"Tapi dengan satu syarat," ucap Lian kembali.
"Iya.. iya.. syarat apa itu? Aku pasti akan melakukan apapun untukmu asalkan kita bisa bertukar identitas kembali," jawab Kian dengan menggebu-gebu.
"Persiapkan segala yang diperlukan di rumah ini untuk menjemput jasadku dari rumah Mas Rama." ucap Lian dingin.
"Apa?"
Terkejut hati Kian mendengar syarat yang diajukan oleh sang kakak. Lagi dan lagi Lian selalu mengancamnya seperti itu. Titik-titik air mulai kembali turun dari sudut mata Kian. Apa yang dia harapkan dan apa yang dia bayangkan ternyata musnah begitu saja.
"Kenapa? Bukankah tadi kamu bilang akan melakukan apa saja jika aku mengembalikan kehidupanmu dan juga identitasmu?" tanya Lian. Kian terdiam.
"Jadi lakukanlah itu. Dan akan aku pastikan kalian tidak perlu menunggu sampai berhari-hari karena besok aku akan pulang kembali ke rumah ini, tanpa nyawa," lanjut Lian.
"Bagaimana?" tanya Lian lagi.
Kian menunduk, kedua tangannya menutup wajahnya yang menangis. Sedangkan Lian malah menatapnya dengan sinis. Tak ada rasa iba sama sekali melihat kondisi sang adik yang seperti itu. Dia tidak sadar atau bahkan mungkin tidak peduli jika apa yang telah dia lakukan ini sudah menghancurkan kehidupan sang adik. Baginya kebahagiaannya yang utama dan untuk urusan yang lainnya, dia tidak peduli.
"Baiklah kalau begitu aku akan siap-siap dulu," ancam Lian sambil berdiri dari tempatnya duduk.
"Jangan Lian," ucap Kian lirih. Lian kembali berbalik menatap sang adik yang kini tengah mendongakkan wajahnya menatapnya. Tampak kedua mata sang adik yang memerah.
"Iya?" tanya Lian pura-pura tidak mendengar.
"Jangan lakukan hal itu. Iya sudah jika kamu memang tidak ingin menjadi istri Mas Rama, biar aku saja yang pergi. Aku tidak apa-apa. Asalkan kamu jangan pernah melakukan hal yang nekad seperti itu. Aku takut jika terjadi hal yang buruk kepadamu. Aku gak mau kehilangan kamu."
"Hmm.. ok.. kalau begitu cepatlah keluar.. Suamimu dan Kakek tersayangmu itu pasti sudah menunggu sangat lama," ucap Lian yang lalu melenggang begitu saja keluar dari ruangan tersebut.
***
Di luar ruangan, tepatnya di lobi hotel, Kakek Bimo dan juga Rama sudah bersiap. Mereka hanya tinggal menunggu anggota baru di dalam keluarga itu datang. Beberapa kali Rama melihat ke arah jam di tangannya.
"Maafkan Lian ya, Bim.. Dari sejak kecil Kian dan Lian tidak pernah berpisah. Jadinya mengetahui salah satu dari mereka akan pergi hari ini, mungkin membuat mereka agak sulit melepaskan satu sama lain," ucap Kakek Dul, kakeknya Lian dan Kian.
"Tidak apa-apa, Dul. Kami mengerti kok. Apalagi Lian dan Kian itu kan anak kembar. Mereka sudah bersama bahkan dari sejak masih di dalam kandungan. Tentu saja akan sulit untuk berpisah," jawab Kakek Bimo kepada sang sahabat.
Selang beberapa saat, Kian dan juga Lian pun datang. Tentu saja dengan identitas mereka yang masih ditukar. Lian langsung berdiri di samping sang ayah sebagai Kian. Dan Kian langsung berdiri di samping kakek Bimo sebagai Lian.
"Bagaimana? Apa kamu sudah siap, Nak?" tanya Kakek Bimo. Kian mengangguk.
Kian melangkah maju mendekati sang kakek lalu memeluknya dengan erat. Sebuah wejangan terdengar di telinga Kian dari mulut kakek Dul.
"Lian, statusmu sudah naik lagi satu tingkat. Kini kamu sudah bukan lagi seorang anak, tapi sekarang kamu sudah menjadi seorang istri. Kakek tau jika kamu tidak menyetujui pernikahan ini. Akan tetapi kakek sangat yakin kalau kamu akan berusaha menurunkan egomu demi kewajiban dan juga keluargamu. Iya kan?"
Kian mengangguk. Hatinya sedikit tersayat mendengar kata-kata Kakek Dul. Sang kakek bahkan mungkin seluruh keluarga sangat percaya jika pernikahan ini dapat merubah Lian menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi pada kenyataannya sang kakak tidak pernah berubah.
Kian beralih memeluk sang ayah. Sepertinya hal nya Kakek Dul, ayah Lukman juga memberikan wejangannya di telinga Kian.
"Lian, mulai hari ini kamu adalah istri dari Rama. Jadi akhiri hubunganmu dengan laki-laki berandalan itu. Dan berusahalah untuk mencintai suamimu sendiri. Ayah tidak akan pernah memaafkanmu jika kamu masih memiliki hubungan dengan Vicky," bisik sang ayah.
Kian tak memberikan respon apa-apa. Karena dia sendiri bingung apa yang harus dia jawab. Semua orang sudah memberikan kepercayaannya kepada Lian akan tetapi sang kakak malah melakukan permainannya sendiri. Dan sialnya dirinya harus ikut terjebak di dalamnya.
Lalu Kian memeluk sang ibu. Akan tetapi sang ibu tidak memberikan kata-kata apapun. Wanita paruh baya itu hanya menangis saja di pelukan sang anak.
Dan terakhir, Kian memeluk sang kakak.
"Aku menyayangimu adikku," bisik Lian. Tetapi Kian tidak menjawabnya. Dia hanya menunduk sambil mengusap air matanya yang jatuh.
Setelah selesai berpamitan dengan semua orang, akhirnya Kian, Rama, dan juga Kakek Bimo pergi meninggalkan hotel tersebut. Kakek Bimo duduk di depan bersama sang supir sedangkan Rama dan Kian duduk di belakang. Sepanjang perjalanan Kian terus menatap ke arah samping sambil sesekali menyeka sudut matanya yang basah. Dan hal itu tak luput dari pandangan Kakek Bimo.
"Lian…" panggil sang Kakek. Kian menoleh ke arah laki-laki tua itu dan tersenyum.
"Kamu jangan khawatir. Walaupun kamu sudah menikah dengan Rama, tapi hubunganmu dengan keluargamu tidak akan pernah putus. Kalian masih bisa saling berhubungan dan jika kamu ingin mengunjungi mereka, Rama akan selalu setia mengantarkanmu," ucap sang Kakek dan lalu mengalihkan pandangannya ke arah Rama.
"Bukan begitu, Ram?" tanyanya. Akan tetapi sang cucu hanya melirik sejenak ke arah samping dimana Kian duduk. Lalu kembali fokus ke layar ponselnya tanpa memberikan isyarat apapun sebagai jawaban.
Mengerti jika Rama tidak menginginkan hal itu, Kian pun bersuara.
"Aku tidak apa-apa, Kek. Mungkin hanya belum terbiasa saja. Selama ini kan kami selalu bersama terus setiap hari. Dan ketika aku harus pergi meninggalkan mereka, aku merasa ada sesuatu yang hilang di sini," jawab Kian sambil menunjuk dadanya dengan telunjuknya.
"Itu wajar, Nak. Kakek juga mengerti. Oleh karena itu kakek bilang, tenanglah. Keluarga kakek tidak sekaku itu. Walaupun kamu sudah resmi menjadi anggota keluarga Amarta akan tetapi hubunganmu dengan keluarga kandungmu sendiri itu tidak akan putus apalagi menjauh. Jadi jangan sedih terus ya," ucap Kakek Bimo menenangkan. Kian kembali tersenyum.
Kakek Bimo menatap ke arah Rama berada lewat kaca spion di sampingnya. Sang cucu laki-lakinya itu masih sibuk dengan ponselnya dan sama sekali tidak peduli dengan keadaan sang istri yang bersedih. Kakek Bimo menarik nafas panjang dan berharap sebuah keputusan untuk menikahkan sang cucu ini tidak akan membuat wanita itu tersakiti.
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Ika Ika
tertekan banget kian
2023-05-16
0
suhendar86
udah kian lanjut aja. udah ga usah dipikirin punya saudara model begituan mah
2023-05-07
1