Setelah kepergian Kakek Bimo ke kamarnya, tinggalah Rama dan juga Kian di sana. Rama menatap sekilas ke arah Kian yang terus menunduk tanpa berani menatap wajah laki-laki itu. Melihat tingkah sang istri, Rama pun mencebik dan dengan santainya berjalan melewati Kian begitu saja menuju ke arah kamarnya.
Kian menarik nafas pelan. Dia tau jika laki-laki itu pasti akan bersikap demikian. Akan tetapi dia bersyukur karena Rama sudah pulang dan dalam keadaan baik-baik saja. Selang beberapa saat, Kian pun berjalan mengikuti Rama masuk ke dalam kamar.
Dengan perlahan dan ragu, Kian membuka pintu kamarnya dan mulai berjalan masuk. Langkahnya terhenti saat kedua matanya melihat Rama yang sedang berganti pakaian. Dengan acuhnya laki-laki itu membuka kemejanya hingga Kian bisa melihat jelas setiap lekuk tubuh yang ada di badannya. Dada bidangnya, serta ototnya, benar-benar membuat Kian kehilangan kesadarannya untuk beberapa saat. Gadis ini bahkan sampai menelan ludahnya dengan kasar.
Kian menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menyadarkan dirinya dari lamunan gilanya. Melihat sang istri yang bersikap aneh, Rama pun berbalik dan menatap wajah Kian yang memerah.
"Kenapa kamu?" tanya Rama.
"Eh.. gak apa-apa. Iya, gak apa-apa," jawab Kian tersenyum kikuk.
"Dasar aneh," gerutu Rama dan kembali memakai pakaian santainya.
Dengan segera Kian meraih pakaian kerja sang suami dan berniat akan menggantungnya di lemari akan tetapi pergerakan tangannya terhenti saat dia mencium sesuatu dari balik kemeja tersebut. Kian pun mulai mengendus-endus pakaian laki-laki itu dan membuat Rama risih melihatnya.
"Kamu kenapa lagi?" tanya Rama, kakinya mundur beberapa langkah untuk menciptakan jarak diantara mereka.
"Mas barusan dari mana? Kenapa baju kemeja Mas bau alkohol?" tanya Kian yang masih mengendus-endus pakaian Rama.
Rama tak menjawab. Dia hanya memutarkan badannya dan berjalan ke arah tempat tidur.
"Mas kamu minum?" tanya Kian lagi.
"Iya. Kenapa?" ucap Rama yang sudah mulai duduk di samping tempat tidur.
"Kenapa Mas? Sejak kapan kamu suka minum?" tanya Kian lagi.
"Bukan urusanmu."
"Tapi…"
Rama bangkit dari tempat tidur dan kembali menatap Kian.
"Aku sudah mengatakannya kepadamu, bukan? Berhentilah bersikap seperti seorang istri di depanku!" bentak Rama.
"Tapi aku memang istrimu, Mas. Suka atau tidak suka, Mas mau terima atau tidak, tapi kenyataannya kita memang sudah menikah," ucap Kian lirih.
Jawaban lirih dari Kian nyatanya memiliki arti lain bagi Rama. Laki-laki itu menganggap jika ucapan dari Kian itu merupakan bantahan dari wanita itu. Emosi Rama tiba-tiba saja meningkat. Dengan cepat dia berjalan mendekati Kian. Membuat Kian menelan nafas kasar saking takutnya dengan tatapan tajam Rama. Rama mencengkram salah satu lengan Kian dengan kuat.
"Jadi sekarang kamu sudah berani melawanku, hah!" teriak Rama.
"Sakit Mas. Lepaskan Mas!" rintih Kian. Kedua sudut matanya sudah basah. Namun Rama tidak melepaskan cengkramannya sedikitpun. Dia terus berteriak dengan emosi di samping telinga Kian.
"Iya… Memang secara hukum dan agama kita memang sudah menikah. Kita memang sudah sah sebagai suami istri. Lalu sekarang apa maumu? Apa kamu ingin mendapatkan hak mu sebagai seorang istri di atas ranjang?" ucap Rama lagi dan kali ini berhasil membuat Kian mendongak terkejut.
"A… apa??" ucap Kian terbata. Dia tidak pernah berpikir kalau perbincangan mereka menjurus ke arah tersebut.
"Apa mungkin karena Mas Rama sedang mabuk?" pikir Kian dalam hati.
"Baik, jika itu yang kamu inginkan. Aku akan memberikan hak mu sebagai sebagai seorang istri malam ini juga."
Kian menggeleng. Air mata sudah tidak bisa dia bendung lagi. Dengan kasar Rama mengangkat Kian ke dalam gendongannya dan melemparkan tubuh mungil itu dengan kasar ke atas tempat tidur.
"Mas bukan ini maksud aku.. Mas…" Kian terus merangkak mundur menjauhi laki-laki di hadapannya yang sudah mulai membuka pakaiannya.
"Kenapa? Bukankah sejak tadi kamu tertarik melihat tubuhku? Aku bahkan bisa melihat dengan jelas kamu menelan ludah saat melihat tubuh tanpa pakaian ini. Lalu kenapa tidak kamu cicipi saja?"
Dengan kasar Rama menarik kedua kaki Kian lalu menindihnya. Dengan sekuat tenaga Kian mencoba untuk melepaskan diri dari kungkungan laki-laki itu.
"Mas, jangan lakukan ini, Mas," racau Kian sambil memukul-mukul dada Rama dengan keras.
Rama menarik kedua tangan Kian dan menyatukannya di atas kepala gadis itu dengan satu tangannya. Dia mulai menciumi leher Kian dengan kasar.
"Mas, hentikan Mas. Aku mohon," rintih Kian disertai air mata yang jatuh begitu deras.
Rama menghentikan aksinya sesaat lalu menatap wajah Kian yang sudah kacau.
"Hmm dasar wanita munafik. Katakan saja kalau kamu menyukainya dan selalu menginginkan hal seperti ini dariku, bukan?" ucap Rama. Kian menggeleng.
"Bahkan adikmu saja sangat menikmati cumbuan yang diberikan oleh kekasihnya di club malam tadi."
DEG
Kian sejenak mematung. Dia mencoba menyadarkan pikirannya akan kata-kata yang keluar dari mulut Rama. Adiknya? Bercumbu dengan kekasihnya? Di club malam? Dan Kian yakin jika wanita yang dilihat oleh Rama adalah Lian dan juga Vicky.
"Jika adikmu yang belum menikah saja menikmati ciuman dan sentuhan yang dilakukan oleh kekasihnya bahkan di tempat umum, lalu kenapa kamu menolak disentuh oleh suamimu sendiri, iya kan?"
Rama melepaskan cengkraman tangannya di tangan Kian dan berniat merobek baju yang dipakai wanita itu. Wajahnya bahkan semakin intens berada di leher Kian. Dia bersiap untuk kembali mencumbu Kian saat salah satu tangan Kian meraih gelas di nakas dan memukulkannya ke kepala Rama.
BUGH
PRANG
Gelas itu pecah di kepala Rama. Laki-laki itu terjatuh ke samping dan darah mulai mengucur. Tangan kanan Rama meraba kepalanya dan melihat darah di telapak tangannya.
"Kamu…"
Kian menutup mulut dengan kedua tangannya. Dia tidak menyangka akan membuat laki-laki itu terluka. Dengan segera Kian merayap mendekati Rama.
"Mas.. Mas.. Maafkan aku, Mas.. Maafkan Aku.. Aku tidak sengaja."
Rama mendorong tubuh Kian agar menjauh.
"Pergi!!!"
"Aku.. aku.. aku akan menelepon dokter…"
Dengan tubuh yang masih bergetar, Kian berusaha lari secepat yang dia bisa. Suara hentakan kakinya saat menuruni anak tangga, berhasil membuat sang kakek keluar dari dalam kamarnya.
"Ada apa Lian?" tanya sang kakek.
"Mas.. Mas Rama.. Mas Rama terluka, Kek. Kepalanya berdarah. Aku harus segera mencari dokter," ucap Kian dengan terbata-bata dan air mata yang masih mengalir.
Kakek Bimo mengernyit, saat melihat kondisi sang cucu menantu yang tampak sangat berantakan. Rambutnya yang acak-acakan, bajunya yang sudah sobek sebagian dan tentu saja yang paling mencolok adalah air mata yang terus mengalir. Sang kakek pun berpikir apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka.
"Kembalilah ke kamarmu, biar Kakek yang menghubungi dokter!"
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Ika Ika
🙈
2023-05-23
1