Setelah melewati beberapa jam dalam perjalanan yang amat panjang dan terasa sangat melelahkan, akhirnya mobil yang ditumpangi oleh Kakek Bimo sekeluarga telah sampai di pelataran rumah mereka. Kian menatap takjub dengan rumah tersebut. Sebuah rumah yang berukuran sangat besar dengan tampilan yang sangat elegan.
Kian termangu sesaat melihat bagaimana mewahnya rumah tersebut. Halaman rumah yang sangat luas, taman bunga di samping dengan air mancur di tengahnya serta beberapa kursi santai dan ayunan di sana. Belum lagi rumah bertingkat 2 itu yang jika dibandingkan dengan rumah miliknya mungkin bisa jadi 3 atau 4 kali dari rumahnya.
"Nak," panggil Kakek Bimo menyadarkan Kian yang masih berdiri di samping mobil dengan mulut yang sedikit terbuka.
"Eh iya Kek," Kian yang tersadar langsung menutup mulutnya kembali dengan cepat. Membuat Kakek Bimo tersenyum.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya sang kakek lagi.
"Ini… ini rumah kakek?" tanya Kian tergagap saking terpesonanya dengan rumah tersebut.
"Iya. Ini adalah rumah kakek. Dan sekarang menjadi rumahmu juga, bukan? Karena kamu sekarang sudah resmi menjadi istrinya Rama, jadi apa yang kakek miliki itu bisa menjadi milik kamu juga."
"Tapi…"
"Sudahlah. Ayo masuk. Mau sampai kapan kamu berdiri disini?" ucap sang kakek sambil mengusap lembut kepala Kian.
Gadis itu pun mengangguk dan akhirnya mengikuti kakek Bimo berjalan masuk menuju rumah besar itu. Sedangkan Rama? Jangan ditanya. Sudah sejak dari tadi dia sudah melesat masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan Kian.
Bagian dalam rumah ternyata tak kalah mempesona dengan tampilan luar. Banyak sekali pernak-pernik yang terbuat dari kristal dan Kian yakin bahwa semua barang yang ada disana adalah asli, bukan bajakan.
"Kakek tinggal di rumah sebesar ini sendiri?" tanya Kian. Dia penasaran bagaimana bisa seorang laki-laki tua tinggal di sebuah rumah sebesar itu. Kakek Bimo tersenyum.
"Tidak juga. Ada Rama, ada pelayan juga."
"Ooohhh," jawab Kian mengangguk-anggukan kepalanya.
"Dulu rumah ini sangat ramai. Ada istriku, ada kedua orang tua Rama juga. Tapi sayang semuanya sudah pergi dan tinggallah kakek sendirian disini," ungkap Kakek Bimo sedih. Namun sedetik kemudian dia kembali tersenyum.
"Tapi kakek tidak khawatir karena sebentar lagi rumah ini pasti akan kembali ramai. Iya kan?" tanya kakek Bimo namun Kian menatap dengan tatapan bingung. Membuat sang kakek kembali berbicara.
"Iya tentu saja akan kembali ramai. Sekarang ada kamu. Dan mungkin beberapa bulan kedepan akan ada teriakan seorang bayi lalu ada juga langkah kecil anak kalian, bukan? Kakek akan selalu menunggu saat itu tiba. Semoga jika itu terjadi, umur kakek masih ada dan kakek masih bisa menggendong cucu kakek yang banyak," oceh Kakek Bimo sambil tergelak.
Kian menatap sang kakek dengan tatapan nanar. Hatinya sedikit ngilu saat mendengar keinginan dari laki-laki tua di hadapannya itu. Dia benar, usianya yang sudah tua tidak menjamin berapa lama lagi dia akan hidup. Akan tetapi dia masih memiliki cita-cita menggendong cucunya, anak dari Rama. Tapi bagaimana itu akan terjadi jika dirinya dan Rama tidak memiliki ikatan yang sah baik secara hukum maupun secara agama.
"Lian, keputusanmu kali ini benar-benar salah. Karena keputusanmu ini, kita sudah menghancurkan harapan semua orang. Kakek Dul, Ayah Lukman, Ibu, bahkan juga Kakek Bimo. Karena keputusanmu ini, kita sudah menyakiti hati banyak orang," batin Kian bermonolog.
***
Setelah asyik berbincang santai dengan Kakek Bimo, Kian pun masuk ke dalam kamar yang sudah ditunjukkan oleh sang Kakek. Kian tau kalau itu pasti adalah kamar pribadi Rama sebelum laki-laki itu menikah. Seandainya bisa, sebenarnya Kian ingin tinggal di kamar lainnya saja. Bukankah di rumah itu masih banyak kamar kosong? Tapi mau bagaimana lagi? Perannya sebagai istri dari Rama membuat dirinya harus rela berbagi kamar dengan laki-laki itu.
Kian mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar tersebut. Dilihatnya Rama sedang duduk di meja kerjanya sambil mengetikan sesuatu di layar laptop yang terbuka. Laki-laki itu sudah berganti pakaian menjadi pakaian santai kembali. Sebuah kaos dan celana panjang khas baju rumahan pada umumnya.
Kian berjalan ke arah tempat tidur dimana disana tas besar berisi pakaiannya berada. Dengan segera dia membukanya dan memindahkan semua isinya ke dalam lemari pakaian yang sudah kosong. Mungkin Rama yang sengaja mengosongkan lemari pakaiannya itu untuk dia isi.
"Ah tapi mana mungkin. Paling juga Kakek Bimo yang menyuruh pelayannya untuk menyiapkan ini semua," pikir Kian.
Sambil membereskan semuanya, sesekali Kian melirik ke arah Rama duduk. Laki-laki itu masih terus fokus dengan laptopnya bahkan gerakan yang dilakukan oleh Kian sejak tadi, nyatanya tidak membuat dirinya terganggu. Atau mungkin laki-laki itu memang tidak peduli. Terbesit sekelebat pertanyaan di pikiran Kian tentang apa yang sedang laki-laki itu lakukan. Dia berpikir apakah seorang CEO perusahaan terkenal tidak memiliki cuti nikah. Sampai satu hari setelah pernikahan pun, dia langsung disibukkan dengan pekerjaannya lagi. Hmm jika memang seperti itu bagi Kian rasanya benar-benar membosankan.
Sebenarnya hati kecil Kian ingin sekali berbicara dengan Rama. Berbincang santai dan tanpa menjurus ke arah apapun. Bagaimanapun juga mereka belum saling mengenal dengan benar bukan? Tapi jika kelakuan laki-laki itu yang selalu acuh begitu, bagaimana dia bisa mengobrol dengan Rama. Baru bicara satu kata saja, tangan laki-laki itu sudah terangkat memberi isyarat agar dirinya diam. Memangnya apa yang salah jika mereka mengobrol? Kalau terus seperti ini, seharusnya laki-laki itu menikah dengan robot saja. Yang selalu mengikuti apa yang dia perintahkan.
Kian kembali terduduk di samping ranjang dan menatap Rama. Lalu pikirannya bermonolog lagi.
"Tidak Kian. Kamu gak bisa membiarkan hal seperti ini terus terjadi. Mau sampai kapan kalian tetap berdiam diri seperti ini? Mau sampai kapan kamu dan dia tidak saling menyapa seperti ini? Ayolah, kalian itu bukan remaja labil yang sedang marahan ketika ada masalah. Kalian itu sepasang suami istri. Eh, maksudnya, kalian itu di mata dunia adalah sepasang suami istri. Jadi apa salahnya jika kalian berbicara. Jika memang hubungan ini bisa dibilang sangat kilat dan tidak diduga, lalu kenapa kalian tidak memulainya dari awal saja. Sebagai teman, mungkin."
Kian berdehem dan lalu bangkit dari duduknya. Dengan tekad yang kuat wanita ini mulai berjalan mendekati Rama.
"Hmm mas Rama…."
Baru saja memanggil namanya, tangan Rama sudah terangkat ke atas saja seperti biasa. Dan Kian, dia yang awal niatnya menggebu-gebu ternyata nyalinya langsung menciut begitu saja saat laki-laki itu memberikannya isyarat untuk berhenti.
"Aaaahhh, kenapa kenyataan tidak semudah apa yang kita pikirkan," rutuk Kian dalam hati.
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
YOHAN KIM
You pun salah kenapa mau ngikutin skenario kembaran mu. sama2 gak beres
2023-08-25
0
suhendar86
aih ada yg jadi ratu istana nih 🤣
2023-05-07
1