Terdengar suara jeritan histeris saat Jaysen maju dan mencengkeram tangan Emily dengan kuat. Gadis itu merasakan pergelangan tangannya sangat sakit, tangannya seperti mau patah. “Sakittt…...”
“Memangnya siapa yang sudah berselingkuh di belakangku? Siapa yang sudah berani-berani mengkhianati kepercayaanku?”
“Ssssaaaakit…...Lepaskan.”
“Kamu Ele!” bentak Jaysen dengan marah sambil mengeratkan cengkeramannya sehingga membuat Emily semakin menjerit ketakutan. “Kamu yang sudah berselingkuh dengan pacar gelapmu yang brengsek itu! Kamu yang mengkhianatiku...kamu!”
“….a---aku kan…..”
“Apa? Mau ngomong apa lagi kamu, hah?”
“Bukan!” Emily menatap pria didepannya sambil menggigit bibirnya, dia berusaha mengumpulkan semua keberaniannya. “Aku bukan Eleanor! Aku Emily! Aku bukan Eleanor!” teriaknya kencang.
Ada keheningan sesaat setelah Emily berteriak, gadis itu bergegas menarik tangannya dari genggaman Jaysen lalu mengelus pergelangan tangannya yang sekarang sudah membiru.
Tiba-tiba Jaysen tertawa terbahak-bahak sehingga membuat Emily kaget.
“Hahahaha…...”
“Apa…?” Emily merasa kebingungan sendiri melihat perubahan perilaku Jaysen yang drastis. Tadi marah-marah tapi sekarang malah tertawa terbahak-bahak. ‘Apa pria ini gila ya?’ bisiknya didalam hatinya. Ya ampun, ternyata pria ini memang benar-benar tidak waras!
“Hei Ele! Apa kamu pikir aku akan percaya dengan kebohongan murahanmu itu?” Jaysen menarik Emily mendekat.
“Ta—tapi aku memang bukan Eleanor! Dia adikku!” teriaknya lagi.
“Ele----hentikan kebohonganmu itu! Apapun yang kamu katakan aku tidak akan pernah percaya. Aku juga tidak akan melepaskanmu.Paham?”
Sontak tubuh Emily gemetaran mendengar perkataan Jaysem. Dia menahan tangisan dan menahan rasa takut. Lelaki ini sangat keras kepala, buat apa dia bohong? Karena dia memang bukan Eleanor! Apakah semua orang ini bodoh? Tak ada yang percaya dan mengecek kebenaran ucapannya?
“Eleanor sedang dirawat dirumah sakit. Ibu meneleponku agar pulang ke Indonesia dan menjeguknya. Dia adikku dan kami kembar.”
Lagi-lagi Jaysen tertawa terbahak-bahak yang membuat Emily mengeryitkan dahinya. Sekarang dia semakin yakin kalau pria itu memang kurang waras. Kalau pria ini ada hubungannya dengan Eleanor, apa adiknya itu juga sudah tidak waras? Menjalin hubungan dengan pria seperti ini?
“Kalau kamu tidak percaya padaku, kenapa kamu tidak menelepon orang tuaku?” seru Emily disela-sela tawa Jaysen. “Mereka pasti akan mengatakan yang sebenarnya kalau aku bu---”
“Mereka akan mengatakan kalau kamu itu Emily dan bukan Eleanor, kalian berdua itu kembar. Begitu? Hah! Lelucon murahan yang hanya akan dipercaya oleh orang bodoh!”
Jantung Emily rasanya meloncat keluar dari tenggorokannya saat Jaysen mendorong dan mengukungnya. Sudah jelas kalau pria itu tidak bisa diajak bicara baik-baik.
“Eleanor Milena! Jangan coba-coba mencari alasan dan berdalih untuk mencari cara melepaskan diri dariku. Itu tidak akan berhasil!”
Emily menelan salivanya berulang kali, sudah kehabisan akal dan cara untuk menyakinkan pria itu kalau dia sudah salah orang. Gadis cantik itu terpaksa harus memikirkan cara untuk kabur dari sana.
“Ele, karena sekarang semua orang sudah pergi, bagaimana kalau kita lanjutkan permainan kita tadi yang sempat tertunda hem?” ujar Jaysen menyibak rambut Emily dan berbisik ditelinganya.
Deg!
Emily menegang seketika, gadis itu belum sempat bereaksi saat Jaysen sudah mengunci gerakannya dan mulai menindih tubuhnya.Tidak lama ruang kerja yang sunyi itu mulai dipenuhi dengan suara erangan dan *******. Sekuat apapun Emily melawannya, dia tidak punya tenaga dan pria itu jauh lebih kuat darinya. Semua perlawannya berakhir sia-sia saja!
Jaysen merasakan ada yang berbeda pada gadis yang berada dibawahnya itu, kaku! Seperti masih gadis belia yang tidak tahu cara berciuman dan bercinta, dia bisa mendengar tangisan dan airmata yang mengalir di wajah Emily.
Tapi Jaysen hanya tersenyum, dia pikir Eleanor mungkin hanya berpura-pura menjadi gadis polos dan tak merespon sentuhannya karena masih marah padanya. Bukankah zaman biasanya Eleanor selalu agresif diatas ranjang?
...******...
Jaysen sedang duduk di meja makan tanpa menyentuh makanan didepannya. Semua pelayan berdiri disana dengan wajah menunduk penuh ketakutan. Ditangan Jaysen ada sebuah pisau makan yang dia mainkan sejak tadi.
Tak ada seorang pun yang bicara, bahkan Jaysen hanya diam dengan dengusan napas kasar yang bisa didengar karena heningnya ruang makan itu. Sudah sepuluh menit berlalu sejak sarapan dihidangkan tapi Jaysen belum juga menyentuh makanannya.
Dia masih asyik memainkan pisau ditangannya dengan memutarnya, membuat para pelayan yang berada disana mulai berkeringat dingin. Ini pertanda buruk!
Tiba-tiba suara jeritan seorang pelayan wanita memecahkan keheningan diruang makan itu. Dia menjerit kaget saat Jaysen melemparkan pisau tepat saat pelayan wanita itu mmebuka ruang makan dan berjalan masuk.
“Bagaimana?” tanya Jaysen dengan suara datar dan dingin.
Pelayan wanita itu memegang dadanya dengan megap-megap menarik napas sambil berusaha menenangkan detak jantungnya. Dia menatap geri pada pisau yang menancap di daun pintu yang baru saja dibukanya. Hanya kurang dari lima senti saja pisau itu akan mengenai kepalanya, membuat pelayan wanita itu terus gemetar ketakutan.
“KENAPA DIAM? Aku tidak suka mengulang ucapanku!” ujar Jaysen dengan nada sedingin es dikutub utara meskipun ekspresi wajahnya masih datar.”Jawab pertanyaanku! Dimana dia?”
“No...nona E…..el...ele…..Beellliiiiaaauuuu ttiiidakkk maaauuu…..ssa...sarapan.”
“Kenapa?”
“Se...sepertinya….no...no….nona….Ele tid...tidak enak badan.”
Jaysen mengerutkan alisnya mendengar perkataan pelayan perempuan itu. “Ele sakit?”
“Se...sepertinya be...beg...begitu….tadi saya dengar dia mengerang dan mengi...gigil.”
Ada segaris senyuman diwajah tampan yang dingin dan datar itu. Dan detik berikutnya Jaysen tertawa keras membuat para pelayan yang berada disana semakin merasa ketakutan.
PRAAANNNNNGGGG
Semua pelayan semakin ketakutan setengah mati saat tangan Jaysen menyapu habis semua hidangan yang ada diatas meja makan. Suara piring dan gelas pecah disertai dentingan peralatan makan yang berhamburan jatuh ke lantai terdengar bergema diruang makan yang luas itu.
“Aku tidak mau sarapan kalau tidak bersama Ele!”
Jaysen kembali duduk dengan tenang, dia bersikap seolah bukan dia yang barusan membanting semua makanan diatas meja hingga jatuh ke lantai. “Bukankah aku menyuruhmu untuk memanggil dan membawanya kesini, heh?” tanya Jaysen dengan amarah.
Pelayan perempuan itu berdiri dengan tubuh gemetaran. Wajahnya semakin pucat pasi dengan bibir yang terus bergetar.
“Masa membujuk dan membawa Ele untuk sarapan bersamaku saja kamu tidak bisa? Ck ck ck…..apa gunanya kamu bekerja disini kalau tidak becus?” sambung Jaysen sambil menopang dagunya.
Salah satu jarinya yang lentik menunjuk pelayan perempuan itu dan memberikan perintah, “Seret dan hukum pelayan perempuan itu! Dia tidak becus melakukan pekerjaannya. Beri dia hukuman cambuk sebanyak sepuluh kali!”
Pelayan perempuan itu menjadi panik seketika saat tiga orang pelayan pria datang menghampiri dan langsung menyeretnya keluar dari ruang makan.
“Tidak! Tuan, saya mohon jangan hukum saya. Tuan!!” pintanya sambil terisak-isak. Suara teriakan disertai tangisan perempuan itu masih terdengar selama beberapa saat sebelum akhirnya suasana kembali hening seperti semula.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments