Selepas kepergian Evan, Jaysen langsung meremukkan gelas ditangannya. Dengan acuh tak acuh dia membuang pecahan kaca dan untunglah tidak ada luka yang dialaminya. Dia tahu kalau tadi Evan sempat memandangi Eleanor alias Emily lekat-lekat dan dia membenci itu. Gadis itu adlaah miliknya dan tidak ada seorangpun yang boleh menikmati atau bahkan menyentuh keindahannya. Miliknya ya miliknya. Titik!
“Akan kubunuh pacar gelapmu itu!” geramnya lalu berjalan perlahan ke sofa dimana Emily berbaring. Bagi Jaysen yang terbaring didepannya sekarang ini adalah Eleanor, bukan Emily. Dia sama sekali tidak tahu siapa itu Emily dan juga tidak berminat untuk mencari tahu.
“Bukan Eleanor, huh?” dengusnya mencibir dengan nada mengejek, dia teringat ucapan Evan tadi, “Aku bahkan sudah menyebarkan fotomu, jadi mana mungkin mereka salah tangkap orang.”
Satu tangannya mulai mengusap-usap kaki Emily, “Aku memang kehilangan penglihatanku,” gumamnya. “Tapi toh aku sudah mengenal dengan baik seluruh bagian tubuhmu.” tangannya merayap naik, sekarang dia membelai paha Emily, “Eleanor Vimena! Mari kita lihat apakah tubuhmu masih menyukai sentuhanku.”
Tangannya pun menyusup kebalik rok Emily. “Biasanya kamu suka memakai yang berenda, Eleanor,” gumamnya. “Apa selera pakaian dalammu sudah berubah?”
Jaysen duduk berlutut disebelah Emily dan bibirnya tepat berada disebelah telinga Emily. “Nggak masalah. Toh yang ada didalam sana masih tetap sama.” seringai muncul diwajah pria yang kedua matanya masih ditutup perban.
Tanpa disadarinya, ******* Emily semakin terdengar, meskipun kedua matanya masih terpejam rapat tapi tubuhnya tetap merespon setiap sentuhan yang diterimanya.
“Ya, seperti ini Eleanor! Mendesahlah dan mengeranglah. Tunjukkan kalau kamu masih menjadi jalangku.” Jaysen menyeringai mendengar napas Emily yang putus-putus. Bisa dirasakannya betapa gadis dihadapannya iu semakin gelisah akibat sentuhannya. Itu membuat Jaysen bertambah senang.
“Enak?” bisiknya yang dibalas dengan suara ******* dan lenguhan. “Nggak semudah itu, Eleanor. Kita bahkan belum memulai pemanasannya. Sekarang akan kubuat kamu sadar siapa sebenarnya yang bisa memberikan kenikmatan dan kepuasan padamu!”
Tanpa menunggu lebih lama lagi, ruang kerja yang tadinya sunyi itupun kini dipenuhi oleh suara ******* dan erangan.
Emily merasakan tubuhnya sangat lemas, kedua matanya terasa sangat berat untuk dibuka bahkan sekedar menggerakkan ujung jarinya saja pun terasa sulit. Namun sesaat dia merasa dibaringkan keatas sesuatu yang lembut dan empuk.
Sayup-sayup dia bisa mendengar percakapan dua orang. ‘Siapa?’ pikirnya merasa asing dengan kedua suara itu. Dia juga tidak memahami dengan apa yang sedang mereka perbincangkan karena pikirannya saat ini tidak bisa fokus.
Tidur. Itulah yang diinginkan Emily saat ini, hanyalah tidur sampai tak lama kemudian terdengar suara pintu yang menutup menyusul sesuatu yang pecah. “…..Eleanor…..”
Terdengar suara bisikan seorang pria didekat telinganya sehingga membuat Emily meremang apalagi pria itu mulai menjilat dan menggigit daun telinganya. Di tambah elusan dikakinya yang bisa dirasakannya semakin bergerak keatas dan kini bahkan berhenti di pangkal pahanya lalu menyusup kedalam roknya.
Ada rasa geli yang terasa nikmat saat jari itu bergerak naik turun mengelus permukaan pakaian dalamnya. Emily bisa merasakan miliknya terasa semakin lembab, dia tak paham apa yang sebenarnya sedang terjadi karena dia tidak pernah melakukan hal-hal seperti itu sebelumnya. Apalagi saat jemari itu menerobos masuk kedalam dan bermain-main disana.
“Ahhhh…..” Emily sudah tak sanggup menahan, suara desahannya pun lolos dari bibir seksinya. Hal itu justru semakin membuat sipemilik tangan semakin bersemangat. Karena nyatanya hanya melakukan gerakan jari saja wanita didepannya itu sudah kacau dan mendesah dan mengerang tertahan. Ada ekspresi kepuasan di wajah Jaysen.
“Aaahhkkkk….Ahhhh…..” desah Emily semakin menjadi saat jari yang itu bertambah jadi dua bermain-main. ‘Enak.’ batinnya, merasakan kenikmatan yang baru pertama kali dia rasakan meski pikirannya menolak keras tapi tubuhnya malah bereaksi berbeda.
Tanpa sadar Emily bahkan mengangkat pinggulnya dan menggerakkannya seolah dia sedang mengejar kenikmatan yang diberikan. Ada sesuatu yang rasanya sedang mengumpul dan seolah akan meledak.
Entah apa itu, Emily mencoba memikirkannya karena ini yang pertama kalinya dia merasakan hal itu dan dia merasa asing tapi dia sangat menyukai rasa itu. Tapi kemudian muncul rasa kecewa saat jari itu berhenti bermain-main dan dia merasakan ada kekosongan disana yang menuntut untuk segera dilepaskan menuntut untuk dituntaskan.
“Nggghhh….” protesnya menggeliat merasakan miliknya berkedut meminta dipuaskan. Dia menggerakkan pinggulnya saat dia merasa ada orang yang melepaskan pakaiannya.
Emily bertanya-tanya apa yang akan terjadi, saat rasa itu semakin dasyat menderanya. Tidak ada yang bisa dia lakukan hanyalah mendesah, mengerang dan menggeliat habis-habisan. Nikmat, terlalu nikmat.
Setelah sekian lama, Emily merasakan tubuhnya berkeringat dan terasa semakin lemas setelah kenikmatan yang baru pertama kali dirasakannya. Dengan napas terengah dia berusaha membuka matanya yang masih terasa sangat berat, dia tak tahu obat apa yang disuntikkan pria itu padanya sehingga membuatnya seperti sekarang ini.
Namun, Emily kembali berusaha agar bisa membuka matanya, dia tahu bahwa apa yang dirasakannya saat ini salah dan dia harus segera tersadar sebelum sesuatu yang buruk menimpanya. Namun, kepalanya kembali tersentak karena terasa ada yang kembali menyentuhnya, seketika juga tubuhnya kembali menegang dan meremang.
Tumbuh rasa takut dan cemas dihatinya yang seiring dengan kenikmatan yang dirasakannya. Karena matanya masih berat untuk dibuka, dia mencoba melawan reaksi tubuhnya dengan menggerakkan tangannya.
Tapi tetap sama saja hasilnya dia tidak bisa menggerakkan tangannya, ‘Ada apa ini? Kenapa tubuhku bisa selemas ini sih? Ahhhh…..hmmm…..enak…..siapa itu? Kenapa ini semua bisa terjadi padaku? Hemm…..kenapa rasanya sangat sulit untuk mengangkat tanganku?’
“Sabar Eleanor,” bisik pria itu napas hangatnya menggelitik telingan Emily. Membuat gadis itu kembali mendesah sambil mendongak. Detik berikutnya tubuhnya melenting, dia tak tahu bagaimana menjelaskan rasa yang didapatnya saat ini. Emily kembali merasakan tubuhnya kembali lemas meskipun untuk kali ini tubuhnya sampai mengejang beberapa kali sebelum akhirnya terkulai
“Hahh…..hahhh...hah….si—siapa...kamu?” bisiknya dengan tubuh kehabisan tenaga.
“Ssstttt, diam dan nikmati saja Eleanor.” ujar Jaysen. “Sebagai jalangku tugasmu hanyalah mendesah dan memuaskanku.”
Perlahan, Emily mulai bisa membuka matanya, samar-samar dia melihat seorang pria tengah berada diatasnya. Dia sangat terkejut saat melihat kedua mata pria itu berbalut perban.
Buta? Apakah pria ini buta? Emily sangat terkejut dan merasa takut melihat pemandangan didepannya. Dia menggigit bibir bawahnya dan berusaha menenangkan hatinya yang berdebar kencang.
‘Siapa sebenarnya pria ini? Kenapa dia selalu menyebut nama Eleanor? Ya ampun…..sial! Mereka pasti mengira kalau aku ini Eleanor adikku.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments