
"Bagaimana bisa Maira tau kalau Zulfa ada disini? Padahal perempuan itu ada digudang. Apa emang Maira sudah ada filing kalau Zulfa disekap" terka Firsi.
"Gak tau ah! Mama kesal, sudah susah payah ngurung dia digudang. Eh malah sekarang bisa lepas begitu saja. Selalu saja perempuan itu bisa lolos. Awas saja lain kali, mama akan beri dia pelajaran yang lebih dari sekarang"
Sementata digudang Maira berhasil membuka pintu dan melihat Zulfa yang terduduk dilantai. Maira langsung berlari ke arah Zulfa lantas memeluknya dengan erat. Ia sangat khawatir dengan keadaan Zulfa setelah mendapat pesan tersebut.
"Kamu gak apa-apa kan Fa? Apakah mereka melukaimu? Katakan mana yang sakit?" Maira terus melontarkan pertanyaan kepada Zulfa sambik melihat tubuh Zulfa dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Syukurlah kamu segera datang Mai, aku kira pesanku tadi gak bakalan masuk ke kamu. Karna ponselku langsung lowbet gak bisa nyala. Aku gak pa-pa kok, mereka gak ngapa-ngapain aku." jawab Zulfa bersyukur Maira segera datang.
"Ya sudah ayo kita keluar, jangan sampai mereka melakukan hal-hal yang aneh lagi sama kamu. Lain kali kalau mau pulang bawa aku juga. Biar mereka gak semena-mena lagi. Papamu kemana sih Fa kok gak ada nolongin kamu?" tanya Maira.
"Papa masih dikantor Mai belum pulang. Mangkanya aku tadi chat kamu, aku gak tau lagi harus minta tolong ke siapa" balas Zulfa sembari menetralkan nafasnya.
"Sudah deh ayo kita keluar dulu. Nanti kamu jelasin kalau kita sudah diasrama. Aku gak mau mereka menyiksa kamu lagi" kata Maira sambil membantu Zulfa untuk berdiri.
Setelah itu mereka keluar dari gudang bersamaan. Tepat disaat Devon pulang dari kerja. Sehingga Elena dan Firsi berusaha agar Devon tak melihat kejadian yang menimpa Zulfa. Elena takut menjadi amukan suaminya lagi, walau pun semua hal tersebut sudah pernah dialaminya. Hanya saja Elena tidak ada rasa jera untuk berhenti menyakiti Zulfa.
"Papa....." ucap Zulfa saat berada diruang tamu. Ia sudah mengambil tasnya juga dan hendak pergi.
"Loh kamu disini nak, kok gak bilang sama papa" kata Devon terkejut melihat Zulfa berada dirumah, apalagi ada Maira disana.
"Hmm iya pa, Zulfa tadi pulang ambil buku kuliah yang tertinggal. Zulfa mau pamit balik pa, nanti Zulfa ada mata kuliah" ucap Zulfa berusaha menghindar dari tatapan tajam Elena yang mengusik mata Zulfa.
"Fa kamu gak mau bilang sama papamu, biar ibu tirimu dapat pelajaran. Kalau kamu diam saja, mereka akan semena-mena menindasmu" bisik Maira didekat telinga Zulfa.
Namun Zulfa hanya menatap Maira sambik menggelengkan kepala. Mengisyaratkan kalau Zulfa tak mau mencari masalah lagi. Bukan Maira namanya kalau dia hanya diam saja melihat sahabatnya ditindas. Tanpa segan lagi Maira langsung ceplas ceplos berbicara dengan Devon tentang kejadian barusan. Sehingga membuat Elena maupun Firsi sangat geram. Ingin rasanya mereka menampar mulut Maira agar tak banyak bicara.
Mendengar perkataan dari Maira sontak saja Devon sangat terkejut. Wajahnya terlihat penuh amarah saat menatap Elena dan Firsi. Dia baru pulang kerja dan langsung disambut dengan tingkah anak juga istrinya yang keterlaluan. Rasa lelah langsung terusir dengan amarah yang memuncak.
"Kamu apa-apaan sih ma, kenapa Zulfa sampek kamu kurung digudang? Apa salah dia sampai kamu bertindak begitu. Aku gak habis pikir ya dengan sikapmu yang gak bisa berubah. Zulfa itu juga anakmu!!" sentak Devon marah.
"Apa? Anak? Dia anakmu bukan anakku. Aku hanya punya satu anak yaitu Firsi bukan dia!" tunjuk Elena kearah Zulfa.
Mendengar ucapan Elena, Devon langsung naik pitam. Ternyata selama ini dia menikah dengan orang yang salah. Padahal niatnya menikah agar Zulfa punya ibu yang bisa menyayanginga selayaknya anak kandung. Tapi ternyata pilihannya salah.
"Kalau dari dulu aku tau sikapmu begini. Aku tidak akan mau menikah denganmu!! Kau hanya mencintaiku tapi tidak anakku. Ternyata kamu hanya bermuka dua didepanku" ujar Devon.
"Sudah pa, cukup! Jangan berantem lagi sama mama. Aku mau kembali ke asrama, papa gak perlu nyalahin mama." relai Zulfa yang tidak suka melihat papa dan ibu tirinya berantem.
"Maafin papa ya nak. Kamu selalu mengalah, papa gak bisa mencari ibu yang baik untukmu. Maafin papa" sesal Devon memegang pundak Zulfa. Tatapannya sendu seolah menunjukkan penyesalan yang begitu besar.
"Gak apa-apa, papa gak perlu meminta maaf. Zulfa mau pergi dulu, jangan berantem lagi sama mama." ucap Zulfa menatap ayahnya sambil menyunggingkan senyum.
'Ck....Dasar bermuka dua. Awas saja, gara-gara kamu. Papa dan mama harus berantem, akan aku balas nanti perbuatanmu. Pintar sekali cari muka didepan papa.' batin Firsi menatap Zulfa dengan sinis.
...♡♥♡♥♡♥♡...
Dirumah kontrakam sederhana, duduklah Arshan diruang tamu untuk menunggu seseorang datang. Dari pesan yang terkirim ke ponsel Arshan, dia meminta Arshan untuk menunggu dirumah karna ada suatu hal yang ingin disampaikan Daniel. Yaa Daniel lah yang mengirim pesan kepada Arshan.
Selang lima belas menit, datanglah Daniel menggunakan motor agar tak dicurigai oleh orang lain. Langkahnya mengarahkan Daniel untuk mengetuk pintu. Sejenak Arshan keluar saat mendengar ketukan pintu beberapa kali. Ia langsung menyuruh Daniel untuk masuk dan memintanya untuk menjelaskan maksud pesan yang dikirimkan Daniel tadi.
"To the point saja jangan bahas yang lain" sahut Arshan agar Daniel mengarahkan pembicaraan fokus kepada maksud kedatangannya.
"Begini tuan muda, tadi tuan besar Felix meminta saya untuk menyampaikan kepada tuan muda. Ada rapat penting yang harus tuan muda hadiri di kota F, jadi tuan muda diminta untuk berangkat besok pagi. Kata tuan besar Felix tidak ada bantahan, tuan muda harus mau. Lamanya sekitar dua hari, setelah rapat selesai tuan muda bisa langsung kembali kesini. Semua barang-barang tuan muda sudah disiapkan" jelas Daniel panjang lebar secara detail.
"Besok? Ahh kenapa gak dari tadi. Ck ya sudah lah, tapi hanya dua hari gak lebih. Titik!! Dan sampaikan kepada papa kalau ini adalah terakhir aku mengerjakan pekerjaan kantor. Selebihnya aku gak mau" jawab Arshan penuh penegasan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments