Sudah sejak pagi, Kian membantu Rama untuk membereskan barang-barangnya. Memasukkan semua itu ke dalam koper milik laki-laki tersebut. Awalnya Rama menolak akan tetapi dengan tanpa menghiraukan ocehan laki-laki itu, Kian tetap saja membantunya.
Setelah dirasa semua sudah selesai dan dipastikan tidak akan ada lagi yang tertinggal, Kian dan juga Rama berjalan ke arah kamar mandi dengan langkah yang hampir bersamaan. Dan benar saja, keduanya berdiri berdampingan tepat di depan kamar mandi itu.
Kian melihat ke arah wajah Rama dan laki-laki itu mengalihkan pandangannya ke tempat lain tanpa berkata sepatah kata pun. Gadis itu menarik nafas dalam dan akhirnya mundur beberapa langkah untuk mempersilahkan laki-laki itu menggunakan kamar mandi itu terlebih dahulu. Dan seperti biasa, dengan santainya Rama melangkah masuk melewati dirinya begitu saja.
"Hmm, terima kasih sayang!!! Sama-sama cinta!!!" Kian berceloteh pelan seolah itu adalah perbincangan antara dirinya dan laki-laki itu. Akan tetapi sesaat kemudian dia tersenyum sambil memukul keningnya sendiri.
Hari itu mereka bangun pagi-pagi sekali. Waktu malam yang mereka dapatkan hanya tinggal beberapa jam saja nyatanya tidak dipergunakan untuk apa-apa. Tidak ada perbincangan hangat antara dua orang yang baru saja saling kenal dan disatukan dalam ikatan pernikahan. Tidak ada pula sentuhan-sentuhan yang menjurus ke arah malam pertama sepasang pengantin. Walaupun Kian sendiri semalam sudah bersiap-siap untuk menghindar jika laki-laki itu hendak berbuat macam-macam kepadanya.
Tapi nyatanya semua itu tak terjadi. Rama malah membaringkan tubuhnya membelakangi Kian dan sesaat kemudian terdengar dengkuran halus di mulutnya. Menandakan kalau laki-laki itu telah terlelap. Dan pada saat itu juga akhirnya Kian pun tidur dengan perasaan tenang karena yakin malam ini akan terlewat begitu saja.
"Bagaimana tidur kalian? Nyenyak?" tanya Ayah Lukman. Ayah dari Kian dan Lian itu awalnya sangat khawatir karena dia tau bagaimana kondisi Lian di dalam pernikahan ini. Kian hanya tersenyum akan tetapi senyuman itu justru malah membuat sang ayah curiga.
Gedung tempat mereka mengadakan resepsi pernikahan adalah salah satu ruangan yang berada di salah satu hotel disana. Itu sebabnya seluruh anggota keluarga besar, langsung mendapatkan kamar masing-masing setelah acara itu selesai. Dan saat ini kedua keluarga itu sedang mengadakan sarapan bersama.
"Lian, aku ingin bicara denganmu," ucap Kian saat mereka selesai dengan sarapan paginya dan Kian menarik Lian ke sebuah ruangan untuk berbicara berdua dengannya.
"Ada apa?" jawab Lian acuh. Dia malah mengeluarkan ponsel dari saku bajunya dan berbalas pesan chat disana.
"Lian, hari ini aku akan pergi ke rumah Mas Rama," ucap Kian.
"Hmm, lalu??" tanya Lian masih acuh.
"Lian, apa kamu tidak mau kita bertukar tempat lagi?"
Lian tak menjawab. Dia hanya menatap sang adik kembarnya itu dengan tatapan mendelik. Lalu kembali tersenyum saat fokus dirinya kembali pada pesan chat yang baru saja masuk.
"Lian dengarkan aku. Apa yang dikatakan oleh kakek dan ayah itu benar. Kakek Bimo itu benar-benar orang baik. Bahkan untuk laki-laki seumuran dia, dia itu sangat kocak."
"Hmm…."
"Dan mas Rama… mas Rama juga sangat baik dan perhatian. Dia penuh dengan kasih sayang."
Kian sengaja berbohong karena sejujurnya dia sangat berharap dengan mendengar semua itu, kakaknya, Lian, akan mau kembali kepada statusnya yaitu istri dari Rama. Akan tetapi semuanya salah. Jangankan untuk kembali kepada kodratnya, semua kalimat yang keluar dari mulut Kian, tak ada satupun yang dia dengar. Lian terlalu asyik berbalas pesan dengan seseorang lewat ponselnya.
"Lian apa kamu mendengarkan aku atau tidak?" ucap Kian dengan nada sedikit meninggi.
"Hmm," lagi-lagi hanya gumaman yang dikeluarkan oleh gadis itu tanpa melirik sedikitpun kepada Kian. Dan ini berhasil membuat sang adik kesal. Dengan segera Kian mengambil ponsel yang sedang dimainkan oleh Lian.
"Kian kamu ini kenapa sih! Balikin ponsel aku! Aku lagi ngobrol sama Vicky," Lian berteriak dengan kedua tangannya yang terus meraih ponsel yang sengaja diambil oleh Kian.
"Oh jadi kamu sedang mengobrol dengan Vicky dan gak ngedengerin omongan aku dari tadi?" ucap Kian geram. Bagaimana tidak, ini satu-satunya kesempatan terakhir yang dia punya untuk mendapatkan kehidupannya kembali. Akan tetapi sang kakak malah tidak memperhatikannya sedikitpun.
Dengan jengah Lian berjalan ke arah sofa yang ada disana. Dia mendudukkan tubuhnya agak kasar dan lalu melipat kedua tangannya di depan dada, sembari menatap tajam ke arah Kian.
"Baik, aku dengarkan. Apa yang mau kamu katakan?" tanya Lian angkuh.
Kian mengikuti sang kakak dan duduk di seberang Lian. Ponsel yang tadi sempat dia rebut, gadis itu simpan di atas meja di depannya.
"Lian, apa kita tidak bisa bertukar identitas lagi? Apa kamu tidak sadar, dengan melakukan hal ini artinya kamu sudah menelantarkan kewajibanmu sebagai seorang istri. Dan dengan berhubungan dengan Vicky itu artinya kamu selingkuh dari suamimu sendiri," ucap Kian.
"Lalu?" Jawab Lian dingin. Tak ada sama sekali raut bersalah di wajah Lian. Dia sudah benar-benar tidak peduli dengan apapun yang dikatakan oleh sang adik. Menelantarkan kewajiban? Selingkuh? Lian tidak peduli. Memangnya kenapa kalau dia ingin melakukan hal yang dia anggap benar? Itu yang ada di pikiran Lian.
"Lian…" ucap Kian lagi. Dan kini dengan nada memelas. Lama sang kakak tidak menjawab sampai pada akhirnya dia pun mengatakan sesuatu.
"Baik. Kita akan bertukar identitas lagi. Hari ini aku yang akan pergi ke rumah Kakek Bimo sebagai istri dari Mas Rama," jawab Lian. Dia memajukan sedikit badannya ke arah meja dan kedua tangannya dia simpan di atas meja tersebut.
Senyum mulai merekah di bibir Kian. Akhirnya status pura-puranya ini hanya bertahan untuk satu hari satu malam saja. Lian mau mengembalikan kehidupannya dengan begitu saja. Puji syukur Kian panjatkan di dalam hatinya yang sudah membuat semua ini lancar.
"Benarkah itu Lian? Kita akan bertukar identitas lagi?" ucap Kian sambil tersenyum. Kedua tangannya menggenggam erat tangan sang kakak.
Lian mengangguk.
"Terima kasih Lian… Terima kasih banyak…"
Bukannya Kian tidak mau tinggal di dalam keluarga itu. Setiap wanita pasti mengidamkan bisa menjadi istri dari Rama sang pengusaha tampan dan terkenal seantero negeri ini. Apalagi kebaikan dari sang pemilik perusahaan, Kakek Bimo yang menurutnya membuat keluarga ini menjadi sangat sempurna. Tidak ada ibu mertua yang kejam ataupun adik dan kakak ipar yang jahat. Semuanya sempurna.
Tapi jika dia harus tinggal disana dengan status palsunya apalagi harus berpura-pura menjadi orang lain, Kian tidak mau. Walaupun sang kakak ikhlas memberikan statusnya bahkan suaminya kepadanya akan tetapi tetap saja jika dia bukanlah siapa-siapa di dalam keluarga Amarta.
"Tapi dengan satu syarat," ucap Lian kembali.
"Iya.. iya.. syarat apa itu? Aku pasti akan melakukan apapun untukmu asalkan kita bisa bertukar identitas kembali," jawab Kian dengan menggebu-gebu.
"Persiapkan segala yang diperlukan di rumah ini untuk menjemput jasadku dari rumah Mas Rama."
"Apa?"
****
****
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Bayangan Ilusi
benar-benar egois si Lian ini😡
2023-06-01
2
Ika Ika
sabar bgt kiat punya saudara medusa gt
2023-05-15
1
suhendar86
hadeuuh gemes nih ma si Lian ngomongnya seenaknya
2023-05-07
1