Malam itu jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam akan tetapi Rama sampai saat ini belum juga pulang. Kian merasa gelisah karena tidak biasanya laki-laki itu pulang selarut ini. Apalagi tadi sore dia mendapat kabar jika mereka hampir saja kehilangan proyek dengan keuntungan yang cukup besar akan tetapi beruntungnya sang kakek bisa meyakinkan investor dari luar negeri tersebut sehingga mereka tetap bersedia bekerja sama dengan perusahaan Kakek Bimo.
Kian tau hal yang membuat mereka hampir saja kehilangan proyek tersebut adalah karena ulahnya tadi pagi. Walaupun dia sudah meminta maaf lagi kepada sang kakek. Laki-laki tua itu malah terus meyakinkan Kian bahwa semua itu bukanlah kesalahannya dan hanya sebuah kecelakaan akan tetapi pada kenyataannya Kian masih tetap saja merasa bersalah.
Gadis itu berdiri di ambang pintu yang sengaja dia buka. Tatapannya tertuju ke depan gerbang dimana masih ada seorang penjaga disana. Sesekali dia duduk di sofa, lalu berjalan bolak-balik sambil melirik ke arah jam di dinding dan sesekali dia terus berdiri menatap keluar.
"Kamu kemana, Mas? Kenapa jam segini kamu masih belum pulang?" ucap Kian dalam hati.
"Nak…" suara seseorang menginterupsi dan membuat Kian membalikkan wajahnya.
"Kakek Bimo," jawab Kian sambil tersenyum.
"Kamu sedang apa? Kenapa jam segini belum tidur?"
"Aku.. Aku sedang menunggu Mas Rama datang, Kek," jawab Kian dengan wajah yang tersipu malu. Kian berjalan ke arah sang kakek dan duduk di sofa bersamanya.
"Memangnya Rama dari tadi belum pulang?" tanya sang Kakek. Kian menggelengkan kepalanya.
Kakek Bimo mengusap-usap dagunya seolah dirinya sedang berpikir.
"Tapi yang kakek tau tadi sore dia izin pulang cepat kok dari kantor. Malah dia pulang lebih dulu dari Kakek."
"Iya Kek?"
"Iya. Kemana dia pergi ya? Apa sebelumnya dia tidak menghubungimu dan memberitahukan dimana dia berada sekarang atau mau pergi kemana?"
"Mas Rama tidak punya nomor ponsel aku," jawab Kian lirih.
"Astaga. Apa kamu bercanda, Lian? Dia itu suamimu. Bagaimana mungkin kalian tidak saling mengetahui nomor ponsel pasangan sendiri?" tanya Kakek Bimo dan Kian hanya menunduk.
Ini sudah dua hari setelah sang cucu menikah akan tetapi mereka masih seperti orang asing saja. Jangankan saling menyapa dengan penuh kasih sayang, atau bahkan berniat ingin memiliki keturunan. Karena pada kenyataannya bertukar nomor ponsel saja tidak mereka lakukan.
Akan tetapi ada satu hal yang masih bisa membuat sang kakek bersyukur dan bernafas lega, yaitu sang cucu menantu yang mengkhawatirkan keberadaan suaminya. Bagi Kakek Bimo itu adalah awal yang baik. Kakek Bimo percaya jika Lian sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik bagi sang cucu. Dan sang kakek berharap dengan adanya rasa khawatir dan gelisah ini bisa membuat pernikahan mereka yang awalnya tanpa cinta bisa berlanjut dengan cinta dan juga kebahagiaan.
***
Di lain tempat, tepatnya di sebuah club malam, Rama sedang duduk dengan santai. Segelas minuman beralkohol dia genggam di tangannya dan sesekali meneguknya hingga tandas. Pikirannya melayang ke waktu dimana tadi siang dia sedang melakukan rapat dengan investor asing yang membuat mereka hampir saja kehilangan keuntungan yang sangat besar.
Sebenarnya bukan karena file yang tersiram oleh Kian yang membuat rapat itu menjadi alot, akan tetapi sepanjang pertemuan itu pikiran Rama tidak bisa fokus sama sekali. Suasana hatinya yang sedang merasa sangat kesal akan tingkah sang istri membuat dirinya selalu melamun di tengah rapat. Aneh memang, karena biasanya dia selalu bisa mengontrol emosinya sendiri tapi kenapa sekarang tidak bisa.
Di dalam pikirannya yang kalut, mata Rama tertarik kepada sosok seorang gadis yang duduk bersama teman-temannya di meja yang tidak jauh darinya. Seorang gadis yang memiliki rupa yang sama dengan wajah sang istri. Dan Rama yakin kalau itu adalah adik iparnya, Kian.
Rama mengernyit sebal saat melihat adik iparnya itu bergelayut manja di lengan seorang laki-laki yang berpenampilan acak-acakan. Belum lagi gadis itu menyandarkan kepalanya di dadanya dan mereka pun saling berciuman.
Rama berpikir sesaat apakah dia harus mendekati mereka dan menghentikan aktifitas adik iparnya itu ataukah dia harus abaikan saja mengingat dia saja tidak peduli dengan istrinya sendiri. Lalu kenapa juga dia harus peduli dengan keluarga sang istri.
Akhirnya laki-laki itu pun memutuskan untuk diam saja di tempatnya dan tak mau ikut campur. Namun walaupun begitu, kedua matanya tetap memandang ke arah segerombolan orang yang sedang tertawa keras tersebut.
"Hmm, jadi ini keluarga yang selalu dibangga-banggakan Kakek. Benar-benar keluarga yang tak tau malu. Kakaknya sok suci sedangkan adiknya aku rasa dia sudah tidak suci. Dan sialnya aku harus terikat hubungan dengan keluarga ini karena kakek. Menyebalkan!" gerutu Rama dalam hati. Dan setelah meneguk habis minuman yang sudah dia pesan, Rama pun akhirnya pergi dari club malam itu.
***
Selang beberapa saat terdengar suara sebuah mobil masuk ke dalam halaman rumah. Dengan segera, Kian melirik dan berlari menuju ke arah pintu. Sedangkan sang kakek masih tenang duduk di sofa.
"Mas," sapa Kian saat laki-laki itu memasuki rumah. Tangan Kian yang menjulur ke depan hendak mencium punggung tangan sang suami nyatanya hanya bisa meraih angin saja. Rama terus saja berjalan tanpa menghiraukan uluran tangan Kian bahkan dia tidak menghiraukan sang istri yang ada di depannya. Dan kejadian itu tak lepas dari pandangan mata tua kakek Bimo.
Rama berjalan mendekati sang kakek lalu mencium punggung tangannya.
"Kamu dari mana?" tanya sang Kakek.
"Aku…. Aku hanya berjalan-jalan sebentar," jawab Rama lirih.
"Jalan-jalan? Sampai larut malam seperti ini?"
"Iya, biasanya juga seperti ini kan?" Jawab Rama.
"Iya. Memang biasanya seperti ini. Memang sudah menjadi kebiasaan kamu jika sedang ada masalah selalu saja berjalan-jalan sampai malam. Tapi sekarang keadaanmu tidak seperti dulu. Kamu sudah menikah. Dan kamu lihat?" ucap kakek Bimo menunjuk ke arah Kian yang berjalan mendekati mereka.
"Sejak dari tadi sore istrimu bolak-balik menunggu kamu. Dia khawatir, dia gelisah karena kamu masih juga belum datang." Rama melirik tajam ke arah Kian. Tak ada sama sekali raut menyesal atau iba pada wajah Rama. Yang ada hanya kesal dan itu bisa dilihat jelas dari sorot matanya yang menusuk.
Kakek Bimo berdiri lalu memegang bahu Rama yang membuat sang cucu kembali mengalihkan pandangannya kepada sang kakek.
"Jangan pernah samakan kamu yang dulu dengan kamu yang sekarang. Dulu kamu bebas melakukan apapun karena tidak ada siapapun yang menunggumu di rumah. Tapi sekarang, ada istrimu Lian yang selalu menunggu. Jadi jangan sampai kamu melupakan statusmu," ucap sang Kakek dan lalu pergi berjalan menuju ke arah kamarnya.
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Ika Ika
tegas kakek emang 👍
2023-05-23
1