“Aaakhhh!” Gian mngerutkan dahinya menahan perih saat kasa berbasuh alkohol itu diusapkan ke luka-luka di wajahnya. “Sssttt….pelan-pelan.” decaknya mendesis kesakitan saat Mimi adiknya tirinya mengoleskan obat merah.
“Kak Gian sih. Kenapa sih cari gara-gara dengan cowok iblis itu? Nasib baik Kak Gian tidak dihajarnya sampai mati!” gerutu Mimi lewat isyarat tangannya dengan ekspresi wajah cemberut.
Mimi begitu dia biasa dipanggil karena nama lengkapnya adalah Miranda Putri Elkana. Gadis muda itu bisu sejak mengalami kecelakaan sewaktu mereka kecil. Gadis berusia delapan belas tahun itu memandang kakak tirinya dengan rasa penasaran ingin tahu apa yang terjadi.
Tadi setelah Gian memukul Jaysen, lelaki buta itu juga langsung membalas memukulinya. Bisa dibilang kalau akhirnya mereka malah saling pukul tanpa henti. Hasilnya sudah bisa ditebak kalau Gian si dokter tampan itu menjadi babak belur dihajar dan Jaysen yang memenangkan perkelahian.
Setelah lukanya dibersihkan dan diberi obat oleh Mimi, gadis itu pun keluar dari kamar kakaknya untuk membiarkannya beristirahat.
Gian sudah berbaring diatas tempat tidur, dia mencoba untuk memejamkan matanya tapi tidak berhasil. Meskipun setelah beberapa waktu berlalu, kedua matanya masih juga enggan untuk terpejam. “Eleanor….” gumamnya.
Gian mengenal Eleanor, itu hal yang wajar karena hampir semua pria mengenal Eleanor. Meskipun sejak awal Gian tidak terlalu menyukai gaya hidup Eleanor yang glamour tapi selama ini Gian bersikap tidak peduli.
Bahkan sewaktu mendengar Eleanor berselingkuh dari Jaysen lalu kabur bersama pacar gelapnya, Gian tidak terkejut sama sekali karena dia tahu gadis itu pasti akan melakukan hal tersebut.
Mengingat bagaimana gaya hidupnya yang glamour dan bebas bergaul dengan siapa saja. Bukan hal yang aneh kalau gadis itu akan berselingkuh. Gian sudah pernah mendengar rumor tentang gaya hidup Eleanor yang menyukai kemewahan dan pria kaya yang tampan.
Tapi Gian tidak pernah peduli karena dia tak tertarik sama sekali pada gadis itu. Jadi dia merasa aneh, kenapa dia sekarang justru menaruh rasa iba dan perhatian pada gadis itu?
Sejak bertemu Eleanor tadi, Gian nyaris tidak bisa melupakannya. Apalagi saat menatap mata berwarna abu-abu itu yang seperti menghipnotisnya.
Gadis yang tadi dilihatnya sangat lembut dan membutuhkan perlindungan, rambutnya yang indah berkilau, bibir yang berwarna merah muda dan yang paling memukai Gian adalah mata gadis itu.
“Cantik!” gumam Gian tanpa sadar akhirnya dia pun tertidur pulas setelah sekian lama.
“Kalian berjaga-jaga disini dan pastikan tidak ada yang menggangguku!” perintah Jaysen dengan aura luar biasa mencekam. “Aku tidak mau diganggu oleh siapapun! Bahkan orang tuaku! Kalian mengerti?”
Baik para pelayan maupun pengawal yang dia kumpulkan diruang tamu semuanya langsung menjawab patuh sambil menundukkan kepala tidak berani menatap majikannya itu.
Mereka masih sayang pada nyawa mereka dan saat ini sepertinya Jaysen terlihat sangat menakutkan dan berbahaya.
Jaysen sempat menggebrak meja sebelum akhirnya dia berdiri dan pergi. Hatinya luar biasa panas karena dia teringat semua ucapan Dokter Gian tadi. “Apa sih maunya dia itu?” geramnya penuh emosi.
“Eleanor itu milikku! Milikku! Apa haknya mengatur-atur soal bagaimana aku memperlakukannya? Cih! Jangan-jangan dia menyukai Eleanor pula? Fuuh! Jangan harap!”
Jaysen nyaris menendang pintu kamar sehingga membuat kedua pengawal yang berjaga didepan pintu kamar langsung menciut ketakutan. Beberapa pelayan perempuan yang tadi ditugaskan untuk membantu Eleanor pun ikut menjerit kaget dengan kedatangannya.
“Bagaimana kondisinya sekarang?” tanya Jaysen sarat dengan aura mengintimidasinya yang kuat.
“No—nona Eleanor---”
“JAWAB YANG BENAR! ATAU KU PATAHKAN LEHERMU!”
“Ka---kami sudah membantu Nona Eleanor mandi dan sudah membantukan mengenakan pakaian, Tuan!” jawab pelayan dengan terbata-bata dan lutut yang gemetar ketakutan setengah mati.
“Lalu?”
“Eh hah? La—lalu? Maksudnya Tuan?”
Jaysen berdecak kesal dia menahan diri agar tidak mengamuk dan menghajar pelayan perempuan itu. “Bagaimana dengan luka-lukanya? Itu maksudku!” Jaysen berdeham.
Sedangkan di dalam hatinya dia ingin menganggap semua ucapan Gian sebagai sebuah kebohongan belaka untuk membuatnya merasa bersalah pada gadis itu.
“Apa luka-lukanya memang parah? Maksudku pergelangan tangan, kaki dan lehernya serta bagian lain ditubuhnya?”
Para pelayan perempuan yang ada dikamar itu saling memandang karena merasa heran dengan perilaku Tuan Muda mereka itu yang terlihat seperti ragu-ragu dan bingung.
Sejak kapan seorang Jaysen Avshallom Wisesa bersikap seperti itu? Pikir mereka kebingungan.
“Hemm….ditubuh Nona Eleanor memang ada beberapa luka lebam, banyak sekali lukanya hampir disekujur tubuhnya, eh bercak merah.” ujar seorang pelayan memberanikan diri untuk menjawab.
Lalu dia berhenti sejenak dengan wajahnya yang sedikit memerah dia tahu apa bercak merah yang terdapat disekujur tubuh Eleanor.
“Sedangkan dileher Nona Eleanor ada bekas luka yang sudah menggelap seperti luka bekas cekikan dan yang paling parah adalah pergelangan tangan kirinya yang sepertinya terkilir mungkin retak Tuan. Karena tidak bisa digerakkan sedangkan dikakinya juga ada luka, betisnya bengkak dan lebam juga.”
“Apakah parah?” tanya Jaysen setelah dia menelan salivanya beberapa kali saat pelayan perempuan itu menjelaskan secara detail. “Separah apa lukanya?”
“Dokter Gian sudah membalutnya dan beliau juga sudah memberikan beberapa obat untuk menghilangkan rasa sakit. Nona juga sudah makan tadi tapi hanya sedikit. Beliau sudah meminum obatnya setelah makan dan sekarang Nona sedang tidur, Tuan.”
“Keluarlah! Kalian semua keluar!” perintahnya lagi tapi suaranya tidak berteriak seperti tadi.
Para pelayan perempuan pun segera bergegas keluar sebelum Jaysen berubah pikiran dan menyusahkan mereka dengan tugas lainnya. Lalu seorang pelayan menutup pintu.
Jaysen menajamkan pendengarannya dan setelah memastikan semua orang sudah keluar dan pintu kamar sdah tertutup, dia mendongak dan menghela napas perlahan beberapa kali.
“Ternyata memang aku menyukai aromamu yang baru ini, Ele.” desahnya sambil berjalan perlahan kearah tempat tidur dimana gadis itu berbaring. “Kalau saja aku bisa melihatmu, aku sangat ingin melihatmu sekarang!” bisiknya membelai rambut Emily.
Jaysen berlutut, wajahnya kini sejajar dengan wajah Emily yang tengah tertidur lelap. Sebelah tangannya bergerak menelusuri wajah gadis itu, seolah ingin mengenali setiap detail wajah itu.
“Hei! Kamu benar-benar Eleanor kan? Aku nggak mungkin kan salah tangkap orang?” ujarnya lirih saat jarinya berhenti di pergelangan tangan kiri Emily yang terbalut perban.
Tanpa dia sadari wajahnya berubah murung. “Aku sudah membuatmu kesakitan? Sampai seperti ini….kamu terluka olehku.” Jaysen mengangkat tangan Emily dengan hati-hati.
Perlahan dia mengecup punggung tangan yang berbalut perban itu. “Jadilah kucing kecilku yang manis Ele!” bisiknya lagi.
“Mungkin nanti aku bisa memaafkanmu. Tapi tidak sekarang.” lalu Jaysen mencium dahi Emily selama beberapa saat, menghirup aroma gadis itu dalam-dalam hingga akhirnya dia melangkahkan kakinya dan pergi meninggalkan gadis itu.
Dia sama sekali tidak menyadari kalau ada airmata yang menetes keluar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Upriyanti II
dia itu kan bukan kak eleanor tapi kak emely kak eleanor sma kak emely hanya saudara kembar
2024-04-12
1