"Kakek…." ucap Kian lirih. Dengan segera dia mendekati sang kakek lalu tersenyum. Sebisa mungkin dirinya menyembunyikan kesedihan di matanya walaupun Kian sendiri tak yakin apakah Kakek Bimo sudah melihat pertengkaran mereka atau belum.
"Ada apa Kakek? Apa Kakek butuh sesuatu?" tanya Kian. Kakek Bimo terdiam melihat kedua mata gadis itu yang masih tampak merah.
"Tidak ada. Kakek hanya mencari Rama saja. Kakek takut jika dia terlambat karena hari ini ada pertemuan dengan klien penting dari luar negeri. Tapi sepertinya dia sudah berangkat. Syukurlah kalau begitu. Ini adalah pertemuan penting bagi perusahaan jadi sebisa mungkin jangan sampai melakukan kesalahan sekecil apapun," jelas Kakek Bimo.
Kian tersenyum getir. Dia ingat jika kata-kata itu juga yang tadi sempat keluar dari mulut Rama. Iya, pertemuan penting. Laki-laki itu bahkan berkata jika dirinya sudah menyiapkan segalanya sejak semalam. Dan sayangnya dirinya malah menghancurkan segalanya.
"Apa karena ulahku tadi, perusahaan mereka akan mengalami masalah?" batin Kian bertanya.
"Baiklah kalau begitu Kakek pergi dulu. Kakek juga harus segera pergi ke kantor agar tidak terlambat," ucap Kakek Bimo sambil tersenyum.
"Kakek…." panggil Kian yang lalu menghentikan langkah sang kakek yang baru saja akan pergi.
"Iya kenapa Nak?" jawab Kakek Bimo sambil membalikkan badan.
"Aku.. aku mau minta maaf," ucap Kian lagi. Kakek Bimo mengernyit heran.
"Minta maaf? Minta maaf kenapa Nak?"
"Aku… aku…" Ada rasa takut di hati Kian untuk mengungkapkan segalanya. Rama saja sampai ngamuk, apalagi Kakek Bimo, pikirnya.
"Ada apa Lian? Ayo katakan saja!"
"Aku minta maaf Kakek. Aku sudah menghancurkan file penting yang dibuat oleh Mas Rama untuk rapat sekarang," ucap Kian sambil menunduk dan memejamkan matanya. Dia sudah siap menerima semua amukan dari pria tua di depannya itu.
Kakek Bimo terpaku untuk sesaat. Dia tidak menyangka kalau pertengkaran sang cucu ternyata berawal dari berkas file. Tadi pada saat Kakek Bimo hendak menemui Rama di kamarnya, dia sempat mendengar ada suara bentakan Rama disana. Dia juga sempat mendengar saat Rama memberitahukan tentang dirinya yang tidak pernah menganggap jika pernikahan diantara mereka ada. Kakek Bimo sempat bersembunyi saat terdengar Rama membuka pintu. Dan lalu berjalan mendekat setelah melihat sang cucu pergi.
Kakek Bimo menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan. Dia tersenyum lalu mengusap puncak kepala Kian.
"Sudahlah tidak perlu terlalu dipikirkan. Sebuah kecelakaan biasa terjadi. Tidak apa," ucap Kakek Bimo. Kian mendongak.
"Tapi pertemuan Kakek…"
"Kita lihat saja nanti. Kakek percaya apapun yang akan terjadi pasti adalah yang terbaik bagi perusahaan kami. Sudahlah kakek pergi dulu."
Kian mengangguk. Walaupun Kakek Bimo terus bicara sambil tersenyum untuk menenangkan Kian akan tetapi wanita itu masih bisa melihat dengan jelas ada raut kecewa dan khawatir di wajah sang Kakek. Dan itu membuat dirinya menjadi semakin merasa bersalah saja.
***
"Kian, kamu mau kemana, Nak? Ini sudah sore loh. Sebentar lagi malam. Tidak biasanya kamu keluar di jam segini," ucap Ibu Araya, ibu dari Kian dan juga Lian.
Sore itu jam di dinding sudah menunjukkan pukul 5 saat Lian sudah berdandan sangat rapi dan berpamitan kepada sang ibu. Dia segera pergi sebelum ayah dan juga kakeknya pulang dari kantor. Lian tau jika sampai dia terlambat sedikit saja, sang ayah pasti akan menceramahinya dan mungkin bisa saja malah membuat semua orang curiga. Iya seperti yang dikatakan oleh sang Ibu, Kian bukanlah tipe gadis yang suka keluar rumah sore hari, apalagi sampai larut malam. Tapi, kali ini dia sudah berjanji untuk bertemu dengan sang kekasih. Jadi mau tidak mau Lian harus melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Kian.
"Ada acara penting dengan teman, Bu." jawab Lian dan lalu segera pergi sebelum sang ibu bertanya lagi.
"Acara penting apa Nak?" teriak sang ibu. Akan tetapi Lian sudah terlanjur pergi dengan motornya.
Dengan cepat Lian menjalankan sepeda motor matik milik Kian. Dia tidak mungkin menggunakan motor miliknya sendiri karena semua orang yang ada di rumah tau jika dirinya itu adalah Kian, bukan Lian.
Sepeda motor itu berhenti tepat di sebuah club malam. Sebuah tempat yang walaupun hari masih dibilang sore tapi nyatanya tempat itu sudah dipenuhi oleh pengunjung. Lian membuka jaket tebalnya hingga tersisa baju pendek miliknya yang terlihat. Sedangkan celana panjang yang digunakan, dia abaikan begitu saja.
"Sayang…"
Terdengar suara seorang pria memanggil di tengah bisingnya musik. Lian langsung tersenyum saat mengenali sosok siapa yang sudah memanggilnya. Dengan setengah berlari, dia mendekati laki-laki itu dan lalu memeluknya dengan sangat erat.
"Sayang, aku kangen banget sama kamu," ucap Lian dengan manja di dalam pelukan Vicky sang kekasih.
"Aku juga sayang," jawab laki-laki itu.
Vicky memundurkan pelukannya dan lalu mencium bibir sang kekasih. Tanpa ada rasa terkejut sedikitpun, Lian malah membalas pagutan dari laki-laki itu. Hingga akhirnya mereka berhenti setelah merasa kekurangan oksigen.
Walaupun di depan mereka ada beberapa orang yang merupakan teman-teman dari Vicky dan juga Lian akan tetapi pasangan ini acuh saja memperlihatkan kemesraan di antara mereka.
"Ayolah bro, jika ingin bermesraan carilah kamar hotel sana. Jangan disini!" ucap Leo, teman Vicky.
"Ah seperti kamu dan Mery tidak saja.. Kalian malah lebih parah, sampai meraba kesana kemari di depan umum," balas Vicky dan membuat semua orang tertawa.
Lian pun ikut duduk bergabung bersama mereka. Semenjak kenal dengan Vicky, Lian memang jadi mengenal dengan dunia malam dengan sejuta pergaulannya. Lian bahkan sudah terbiasa dengan semua itu. Dia bahkan sesekali juga suka mencicipi alkohol yang diberikan oleh sang kekasih. Tidak banyak tapi cukup membuat Lian pusing. Hanya dua hal yang tidak mau Lian lakukan yaitu mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan bercinta. Walaupun sesekali Vicky selalu membujuknya untuk mau melakukan hal itu tapi untuk hal yang satu ini pendirian Lian sangat kuat.
"Sayang semenjak kamu berpura-pura menjadi Kian, kita jadi jarang sekali bertemu," ucap Vicky sambil memutar-mutar rambut hitam Lian.
Lian menoleh lalu memeluk laki-laki itu dan menyandarkan kepalanya di dadanya.
"Iya mau gimana lagi. Sifat aku dan Kian sangat berbeda. Sebenarnya aku juga bosan terus berlaga menjadi anak baik yang penurut seperti Kian. Aku ingin bebas seperti dulu. Tapi jika sampai keluargaku tau, terutama ayahku, bisa habis aku dipecat jadi anggota keluarga mereka."
"Berarti itu artinya semua fasilitas yang kamu punya sekarang akan hilang?" tanya Vicky. Lian mengangguk.
"Termasuk mentraktir kami setiap kali kita bertemu?"
Memang sudah menjadi kebiasaan yang rutin jika setiap kali mereka bertemu, baik berdua ataupun bersama teman-temannya seperti sekarang ini, Lian lah yang selalu membayar semuanya. Inilah salah satu sebabnya mereka sangat menyukai Lian dan terus berusaha untuk dekat dengannya. Begitu juga dengan Vicky yang tidak mau kehilangan ATM berjalannya ini.
"Aku masih belum menemukan cara agar kita bisa bertemu setiap hari seperti dulu," ucap Lian kemudian menegakkan duduknya. Semua orang terdiam untuk beberapa saat sampai pada akhirnya suara Vicky terdengar.
"Aku punya ide…"
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Ika Ika
cuma di manfaatin ya Lian nya
2023-05-20
0