Tok.. tok… tok…
Terdengar suara pintu diketuk diikuti oleh suara seorang laki-laki memanggil.
"Kian, apa kamu ada di dalam, Nak?"
Lian yang mengetahui kalau itu adalah suara sang ayah, langsung terperanjat dan bangun dari tidurnya.
"Sayang, nanti aku telepon lagi, ya," bisik Lian.
"Ok.. miss you honey," ucap laki-laki dari balik telepon dan lalu sambungan itu pun berakhir.
Suara ketukan kembali terdengar dan kini sedikit lebih keras.
"Kian. Apa yang sedang kamu lakukan di dalam, Nak? Kenapa tidak ikut bergabung di pesta? Ayo cepat keluar!"
"Iya ayah, sebentar," teriak Lian.
Sekejap gadis itu melihat pantulan dirinya di cermin untuk memastikan jika penampilannya sudah seperti Kian seutuhnya. Dan tak lupa dia juga berlatih sebentar mempraktekan bagaimana cara bicara Kian dan juga pembawaan sang adik yang super kalem. Dan sejujurnya itulah kendala terbesarnya mengingat sifatnya yang berbeda seratus delapan puluh derajat dengan sang adik.
"Aaahhh aku rasa segini cukup.." gumam Lian. Dan lalu kemudian berjalan ke arah pintu dan membukanya.
"Iya ayah, ini juga udah mau turun," ucap Lian.
Sang ayah sempat memperhatikan anak gadis di depannya itu.
"Kamu…"
Belum sempat sang ayah mencari tau firasatnya, Lian langsung menarik tangan sang ayah untuk kembali berjalan ke lantai bawah.
"Ayo ayah. Katanya tadi nyuruh aku cepet-cepet."
"I… iya"
Sepanjang perjalanan menuju pesta, sang ayah masih terus menatap wajah Lian. Firasat sang ayah mengatakan jika ada sesuatu yang berbeda dengan anak bungsunya itu. Akan tetapi lamunannya berhenti saat mereka telah sampai di lantai pesta.
Kian yang duduk di kursi pelaminan menatap ke arah saudara kembarnya berada. Dia bisa melihat dengan jelas senyum kebahagiaan yang terpancar di wajah Lian. Dan itu membuat dirinya juga ikut senang. Baginya kebahagiaan Lian adalah kebahagiaan dia juga. Dan Kian sangat senang karena dirinya selalu bisa menjadi sumber kebahagiaan bagi sang kakak kembarnya itu.
"Saudara kembarmu itu benar-benar sangat mirip," celoteh Rama akhirnya.
Kian yang sebelumnya tidak fokus pada laki-laki di sampingnya, terperanjat kaget saat mendengar dia berbicara.
"Iya?" Tanyanya sambil menatap wajah Rama yang masih menatap ke arah depan.
"Saudara kembarmu," ucap Rama sambil menunjuk ke arah Lian.
"Oh iya. Kami memang kembar identik. Untuk yang baru melihat kami, mungkin mereka tidak akan bisa membedakan kami. Tapi jika yang sudah mengenal kami, maka dia pasti bisa membedakan yang mana Kian dan yang mana Lian," ucap Kian. Kesenangannya bertambah saat tanpa diduga Rama mengajaknya mengobrol.
"Hmm, aku baru melihat kalian satu kali. Jadi aku tidak bisa membedakan kalian," ucapnya lagi.
Rama memang baru sekali melihat Kian dan Lian. Itu pun saat sang kakek mengajaknya ke rumah kedua gadis kembar itu untuk melamar salah satu dari mereka. Dan setelah perbincangan kedua orangtua akhirnya mereka pun sepakat untuk menjodohkan Rama dengan Lian. Mengingat Lian adalah kakak tertua diantara mereka. Lagipula Kian sendiri yang merelakan sang kakak untuk menikah terlebih dahulu karena dia tidak mau mendahuluinya.
Pendapat Rama saat itu tidak dipedulikan sama sekali. Dari pihak keluarga Amarta, sang kakek yang merupakan orang paling tua di dalam keluarga itu sudah mengambil keputusan dan tidak ada siapapun yang bisa menentangnya. Termasuk sang cucu sekalipun.
Saat itu Rama sebenarnya tidak tertarik kepada siapapun. Tidak dengan Lian ataupun Kian. Hanya saja ancaman dari sang kakek agar cucunya itu segera menikah, akhirnya mau tidak mau, membuat Rama harus menerima semua itu. Bukan tanpa alasan sang kakek melakukan hal itu. Laki-laki tua itu sudah memikirkan keputusan ini matang-matang sehingga dia akan terus berusaha agar rencananya berhasil. Dan lihatlah sekarang. Sang cucu Rama telah resmi mempersunting salah satu cucu dari sahabatnya sendiri.
Setelah pertemuan untuk acara lamaran tersebut, menyisakan waktu satu minggu menuju acara akad dan resepsi pernikahan. Dan Rama kembali melihat si kembar untuk yang kedua kalinya disini di dalam acara resepsi pernikahannya sendiri. Jadi sangat wajar jika laki-laki itu masih belum bisa membedakan mana Kian dan mana Lian.
"Tenanglah seiring berjalannya waktu, mas pasti bisa membedakan kami berdua," ucap Kian sambil tersenyum manis. Tapi sayang, senyuman itu tak berpengaruh sama sekali untuk Rama. Laki-laki itu malah tak melirik sedikitpun ke arah wajah wanita yang kini duduk di sampingnya.
Kian menarik nafas panjang dan kembali duduk bersandar. Sudah beberapa jam acara resepsi ini berlangsung dan sudah banyak keceriaan yang dia lihat di sana. Akan tetapi tak sedikit pun senyum yang dia lihat dari bibir pengantin pria. Ya sudahlah mau bagaimana lagi.
***
Tepat pukul 10 malam, acara resepsi itu selesai. Banyak para tamu undangan sudah kembali ke rumah mereka masing-masing. Pesta yang diadakan oleh pengusaha besar nan ternama itu nyatanya tak memiliki rasa bosan sedikitpun. Susunan acara, makanan dan minuman, semuanya sempurna. Bahkan acara ini banyak menjadi pembicaraan publik di luar sana atas semua kemewahannya.
Rama dan juga Kian kini sedang berada di kamar ganti pengantin. Mereka memang berdua disana akan tetapi Rama sama sekali tak menghiraukan keberadaan wanita itu.
Kian yang merasa pegal di pergelangan kakinya karena memakai sepatu hak tinggi dan berdiri lama, duduk di samping ranjang sambil memijat-mijatnya sendiri. Sesekali dia merintih saat sedikit rasa sakit muncul disana.
Tangannya memang memijat kakinya sendiri akan tetapi pandangannya selalu mengikuti langkah Rama yang terus berbolak balik di depannya. Laki-laki itu masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sendiri lalu keluar dengan kondisi yang sudah segar.
Melihat laki-laki itu sudah selesai dengan keperluan kamar mandinya, Kian pun segera masuk ke dalam kamar mandi tersebut. Hangatnya air di dalam bathup, juga aroma terapi bunga dari sabun miliknya, membuat Kian menjadi sedikit merasa tenang. Rasa pegal-pegal yang dia rasakan selama seharian ini, rasanya menghilang seketika.
"Hmm nyamannya," ucap Kian.
Wanita itu menyandarkan tubuhnya di dalam bak mandi besar tersebut. Sesekali memainkan busa sabun yang melimpah hingga menutupi sekujur tubuhnya yang tenggelam. Selang beberapa saat, Kian membaringkan kepalanya disana dan lalu memejamkan matanya.
Ketenangan dan kenyamanan yang dia rasakan malah membuat gadis ini mengantuk. Dia hampir saja tertidur di dalam sana saat suara gedoran pintu kamar mandi terdengar menggema.
Kian yang tersadar dengan segera membersihkan tubuhnya dengan air shower. Air setengah dingin itu mengalir menelusuri setiap jengkal tubuh wanita itu dan menyapu setiap busa sabun yang menempel di atasnya.
Setelah dirasa cukup, wanita itu pun memakai pakaian santai yang sudah dibawanya masuk ke dalam kamar mandi. Handuk kecil dia balutkan di rambut hitam panjangnya. Dan wanita itu pun keluar dalam keadaan yang sudah lebih fresh.
"Sudah selesai mandinya?" terdengar ucapan seorang laki-laki tua menginterupsi Kian.
"Kakek Bimo…"
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
W. Soetisna
hihihi
2023-05-05
1