Rama mengajak Samir untuk minum kopi sejenak di kafe yang tak jauh dari kantor Amarta's Group. Sejujurnya Samir masih kenyang setelah minum bersama Kian tapi dia merasa tidak enak juga jika harus mengatakan yang sebenarnya. Apalagi mengatakan kepada Rama kalau dia baru saja minum dengan adik ipar sang bos. Samir masih merasa malu.
Dua cangkir kopi kini sudah tersaji di meja di depan mereka. Perlahan mereka menyeruputnya sedikit demi sedikit. Secangkir kopi cappucino milik Rama dan secangkir kopi hitam milik Samir.
"Masih suka minum kopi hitam?" tanya Rama. Samir mengangguk.
"Kopi hitam bisa menenangkan hati yang sedang gelisah," jawab Samir seenaknya.
"Iya kah?" tanya Rama namun Samir malah tertawa. Dan Rama sadar kalau laki-laki yang sedang duduk di depannya ini sedang mengerjainya.
"Kurang ajar." Rama melempar tisu yang ada di atas meja ke arah Samir sambil tersenyum.
"Jadi sejak kapan kamu bekerja di Amarta's Group?" tanya Rama memulai perbincangan serius.
"Sudah hampir satu tahun, Pak."
Rama tertawa saat mendengar sang sahabat memanggilnya dengan sebutan "Pak"
"Maaf apa ada yang lucu, Pak?" tanya Samir kembali.
"Iya.. Kamu yang lucu?" jawab Rama di sela tawanya. Samir mengerutkan kening bingung.
"Saya?" tanya Samir sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya. Kamu. Sejak kapan kamu memanggilku dengan sebutan "Pak"?
"Hmm… sejak anda menjadi bos saya," jawab Samir.
"Hey, biasanya aku selalu suka dengan gaya bercandamu tapi untuk yang satu ini, aku tidak suka."
"Tapi kamu memang atasanku bukan? Tak baik seorang bawahan memanggil nama kepada atasannya sendiri. Apa bapak tidak melihat bagaimana mata sekretaris bapak tadi saat saya memanggil anda dengan sebutan nama?" jelas Samir. Rama membuang nafas kasar.
"Baiklah begini saja. Jika masih jam kerja, apalagi posisi kita sedang di kantor dan banyak orang, kamu boleh memanggilku dengan sebutan "pak", tapi jika kita sedang di luar jam kerja atau sedang di dalam kantor tapi hanya kita berdua, kamu bisa menganggap aku layaknya teman kuliahmu dulu. Dan kamu bisa memanggilku nama saja. Bagaimana?" Ucap Rama mengulurkan tangannya ke arah Samir untuk meminta persetujuan.
Samir nampak berpikir sejenak. Lalu sesaat kemudian dia pun mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Rama.
"Deal!!" ucapnya dan mereka pun tertawa bersama.
Perbincangan santai pun terjadi diantara mereka berdua. Pembicaraan tentang masa lalu. Mengingat banyak sekali kenangan indah dan lucu saat mereka masih kuliah bersama. Siapa yang menyangka jika sosok Rama yang cool dan terkesan cuek kepada siapa saja, bisa bersahabat dengan Samir yang pecicilan. Dan siapa sangka juga dengan mengenal Samir, bisa merubah sedikit sifat Rama yang terkesan kaku itu menjadi lebih hangat. Iya walaupun saat itu Rama hanya bisa terbuka kepada Samir saja. Akan tetapi itu masih bisa dibilang hal yang baik, kan?
"Ram, aku minta maaf karena waktu itu aku gak hadir di pesta pernikahanmu," ucap Samir yang langsung membuat Rama terdiam.
"Ada apa?" tanya Samir lagi. Dia tau jika telah terjadi sesuatu pada sahabatnya itu. Rama menarik nafas panjang dan tersenyum.
"Iya kamu sangat kejam. Padahal jika dilihat dari waktu bukankah saat itu kamu sudah bekerja di Amarta's Group? Kenapa sampai tidak datang? Padahal semua karyawan utama dan karyawan cabang mendapat undangan," ucap Rama. Samir tersenyum.
"Iya, aku memang menerima undangannya. Dan dari sana aku juga tau kalau kamu menikah dengan salah satu sahabat masa kecilku."
"Oh iya?"
"Iya. Aku, Kian dan juga Lian adalah sahabat dari kecil. Kami berpisah saat aku melanjutkan kuliahku," jelas Samir.
"Waw…"
"Iya. Jadi aku tekankan padamu dari sekarang. Jangan pernah berani menyakiti mereka atau kamu akan berhadapan denganku," ancam Samir sambil tersenyum. Mereka berdua pun tertawa lagi.
Samir pun meminta maaf lagi kepada Rama karena dia tidak bisa hadir di pesta pernikahan mereka. Dia menjelaskan segalanya secara gamblang sebab dan juga akibatnya. Rama yang mendengar hal itu mengerti.
"Samir," panggil Rama.
"Iya," jawab Samir.
"Bersiaplah karena mulai besok lusa kamu akan dipindah tugaskan ke kantor pusat Amarta's Group," ucap Rama tegas. Dan itu membuat laki-laki di depannya mematung.
"Hey, jangan bercanda kawan. Atasanku di kantor cabang sangat tegas dan juga killer. Apa yang akan dia lakukan padaku jika aku tiba-tiba mengajukan diri untuk pindah ke pusat? Yang ada aku malah akan dipecat" jawab Samir bergidik ngeri. Rama menghembuskan nafas pelan.
"Apa kamu lupa kamu sedang bicara dengan siapa? Dan apa kamu lupa jika aku bisa melakukan apa saja di Amarta's Group?" tanya Rama sambil tersenyum.
Samir terdiam. Dia tidak pernah menyangka jika niatnya ingin bertemu dengan sang sahabat malah membuat dirinya mendapatkan promosi di dalam pekerjaannya. Siapa sih yang tidak mau bekerja di kantor pusat? Selain image nya yang baik, jangan lupakan juga gaji nya yang jauh di atas kantor cabang. Iya walaupun jika dilihat dari segi pekerjaan mungkin memang lebih berat. Akan tetapi itu sepadan, kan?
"Hey bagaimana? Kalau kamu mau, aku akan menghubungi ketua cabang dimana kamu bekerja sekarang. Besok kamu bisa bereskan semua barang-barangmu disana dan lusa kamu sudah bisa masuk bekerja di kantor pusat?" ucap Rama lagi. Samir masih terdiam. Apakah semudah itu seorang CEO merubah-rubah posisi pegawai? Apa dia tidak memikirkan sebab akibat yang akan terjadi setelahnya? Samir tidak mengerti. Akan tetapi untuk bisa bekerja di kantor pusat adalah impiannya sejak dulu. Apalagi di sana ada sang sahabat, Rama. Lalu keputusan apa yang harus dia ambil?
"Ya sudah kalau kamu tidak mau, aku…" ucapan Rama terpotong oleh jawaban Samir yang cepat.
"Aku mau," jawab Samir bersemangat. Dan Rama pun tersenyum.
"Baiklah. Kalau begitu semuanya beres. Kamu bersiaplah."
"Terima kasih Ram."
"Its ok. Oh iya, selain kamu pindah tugas ke pusat, posisimu juga akan aku ubah," ucap Rama lagi.
"Maksudnya?" tanya Samir tidak mengerti.
"Aku akan menjadikanmu sebagai asisten pribadiku."
"Apa? Tapi…." Samir tergagap. Dia benar-benar tidak menyangka jika keberuntungannya datang secara serempak seperti ini. Terkadang dia berpikir apa dia sedang bermimpi atau dirinya sedang berkhayal atau mungkin juga dirinya salah mendengar? Tapi tidak! Semuanya nyata dan pendengarannya juga sangat baik.
"Dari sejak kuliah denganmu sebenarnya aku sudah bisa melihat potensi yang ada pada dirimu. Dan satu hal yang kamu miliki tapi jarang dimiliki oleh orang lain. Kamu tau apa itu?" tanya Rama. Samir menggeleng.
"Kejujuran. Aku selalu percaya dengan kejujuranmu. Itu sebabnya aku yakin dan tak ragu sedikitpun untuk mengangkatmu menjadi asisten pribadiku," jelas Rama.
Samir benar-benar sudah kehilangan kata-kata. Dia sangat bahagia. Samir berpikir seandainya disana sedang ada Kian, mungkin dirinya akan memeluk gadis itu sekarang juga. Mengingat tentang Kian, membuat Samir menyadari sesuatu.
"Kenapa aku tidak meminta nomor ponsel Kian tadi, ya?" pikir Samir.
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Bayangan Ilusi
minta aja sama akak Autornya, pasti tau tuh.. 😅
2023-06-03
1