“Bagaimana kabarmu sayang?” tanya Deanna dengan lembut memberikan tatapan memperingatkan kearah suaminya, “Bukankah seharusnya kamu itu masih harus dirawat dirumah sakit? Lalu kenapa kamu sudah memaksa pulang?”
Sepasang alis Jaysen mengkerut lalu dia menghela napas berat sambil memaksakan senyuman diwajahnya saat menjawab pertanyaan ibunya, “Aku sudah bosan disana Ma! Lagipula keadaanku baik-baik sa----”
“Apa kedua matamu yang sudah jadi buta itu juga termasuk kategori baik-baik saja, hah?” potong Harvey dengan sarkas. Saat itu juga Deanna menatap tajam kearah suaminya tetapi pria keturunan Polandia itu balas memberinya tatapan taja, memintanya untuk diam.
“Sudah berapa kali kukatakan padamu, kalau aku tidak suka pada perempuan itu! Tapi nyatanya, kalian tetap saja menjalin hubungan dan lihatlah apa yang terjadi sekarang?” Harvey mendengus mengejek.
“Perempuan itu malah mengkhianatimu dan memilih kabur bersama dengan selingkuhannya. Dan kamu dengan bodohnya, putraku satu-satunya Jaysen Avshallom malah mengejar kedua manusia-manusia laknat itu dan akhirnya mengalami kecelakaan! Sehingga buta!”
“Harvey!”
“Diam, Deanna! Putra kita ini perlu belajar banyak dari pengalamannya. Bagaimana cara memilih perempuan yang benar! Bukannya sembarangan saja main comot! Lihatlah, akibatnya seperti apa sekarang?” ujar Harvey pada istrinya dengan intonasi tinggi.
“Papa juga seharusnya belajar jangan pernah membentak mama, terutama didepanku.”
Deanna mengerutkan dahinya, merasa pusing sendiri menghadapi putranya dan suaminya yang sama-sama egois dan keras kepala.
Wajah Jaysen dan Deanna memang mirip dengan rambut dan mata berwarna khas Asia tapi soal sifat Jaysen itu benar-benar menurun dari Harvey.
“Sama-sama keras kepalanya!” keluh Deanna.
“Milikku ya milikku!” tandas Jaysen memasang sikap keras kepalanya lagi didepan ayahnya. “Kalau ada yang berani mengambilnya dariku, harus kuambil kembali! Tidak ada satupun yang sudah jadi milikku bisa diambil orang lain seenaknya.”
“Tapi gadis itu bahkan tidak layak untuk menjadi bagian dari keluarga kita, Jay!” hardik Harvey tidak kalah kerasnya, “Apa kamu pikir papa tidak tahu tuntutan macam apa yang kamu ajukan ke keluarga mereka? Pernikahan sebagai gantinya untuk pertanggungjawaban atau perusahaan mereka akan kamu ambil alih lalu mereka akan kamu tuntut ke penjara! Cih! Seumur hidupku, aku tidak pernah mendengar hal konyol seperti itu. Perusahaan mereka hanya perusahan kecil dan sama sekali tidak ada harganya bagi perusahaan kita! Dan soal perempuan itu, papa tidak akan pernah setuju kalau kamu akan menikahinya!”
“Suamiku sayang, tenanglah!” Deanna mengelus lengan Harvey berusaha menekan amarah suaminya. Dia juga meremas tangan Jaysen meminta putranya itu agar diam dulu dan tidak memancing kemarahan ayahnya.
“Lepaskan perempuan itu dan carilah perempuan lain! Papa yakin diluar sana masih banyak perempuan lain yang jauh lebih baik darinya.” ujar Harvey.
“Papa! Sudah kukatakan kalau aku harus mengambil kembali apa yang menjadi milikku. Soal akan kuperlakukan seperti apa dia nanti, itu masalah yang berbeda. Yang jelas tidak ada orang lain yang bisa hidup tenang kalau dia berani mengusik milikku! Ini masalah harga diri!”
“Buang saja harga dirimu yang tidak berguna itu! Papa tidak akan pernah menyetujui kalian menikah.”
“Memangnya kenapa? Aku tidak pernah ingat kalau aku pernah meminta ijin dari papa.”
“Harvey! Putra kita belum pulih total.”
“Tuan Muda, tolong!” terdengar tiga suara teriakan yang nyaris bersamaan tapi teriakan terakhirlah yang berhasil menarik perhatian mereka.
“M—ma—maaaf. Saaa---saaaya tidak bermaksud menganggu….” pelayan itu gemetar saat bicara karena dia terpaksa menyela pembicaraan ketiga majikannya itu.
“Bukankah aku sudah memerintahkanmu untuk berjaga-jaga didepan pintu ruang kerjaku?” Jaysen melepas paksa cengkeraman ayahnya dan menghampiri pelayan yang berdiri ketakutan. “Mengapa kamu disini, hah? Awas saja kalau sampai Eleanor ke----”
“Perempuan murahan itu ada disini?” seru Harvey tapi Jaysen mengacuhkannya.
“Nona Eleanor memang tidak keluar….ta----tapi…..”
“Tapi apa? Kenapa kamu tidak menjaganya?”
“Itu Tuan Evan memaksa masuk dan mengunci pintu lalu---”
“Shit…..brengsek!” teriak Jaysen penuh amarah. Lalu dia bergegas pergi.
Sedangkan Deanna dan Harvey saling pandang kebingungan karena tidak paham yang terjadi disana.
“Sialan!” maki Harvey lalu dia dan istrinya pun bergegas menyusul Jaysen ke ruang kerja. “Semua kacau gara-gara perempuan laknat itu.”
Emily yang berada didalam ruang kerja, saat ini berusaha melepaskan diri dari lelaki yang berusaha keras untuk menindihnya tapi karena kondisi tubuhnya yang sejak awal memang sudah sangat lemas tak bertenaga membuat gadis cantik itu tidak bisa berbuat banyak.
“Tolooonnnngggg,” teriaknya sambil menangis terisak-isak. Dia merasa putus asa dengan keadaannya sekarang. Dia bingung mengapa semuanya terjadi padanya disaat dia tiba di Indonesia. Semua hal yang sangat mengerikan yang tak pernah dia bayangkan akan menimpanya.
“Diam saja! Jangan banyak bertingkah Ele, nikmati saja! Kamu kan sudah biasa melayani sepupuku dan juga Danny pacar gelapmu itu? Jadi tidak ada salahnya kalau kamu juga melayaniku! Aku akan memberikan kenikmatan dan kepuasan yang berbeda padamu! Berhentilah menangis, Ele. Jangan jadi perempuan munafik yang sok suci! Kamu tidak sebaik itu dan bukankah kamu sangat menyukai hal-hal seperti ini, hah?” ujar Evan yang memeluknya dari belakang dan menciumi lehernya.
Emily menggeleng dengan kuat lalu kembali mencoba menjelaskan, “Aku bukan Eleanor! Aku Emily…..kalian sudah salah paham! Ele ada dirumah sakit sekarang sedang dirawat. Tolong lepaskan akuu…..!” meskipun dia sudah menjelaskan berulang kali namun tetap saja tak ada yang mempercayainya dan menganggapnya hanyalah bersandiwara dan menipu.
Saat Emily hendak mengatakan sesuatu dan sudah membuka mulutnya, tiba-tiba tangan Evan meremas bagian dadanya dengan sangat kuat hingga membuatnya menjerit kesakitan. “Tidakkk! Lepaskan aku! Tolongggg! Lepaskan aku bajingan…..brengsek!”
“Diam! Jangan sok suci kamu Ele. Tidak akan ada yang mendengarmu, sudahlah nikmati saja nggak ada gunanya kamu sok jual mahal begitu!”
Evan menarik dan membanting Emily keatas karpet. Emily semakin merasa sesak saat dia merasakan seperti ada yang mencengkeram bagian dadanya dengan kuat. Dia semakin merasa sesak dan tidak bisa bernapas dengan baik.
Sekujur tubuhnya terasa nyeri dan Emily hanya sanggup meringkuk dalam ketakutan sedangkan sepasang matanya terpejam rapat seolah sudah pasrah akan apa yang akan terjadi padanya toh dia tidak bisa melawan, dia bahkan tidak bisa menggerakkan kakinya karena terlalu lemas.
BRAAKKKK
Tiba-tiba pintu ruang kerja itu didobrak hingga terbuka disusul dengan suara keributan dan teriakan marah. Emily merasa gemetar ketakutan saat menyadari tubuhnya tidak lagi disentuh oleh Evan. Apa dia selamat? Emily masih meringkuk sambil memejamkan matanya, terlalu berat untuk membukanya untuk mengetahui apa yang terjadi dan siapa yang baru saja masuk mendobrak pintu itu.
BUG BUG BUG
Jaysen menendang Evan tanpa ampun, pukulan demi pukulan dia layangkan pada sepupunya itu. Meskipun kedua matanya sudah buta tapi itu bukan berarti indra yang lain lumpuh. Dari suara teriakan dan makian yang bisa didengarnya dia bisa memperkirakan dimana posisi kedua orang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments