Benar-benar tidak bisa ditebak bagaimana jalan pikiran lelaki buta itu. Kenapa Jaysen mendadak berubah menjadi lembut begini? Apakah dia sedang merencanakan sesuatu pada Emily?
Seperti di film-film yang pernah di tontonnya, seorang serial killer yang bersikap lembut pada korbannya sebelum membunuh mereka. Apakah Jaysen bersikap seperti ini karena ingin membunuhnya juga?
Dengan takut-takut, Emily menyambut uluran tangan Jaysen yang terulur padanya. Dia sedikit menjerit saat jaysen menariknya kedalam pelukannya. Tidak cukup sampai disitu, lelaki buta yang tampan itu juga mengecup dahinya dan membelai pipi gadis itu yang sudah merona.
“Sen...a—ada banyak orang disini.” gumam Emily dengan terbata-bata. Ada perasaan takut dan juga malu diperlakukan oleh Jaysen seperti itu.
“Kamu malu Ele?” bisik Jaysen memainkan ujung hidungnya di telinga Emily membuat gadis itu semakin merah padam. “Sejak kapan Eleanor-ku berubah jadi pemalu , hem?”
“Sudah kukatakan aku bukan Eleanor! Aku ini Emily saudara kembarnya Eleanor!” balas Emily dengan susah payah menahan desahannya. Semburan napas Jaysen di tengkuknya membuatnya geli dan meremang. “Namaku Emily Vionette. Bukan Eleanor Milena!”
“Whatever! Aku nggak peduli! Terserah kamu mau menjadi siapa dan mau pake nama apa. Yang jelas kamu menyukai sentuhanku, iyakan? Hemm?”
“Ahhh!” Emily menggigit bibirnya menahan geli saat Jaysen menggigit dan menjilati daun telinganya.”Jaysen...ada banyak orang.” ujarnya berusaha menolak. Bagaimana pun dia tidak berani mendorongnya dengan kasar atau lelaki buta itu akan mengamuk lagi padanya.
“Jadi, kalau tidak ada orang berarti boleh? Hemmm? Apa kamu tidak merindukanku Ele? Biasanya kamu selalu menyukai sentuhanku dan kamu yang lebih dulu menyentuhku.”
Emily menatap sepasang mata yang tertutup perban itu, mencoba membayangkan seperti apa mata lelaki itu jika dia tidak buta.
Pikirannya menolak segala perlakuan Jaysen padanya tapi entah mengapa tubuhnya malah bereaksi lain tapi Emily berusaha untuk tidak terpengaruh.
“Kami akan minum the ditaman. Siapkan semuanya lalu tinggalkan kami berdua sampai aku memanggil kalian baru kalian boleh datang.” ujar Jaysen.
Beberapa pelayan yang memang sejal awal menemani mereka berjalan-jalan, segera mematuhi perintah majikannya. Emily bisa melihat sebuah meja telah disiapkan dan ditata indah di dekat sebuah air mancur.
Tunggu….tunggu dulu….taman dirumah ini ada air mancurnya? Sepasang mata abu-abu Emily membelalak dan dia jadi penasaran, sebesar apa sebenarnya kediaman lelaki buta itu?
Emily mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan berusaha menangkap betapa luasnya area taman yang ada. Seumur hidupnya, dia belum pernah melihat rumah sebesar itu dengan taman seluas itu dan seindah itu.
Ini baru melihat dari bagian luar saja, Emily sudah terpesona dengan penataan taman yang sangat indah dengan berbagai macam bunga dan pepohonan.
“Ele? Kenapa kamu diam saja?” Jaysen memanggilnya sambil duduk dihadapan meja yang dipenuhi dengan berbagai macam makanan ringan dan cake yang semuanya tampak lezat.
Emily memang menyukai cemilan dan makanan manis dan apa yang terhidang didepan matanya sekarang nyaris membuat air liurnya menetes.
“Eleanor?” panggil Jaysen lagi. “Duduklah disini.”
Emily berpikir sejenak, sepertinya bukan hal buruk kalau dia harus menemani lelaki buta itu minum the dan makan cemilan. Tapi sejenak Emily tertegun saat menyadari sesuatu.
“Jaysen?”
“Iya Ele, ada apa?”
“I—itu.” Emily menatapbingung kearah punggung pelyan yang sudah beranjak pergi. “Ku—kursinya hanya satu. Aku duduk dimana kalau tidak ada kursi?”
“Jadi?”
“Aku duduk dimana?”
Seharis senyum menghiasi wajah lelaki buta itu sebelum dia menjawab, “Memang cuma ada satu kursi saja disini, Ele! Apa kamu lupa ya? Kamu ini kenapa? Seperti belum pernah datang kesini saja?”
“Hah? Aku memang belum pernah datang kesini. Aku bukan Eleanor!” ucapnya lagi.
“Kemarilah! Duduk dipangkuanku seperti biasa kamu lakukan.” ujar Jaysen lagi.
Emily tetap diam membeku, butuh beberapa menit bagi Emily untuk memahami hal yang didengarnya sebelum akhirnya tiba-tiba dia berteriak kaget. “HA!!”
Tangan Jaysen sudah lebih dulu menariknya dan terduduk dipangkuan pria buta itu. Emily gemetar ketakutan, ini pertama kalinya dia duduk dipangkuan seorang pria. Bahkan dengan John kekasihnya dia tidak pernah melakukan itu.
...******...
“Coba cicipi ini Ele.” tawar Jaysen mengambil sepotong kue dan menyodorkannya pada Emily.
“Aku bisa makan sendiri. Tidak perlu repot-repot.” ujarnya dengan gemetar takut jika membuat Jaysen marah lagi dan mencekiknya seperti kemarin. Emily merasa sangat canggung dengan posisinya sekarang yang duduk dipangkuan lelaki buta itu.
Ditambah lagi, lelaki buta itu terus saja ingin menyuapi Emily sedari tadi dan seolah memanjakan gadis itu yang membuat Emily semakin ketakutan.
Mengingat bagaimana sikap kasar lelaki buta itu padanya sejak awal membuatnya berpikir yang tidak-tidak. Mungkin ini adalah makanan terakhirnya.
“Kenapa? Kamu tidak suka? Sudah kukatakan kan, kalau aku ingin menyuapimu?” ujar Jaysen sambil menaikkan alisnya sebelah disertai senyuman miring diwajah tampannya sehingga membuat Emily semakin salah tingkah.
“Ayo buka mulutmu Ele!” perintahnya.
Dengan ragu-ragu dan ketakutan, Emily membuka mulutnya. Dia sedikit terkejut saat ada lelehan coklat yang lumer saat dia menggigit kue kering itu dan mengotori jari Jaysen.
“Ma-maaf.”ucapnya tergagap ketakutan. Dia sangat takut kalau Jaysen marah tetapi lelaki buta itu bukannya marah tapi malah tersenyun lalu menjilati jarinya yang berlumuran coklat.
“Manis!”gumamnya dengan ujung lidahnya bergerak menyapu bibirnya membersihkan coklat yang menempel di bibirnya. “Aku suka rasa manis.”
Wajah Emily merona merah saat melihat Jaysen yang tengah menjilati jarinya sendiri dan ituterlihat sangat seksi dimata gadis itu.
“Sekarang minum tehnya, Ele! Ambilkan aku cangkir tehnya.” ucapnya lagi pada Emily.
Bagaimana bisa orang terlihat begitu seksi dan menggoda hanya dengan menjilati jarinya? Entahlah…..Emily tidak tahu. Ini juga pertama kalinya dia merasakan hal semacam itu.
“Ele? Eleanor?”
Emily tidak menjawab karena dia sibuk mengingatkan dirinya sendiri. ‘Ingat John! Ingat John, Emily…..kamu sudah punya John yang setia dan menyayangimu. Jangan selingkuh, lagipula lelaki buta ini kejam dan tak berperasaan! Bagaimana mungkin kamu mau dengannya?’
“Eleanor! Hei! Ada apa denganmu? Kenapa diam saja?”
“Oh! Maaf.”
Emily mengerjapkan matanya, wajahnya sudah merah padam menyadari kalau sejak tado dia memandangi wajah tampan lelaki buta itu sehingga tidak menyadari kalau dia sudah memanggilnya beberapa kali tadi tapi dia tak mendengar.
“Ma---maaf! A—apa tadi yang kamu bilang? Tadi kamu minta apa?” tanya Emily tergagap.
‘Aisss….bodohnya kamu Emily! Apa yang kamu pikirkan, hah? Kamu sudah punya John!’ bisiknya.
Emily terus saja memaki dirinya sendiri. Masa sih, hanya karena Jaysen bersikap lembut padanya sudah bisa membuatnya hanyut seperti ini? Lagipula, bukankah pria ini yang menculiknya dan memaksanya tinggal dirumahnay? Dia tawanannya sekarang, masa suka sama penculiknya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments