“Dan soal apa yang kamu alami tadi, memangnya ada masalah apa? Bukankah kalian sudah biasa melakukannya? Kalian sudah bercinta berkali-kali? Cih! Kamu bahkan melakukannya juga dengan pacar gelapmu. Lalu apa salahnya kalau jaysen melakukan itu padamu, heh?”
“Salah! Tentu saja salah! Karena aku bukan orang yang kalian pikirkan!”
“Apa?”
Tentu saja salah. Sangat salah besar karena dia Emily Vionetta bukan Eleanor Milena. Jika adik kembarnya sudah biasa hal-hal mesum seperti itu tapi Emily belum pernah melakukannya sampai saat ini dia masih perawan.
Meskipun dia menetap di Amerika tapi dia tidak terpengaruh dengan kehidupan bebas apalagi Maya yang menjaganya dengan ketat. Sedikit demi sedikit, Emily mulai paham mengenai kehidupan Eleanor adik kembarnya. ‘Apakah Ele memang sebebas itu? Aisss…..apa ayah dan ibu tidak tahu soal kehidupan bebas Ele?
Emily menggigit bibirnya sambil berpikir bagaimana caranya untuk menjelaskan pada mereka. Dia sudah berusaha mengatakan pada mereka berulang kali. Dia adalah Emily, Eleanor adalah saudari kembarnya tapi kenapa mereka masih tidak percaya juga sih?
Jelas-jelas di paspor dan identitas lainnya namanya berbeda. Bukankah seharusnya mereka bisa melihat visa di paspornya? Kalau selama ini dia tinggal di luar negeri dan baru kembali?
Emily kehabisan akal bagaimana mengatasi kesalahpahaman ini. Bagaimanapun dia tak ingin dilibatkan dengan urusan pribadi Eleanor yang tak ada sangkut pautnya dengannya. Emily tidak mengenal orang-orang ini dan dia tak layak untuk menanggung semua kesalahan yang telah diperbuat oleh Eleanor.
Hanya karena mereka kembar sehingga orang-orang tidak bisa membedakan mereka. Tapi mengapa orang-orang ini sangat bodoh sih? Begitu gampangnya untuk mengetahui kebenarannya tapi mereka mengabaikan dan sama sekali tak peduli.
Emily menggigit bibir berpikir keras, jika dia tidak bisa menjelaskan setidaknya dia bisa mencari cara agar bisa melarikan diri dari sana. Saat Emily sibuk dengan pikirannya, Evan diam-diam menelan ludahnya. Sejak tadi dia memandangi Emily, meskipun sudah ditutupi selimut tapi tubuhnya belum tertutup sepenuhnya.
Evan seorang pria normal dan dia juga sangat menyukai wanita-wanita cantik. Apalagi baginya Eleanor hanyalah seorang gadis penggoda yang kebetulan saja membuat seorang Jaysen jatuh cinta dan menjadikannya kekasihnya.
Evan merasa kalau sepupunya itu sangat bodoh memilih gadis seperti Eleanor sebagai pasangannya. Bukankah selama ini dia sudah banyak menghabiskan waktu bersama wanita-wanita yang seperti itu? Kenapa tidak mencari gadis baik-baik untuk dijadikan pasangan serius?
Evan masih bisa melihat belahan dada yang indah dan mulus itu. Kedua mata pria itu menatap nyalang menelusuri setiap lekuk leher dan tengkuk Emily yang dipenuhi bercak merak.
Pandangan matanya perlahan turun kebagian bawah tubuh Emily dan melihat belahan paha mulusnya yang sekilas terlihat pun membuat napasnya semakin memburu.
Saat bagian tubuh bawahnya terasa semakin sesak, Evan mulai memperkirakan berapa lama waktu yang ada sebelum Jaysen kembali sehingga dia bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk bersenang-senang dan menikmati gadis didepannya itu.
Evan memandang Emily rendah dan tak memiliki sedikitpun rasa hormat padanya karena dimatanya seorang Eleanor hanyalah seorang ******. Selama ini dia tahu jika Eleanor adalah seorang gadis yang mudah tergoda.
“Ele! Kamu ingin kabur kan?” tanya pria itu sambil menyentuh bahu Emily dan membelai pipinya. “Kalau begitu aku bisa membantumu kabur dari sini. Layani aku sebentar dan nanti aku akan membantumu. Bagaimana? Win win situation, iyakan? Kita sama-sama untung dan aku pastikan kamu akan keluar dari sini dengan aman. Tapi layani aku sekarang!”
Emily terkesiap dan langsung berontak, “Tidak! Aku tidak mau! Tolonggggg…...toooloooonggg!”
teriaknya kencang dan dipenuhi ketakutan. Baru saja dia lepas dari pria yang mengerikan itu dan sekarang dia kembali akan dilecehkan? Oh Ele! Kehidupan seperti apa yang kamu punya selama ini? Sehingga orang-orang ini tidak menghormatimu sebagai perempuan?
Sejak awal tubuh Emily sudah lemas akibat suntikan obat bius sehingga membuat gadis itu akhirnya kehabisan tenaga dan tidak berdaya menghadapi Evan yang berniat menggagahinya secara paksa.
Dengan sisa tenaga yang dia punya, Emily berusaha menolak dan melindungi dirinya. Ada isak tangis yang terdengar saat Emily memejamkan rapat-rapat kedua matanya.
Sekuat apapun dia melawan, dia sudah tidak punya tenaga sama sekali. Pria itu terlalu kuat dengan perawakan tinggi kekarnya sudah bisa dipastikan Emily tidak akan mampu melawannya.
Seandainya saat ini dia tidak dibawah pengaruh obat bius pun tak mungkin dia akan sanggup melawan Evan. Akhirnya dia hanya bisa pasrah pada nasibnya karena sia-sia saja semua perlawanannya.
Sementara itu diluar ruang kerja, Jaysen yang sangat gusar dan marah saat keluar dari ruang kerjanya sama sekali tidak suka jika kegiatannya diganggu apalagi mengenai urusan birahi.
“Ada apa?” tanyanya dengan nada dingin.
“I---iittuu….” si pelayan meneguk ludahnya dan menundukkan kepala sedalam mungkin. Dia sama sekali tidak berani mendongak karena meskipun kedua mata Jaysen dalam keadaan buta, tapi bukan berarti kengerian dan kekejaman pria itu bisa dihilangkan.
“Ddiiii---ddiiii baaa---wah ada---”
“Kalau bicara itu yang jelas! Jangan membuatku marah!” teriaknya penuh amarah.
“Di bawah ada kedua orang tua Tuan Muda sedang menunggu.” jawab si pelayan buru-buru menutup mulutnya dan kelihatan sangat panik seketika. Sementara itu Jaysen menghela napas kesal, dia sudah merasa tangannya sangat gatal ingin menghajar pelayan didepannya ini tapi suara isakan yang terdengar membuatnya tertegun.
Menangis? Siapa yang menangis? Pikirnya. Mungkinkah itu Eleanor yang menangis? Cih! Makinya menghilangkan pemikiran bodohnya barusan. Wanita bernama Eleanor yang dikenalnya tidak akan pernah menangis dengan menyedihkan dan memilukan seperti itu. Justru kebalikannya gadis itu akan merayu-rayunya habis-habisan agar dimaafkan.
Memangnya kenapa kalau dia menangis? Bukankah Eleanor sendiri yang berselingkun dan menyebabkan semua ini terjadi? Jaysen meraba perban yang melilit di kedua matanya, “Bahkan sampai aku berakhir menyedihkan seperti ini! Kini aku buta!” geramnya penuh amarah.
“Kamu diam disini dan jaga Eleanor! Jangan kemana-mana dan pastikan dia tidak keluar dari ruang kerjaku. Paham kamu?” benyaknya pada pelayan pria yang sudah membuatnya kesal itu.
“Kalau sampai Eleanor keluar, aku akan menghabisimu dan seluruh keluargamu!” geramnya dengan mengintimidasi sehingga membuat pelayan pria itu semakin gemetar ketakutan. Tidak perlu dijelaskan bagaimana patuhnya pelayan pria itu setelah mendengar ancaman Jaysen. Dia tahu betul bahwa tuan yang dilayaninya ini tidak pernah main-main dengan ucapannya. Jaysen Avshallom memang terkenal tidak pernah memberi ampun pada siapapun.
“Akhirnya kamu datang juga.” Deanna beranjak berdiri dari duduknya dan memeluk menyambut putra sematang wayangnya sementara Harvey hanya menghela napas kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments