"Sudah selesai mandinya?" terdengar ucapan seorang laki-laki tua menginterupsi Kian.
Gadis itu terperanjat kaget saat melihat ada sosok seorang laki-laki tua sedang berbicara dengan Rama di sofa dekat pintu. Sekilas, kedua mata Kian melirik ke arah Rama yang sudah terlihat lebih rapi dari sebelumnya. Pakaian santai dengan celana panjang berwarna hitam membuat laki-laki itu tampak semakin mempesona. Terkadang Kian suka merasa heran kenapa sang kakak tidak bisa melihat ketampanan suaminya dan berusaha mencintainya.
Menurut Kian, Vicky juga memang tampan. Tapi karena pembawaannya yang berantakan, membuat Kian tidak begitu menyukai penampilan kekasih dari sang kakak itu. Akan tetapi jika dibandingkan dengan Rama, rasanya seperti bumi dan langit. Jika saja gadis itu tidak sadar kalau laki-laki di depannya ini sudah resmi menjadi kakak iparnya, mungkin saja dia akan jatuh cinta kepada Rama.
"Kakek Bimo," ucap Kian sambil tersenyum. Gadis itu dengan segera berjalan mendekati kakeknya Rama itu dan langsung mencium punggung tangannya.
Kian lalu duduk di samping sang kakek.
"Kakek ada apa malam-malam begini datang kemari?" tanya Kian.
"Memangnya kenapa? Apa Kakek tidak boleh datang ke kamar cucu kakek sendiri?" Kakek Bimo berkata dengan memelototkan matanya. Wajahnya memerah dan Kian yakin kalau dirinya sudah salah bicara yang membuat kakek barunya itu marah. Kian menunduk.
"Hmm, maaf Kakek. Bukan itu maksud aku. Aku hanya…" Kian panik dan kedua matanya sudah mulai berkaca-kaca.
Ketakutan Kian akan kemarahan Kakek Bimo nyatanya hanya berada di dalam pikirannya saja. Karena sesaat setelah kakek Bimo itu melotot dan membuat Kian menunduk, laki-laki tua itu pun langsung mengusap kepala cucu menantunya itu dan tertawa.
Kian mendongakkan kepalanya melihat kakek Bimo yang tergelak sedangkan Rama hanya menatapnya acuh.
"Sudah kakek bilang kan, Rama. Kalau pilihan kakek itu tidak pernah salah. Lian adalah seorang wanita yang tepat untuk kamu jadikan istri. Lihatlah keluguannya. Juga kelembutan hatinya. Hanya dibentak seperti itu saja, dia sampai menangis. Hahahahaha," ucap sang kakek di sela tawanya.
Kakek Bimo langsung memeluk Kian dan gadis itu sedikit menyeka air matanya yang sudah terlanjur jatuh itu.
"Sudahlah jangan menangis lagi sayangnya kakek! Nanti setelah kakek keluar dari kamar, Rama akan memanjakanmu dengan sesuatu yang akan membuatmu ketagihan. Hahahaha," canda sang kakek lagi dan kini sambil mengedipkan sebelah matanya.
Kakek Bimo Amarta, seorang pengusaha yang terkenal dengan ketegasan dan juga tangan dinginnya jika sudah berhubungan dengan dunia bisnis membuat dirinya disegani oleh para pengusaha lain di negeri ini. Di usianya yang sudah tidak muda lagi itu, nyatanya tidak menghapus ketampanan dan kegagahannya. Walaupun kakek Bimo di luar sana dikenal sangat garang akan tetapi jika menyangkut dengan keluarganya, laki-laki tua ini bisa berubah menjadi sangat hangat dan bersahabat. Bahkan juga kocak dan senang becanda.
"Memanjakan dengan sesuatu yang membuatku ketagihan?" Kian membeo. Wajahnya tampak semakin lugu saja dan itu berhasil membuat sang kakek tergelak lagi.
"Kakek!!!" Rama menginterupsi. Dia tidak ingin sang kakek berbicara lebih jauh lagi tentang hal itu. Karena walaupun pembicaraan sang kakek itu sudah membuat wajahnya sedikit memerah karena malu, namun pada kenyataannya dia tidak ada rencana untuk melakukan hal tersebut kepada wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya itu.
Sang Kakek berhenti tertawa. Dia berdehem untuk menetralisir perasaannya yang masih terasa ingin tertawa. Hari ini benar-benar menjadi hari yang sangat membahagiakan bagi sang kakek. Kakek Bimo menghela nafas panjang.
"Sebenarnya tidak ada hal yang begitu penting juga. Kakek hanya mau tanya apa besok kamu akan langsung memboyong istrimu yang cantik ini ke apartemen milikmu?" tanya Kakek Bimo kepada Rama. Laki-laki muda itu menatap ke arah wanita yang masih duduk di samping sang kakek.
Rama berpikir sejenak. Dia baru saja sadar kalau besok dirinya tidak akan pulang ke rumah sendiri lagi. Kini ada sang istri yang harus dia ajak pulang. Istri? Rama tersenyum kecut saat mengingat kata itu. Iya pernikahan memang sudah terjadi, tapi dia belum siap atau tepatnya tidak mau jika harus memberikan label seorang istri kepada satu-satunya wanita di hadapannya itu.
Tapi mau bagaimana lagi. Rama pun kini berpikir kemana dia akan membawa wanita itu pulang.
"Nak?" Sang kakek bertanya lagi akan tetapi lagi dan lagi Rama hanya terdiam.
"Jika menurut kakek, lebih baik untuk sementara kalian tinggallah dulu di rumah kakek."
"Kenapa?" tanya Rama.
"Kakek masih ingin mengenal Lian dengan lebih dekat lagi," ucap laki-laki paruh baya itu.
"Lagipula kenapa kamu ingin sekali langsung tinggal serumah berdua dengan istrimu ini? Apa kamu berencana untuk melakukan pacaran setelah menikah?" lanjut sang kakek sambil tertawa lagi. Rama terdiam.
Kakek Bimo beralih menatap sang cucu menantu.
"Bagaimana Lian, apa kamu mau tinggal di rumah kakek untuk sementara?" Tanyanya.
Kian menoleh ke arah Rama berusaha bertanya dengan isyarat. Namun sayangnya laki-laki itu tetap saja dingin seperti biasa.
"Aku… Hmm.. aku ikut dengan Mas Rama saja," ucap Kian lirih.
"Istri yang baik. Kamu memang istri yang baik. Kakek bangga memiliki cucu menantu sepertimu, Lian."
Kian tersenyum. Dia benar-benar menyayangkan keputusan sang kakak untuk menjauhi keluarga ini. Padahal apa yang dikatakan oleh kakek mereka dan juga ayah mereka tentang kebaikan keluarga ini adalah benar.
"Jadi bagaimana Rama?" tanya sang kakek lagi.
"Hmm, aku ikut apa kata kakek saja," jawab Rama pada akhirnya.
"Bagus… bagus…" kakek Bimo menepuk-nepuk bahu sang cucu.
Laki-laki tua itu kemudian berdiri sambil merapikan pakaiannya yang sedikit kusut. Diikuti oleh pasangan di sampingnya.
"Baiklah kalau begitu kakek kembali ke kamar dulu. Kalian istirahatlah. Dan besok kita akan berangkat bersama pulang ke rumah barumu, Nak," ucap sang kakek yang diakhiri dengan belaian di rambut Kian. Gadis itu mengangguk dan tersenyum.
Rama dan Kian mengantarkan sang kakek sampai ke depan pintu. Sesaat sebelum sang kakek meninggalkan mereka, laki-laki itu kembali berbalik.
"Rama, awas jangan terlalu memaksa menerobos sesuatu. Dibawa santai saja," ucap sang kakek sambil mengedipkan sebelah matanya.
Dengan merasa tak berdosa laki-laki tua itu pun melenggang pergi dari sana, meninggalkan Rama dan juga Kian yang masih menatap ke arahnya.
"Apa maksud kakek, Mas?" tanya Kian dengan polosnya. Rama mendelik sebal dan lalu meninggalkan gadis itu, masuk ke dalam kamar.
"Diiihh masih aja juteknya.. kirain kalau pestanya beres, manyun nya juga beres…" batin Kian.
Gadis itu terus mencoba menikmati langkah yang sudah dia ambil ini. Dia tau mungkin tidak akan mudah tapi setidaknya dia akan mencoba lebih memilih berdamai dengan keadaan daripada terus merutuki nasibnya sendiri.
Akan tetapi Kian juga sudah mengambil keputusan, besok sebelum mereka pergi untuk tinggal bersama kakek Bimo, dia akan mencoba berbicara kembali dengan Lian tentang pertukaran identitas ini.
"Semoga saja Lian mau bertukar lagi. Agar semuanya bisa kembali berjalan dengan normal," batin Kian.
Lamunan Kian tersadar saat Rama mematikan lampu kamarnya. Gadis itu pun bergegas masuk dan membaringkan tubuhnya di samping tubuh laki-laki itu yang membelakanginya.
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
suhendar86
kakek Bimo nih omes 🤣🤣
2023-05-07
1